Mau dilihat dari sisi mana pun, malam minggu ini adalah kali kedua wajah Shania nampak muram.
Minggu lalu juga kekasih Boby satu itu terlihat demikian, namun masalahnya mudah sekali ditebak; drama korea favorite Shania tidak tayang karena adanya jadwal pertandingan piala dunia.
Namun untuk yang satu ini sepertinya masalahnya lebih serius, tapi entah lah. Boby hanya bisa terlihat acuh meminum ice lychee pesanannya sambil memainkan ponsel dan menunggu Shania bercerita dengan sendirinya.
Lima menit. Sepuluh menit. Lima belas menit.
Akhirnya Shania menghela nafas beratnya juga.
"Kamu gak mau nanya aku kenapa, gitu?"
Dengan wajah innocent andalannya, Boby hanya menggelengkan kepala sambil menatap lurus ke arah Shania yang duduk di hadapannya.
"Sama sekali gak mau nanya kenapa aku dari tadi gak bawel kayak biasanya? Emang sikap aku kurang aneh atau gimana?"
"Enggak. Soalnya malem minggu lalu juga kamu kayak gini,"
"Tapi kan drama korea aku udah tamat, By!"
"Ya mana aku tau--"
"Udah aku kasih tau kemarin!"
"Kemarin kapan?"
"Kemariiiinn," Shania nampak berpikir sejenak sebelum cepat-cepat ia menggelengkan kepalanya. "Ya pokoknya kemarin. Udah deh gak usah pengalihan, sekarang kamu tanya aku kenapa,"
"Kamu kenapa?"
"Nah gitu," Setelah sempat bersikap agak barbar, ekspresi Shania kembali jadi sendu. "Aku sedih.. Kecewa juga sih,"
"Sama aku?"
Shania menggeleng pelan. "Kamu inget Deva? Sahabat aku yang bikin kita berantem besar-besaran bulan lalu karena kamu rasa aku terlalu deket sama dia?"
"Iya. Aku inget. Kenapa? Dia minta saran lagi tentang gimana cara PDKT-in cewek?"
"Enggak, enggak." Shania menggeleng cepat sambil mengaduk-aduk es susu cokelat miliknya dengan sedotan. "Dia justru udah berhasil sama gebetannya yang kemarin,"
"Terus? Kok kamu sedih? Takut dia gak ada waktu buat kamu? Takut dia lupa temen? Santai aja, Shan. Kamu aja berani berantem sama aku demi belain dan tetep milih buat deket sama dia, harusnya dia juga mau lakuin hal yang sama. Santai."
Shania tersenyum miris mendengar jawaban Boby yang panjang namun menusuk itu.
Boby memang tipe pria cuek dan tak banyak bicara, tapi kalau sudah urusan ada pria lain yang berusaha mendekati Shania atau terlihat sangat dekat dengan kekasihnya, Boby akan berubah jadi sosok pencemburu tingkat tinggi.
Bahkan kelewat tinggi sampai Shania jadi takut sendiri.
"Aku juga awalnya gak takut sama kalimat yang barusan ucapin, tapi gimana ya.. udah kejadian juga,"
"Maksudnya?"
"Ya...setelah aku bantuin Deva nyari kado, bungkusin semua, bahkan kirim paket buat gebetannya, dia justru udah gak ada kabar lagi ke aku. Makasih juga enggak, By.. Aku tau dia udah jadian dari snapgramnya. Kasih tau ke aku langsung aja enggak. Boro deh kasih tau, chat aku yang ucapin good luck waktu dia mau nembak juga gak dibaca.."
Kepala yang bulan lalu mampu tegap bahkan menantang Boby akan sikap kekasihnya yang cemburuan dan terkesan mengekang di mata Shania kini justru hanya bisa tertunduk dalam.
Malu.
Itu yang Shania rasakan atas semua yang sudah ia lakukan pada Boby. Nada bicaranya yang tinggi, kalimatnya yang sarkas, semua pernah ia utarakan demi bisa tetap bersahabat dekat dengan Deva...
...yang justru kini sedang bahagia-bahagianya tanpa merasa perlu berbagi dengan Shania.
"Caniyaaa..." Panggil Boby dengan suara yang dibuat manja setelah beberapa saat terdiam. "Caniya liat Boby dong ciniii..."
Dengan lemahnya Shania menggeleng, membuat Boby memindahkan kursinya agar berada dekat dengan Shania.
"Coba sini aku mau liat muka pacar aku," Boby coba memegang wajah Shania yang justru dihalangi oleh sang empunya
"Gini deh. Aku punya tebak-tebakan. Kalau kamu bener, aku gak maksa buat liat muka kamu. Gimana?"
"Auk,"
"Yeee, serius nih."
"Hmm."
"Yaudah, coba tebak yaaa. Kecoa kecoa apa yang masuk rumah sakit?"
"Kecoa sakit."
"Salah,"
"Bodo, ah. Gua lagi serius juga. Udah sana luuu!" Shania berusaha mendorong tubuh Boby namun sayangnya pria itu tetap lebih kuat dari dirinya
"Nyerah gak?"
"Auk,"
"Nyerah? Nyerah ya? Oke. Jawabannya kecoalakaan! Haha! Caniya kalaaahh, sini aku liat mukanyaaa.."
"Gak mauuu--"
"Sayang... Coba sini aku mau liat mukanya. Jangan nunduk mulu, emang di bawah ada apaan sih, hmm?" Pintanya dengan lembut sambil mengusap kepala gadis itu
"Gak mau ih,"
"Yaudah aku peluk aja sini." Boby langsung merentangkan tangannya lebar-lebar, membuat Shania sedikit melirik dari balik poninya yang terbelah.
"Tutup mata,"
"Hmm," Sambil tersenyum manis Boby menutup matanya rapat-rapat. Hingga beberapa saat kemudian ia merasa ada pelukan yang sangat erat dari Shania.
"Maafin aku, By..." Ucapnya nyaris berbisik dengan suara yang agak serak
"Sssstt... Udah gapapa. Biar aja kalau emang di mata dia kamu itu cuma kulit kacang yang bisa dilupain, tapi buat aku kamu tetep iklan sirup marjan. Walau sifatnya sementara, tapi justru itu yang paling ditunggu-tunggu."
Setelah mendengar kalimat tersebut, Shania langsung melepaskan pelukannya dan menatap Boby tajam.
"Jadi kamu mau kita cuma sementara?"
"Eh? Gak gitu, maksud aku--AAAKK! KENAPA SUKA BANGET SIH JAMBAK RAMBUT AKUUU!"
"Biar aja. Biarin kamu kurus terus botak sekalian. Biar kalo jalan sama aku udah kayak lagi gandeng pentul korek. Biar gak ada lagi cewek-cewek yang gak ngedip liatin kamu."
"KEJAM!"
"Bodo amat!"
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
By!
FanfictionYang ceweknya cerewet eh cowoknya ham-hem-ham-hem doang kayak Limbad, tapi gapapa sih, anaknya Limbad cantik kok.