Shania POV
Ternyata benar kata Sakti, kalau Boby pasti akan balik lagi punya waktu buat dirinya, kuliahnya dan hubungannya sama aku kalau acara organisasi yang dia jalanin udah selesai.
Buktinya, udah tiga hari ini Boby rela begadang nemenin revisi yang coretannya udah kayak baju seragam anak SMA baru lulus; gak karuan!
Boby aja sampe bingung bagian mana yang gak kena revisi, dan bagian mana yang bisa bikin aku lulus sidang dengan gelar cumlaude. Hehe.
"Kamu nyogok ya?" Ucapnya yang memecah lamunanku--sambil sibuk fotoin buku-buku refrensi skripsiku di perpustakaan. "Revisi banyak gini IPK bisa di atas 3,5 masa,"
"Ya emang gak boleh gitu kalau IPK aku di atas 3,5?"
"Ya aneh aja,"
Aku menaikkan sebelah alisku--menatap wajah sampingnya yang agak lebih hitam dan tirus dari sebelum acara organisasinya dimulai.
"Temen aku aja yang skripsiannya gila-gilaan, terus revisi cuma typo-typo doang IPKnya 3,4. Lah kamu--" Boby menatapku sekilas lalu menggelengkan kepalanya. "Yang skripsiannya nangis sama ngeluh mulu, udah mah revisian serasa bikin ulang, eh bisa-bisanya cumlaude. Heran aku. Pake pelet lu ya?"
"Mana let. Enak aja," Sahutku cepat. "Udah buruan fotoin. Terus bikin album di LINE biar aku tinggal slide doang,"
"Hm."
"Hm doang nih?"
"Ya emang mau apalagi?" Jawabnya malas sambil memutar bola mata. Bukannya membuatku kesal, malah jadi senyum tipis dibuatnya.
"Inisiatif nawarin buat ngetik kek,"
Ctak!
"Aduh!"
"Ssstt!!" Sungut orang-orang di sekitarku karena suara yang ku buat barusan.
Setelah sedikit mengangguk tanda meminta maaf, aku kembali menatap Boby yang sedang berusaha menahan tawanya sambil berpura-pura tetap fokus mengambil gambar pada buku.
Padahal, kalau bukan karena sentilannya yang tepat di keningku juga gak akan membuat kami jadi pusat perhatian seperti tadi.
Emang dasar belatung nangka!
.
.
.
.
.
.
Does he sing to all your music
While you dance to Purple Rain?
Does he do all these things
"Like I used to?"
Nyanyian Boby mengikuti lagu dari band A Rocket to the Moon dengan judul Like We Used to yang diputar pada kantin kampus membuatku menoleh dengan tatapan heran.
"Tumben,"
"Tumben?"
"Tumben tau lagu barat jadul. Biasanya aku nyanyi apa juga kamu diem doang karena gak tau lagunya,"
"Ya...kebetulan tau aja. Emang salah?" Jawabnya sambil lanjut mengunyah siomay yang ada di mulutnya.
"Ya enggak salah sih, cuma agak aneh aja,"
"Oh.." Boby mengangguk kecil beberapa kali. "Pernah dinyanyiin Elaine."
Glek!
Aku refleks menelan paksa bakso yang belum ku kunyah dengan halus untuk mencerna jawaban Boby yang sudah beberapa kali aku dengar.
Enggak muak kok. Enggak marah juga. Cuma--begini lho teman-teman, rekan sejawat, jajaran paguyuban dan sobat karang taruna yang ku banggakan.
Elaine itu adalah nama mantan Boby yang ku tahu punya track record panjang nan pahit dalam sejarah hubungan Boby sama mantan-mantannya. Menurut Boby, Elaine adalah pembelajaran terbesar dalam hidup untuk mencari pendamping ke depannya.
Mungkin Jeje sama Veranda udah bosen banget buat bilang, 'Kok bisa sih, lo tahan sama laki-laki cuek yang gak ada peduli-pedulinya ke lo itu? Udah lah. Stop bucin. Masih banyak yang bisa jalin hubungan dengan konsep sa-ling membahagiakan bareng lo. Gak kayak Boby yang blablablabla.'
Nah, sebelum kalian sama bosennya buat ngomong kayak gitu, jawabannya tuh sederhana kok; Boby punya trauma di masa lalunya sama Elaine.
'Yailah lebay banget!'
Rasanya mau senyum kalau ada yang bilang gitu.
Coba deh kalian pikir, pacar mana yang sabar banget diselingkuhin berkali-kali--di depan matanya sendiri--gak dianggap di depan banyak orang--dan masih harus senyum sambil bilang selamat ke pacar dan selingkuhannya waktu mereka bertiga papasan di jalan?
Gak ada.
Boby doang.
Boby doang yang kelakuannya terlalu bodoh buat dihina. Tapi--ya--emang kayak gitu. Ya--gimana yaaa..
Ya intinya, Boby pernah patah sepatah patahnya patah. Wajar kok kalau Boby gak mau se-ekspresif dulu; yang sebegitu act-outnya nunjukin kalau dia sayang sama orang.
Wajar.
Wajar Boby gak bisa kayak Sakti. Karena aku sendiri gak pernah punya jaminan untuk gak akan bawa hubungan ini kayak gimana Elaine bawa hubungan mereka dulu.
Semua orang pasti berharap yang terbaik, tapi jangan lupa untuk selalu bersiap sama yang terburuk.
Jadi tolong, untuk kisah satu ini, biarin aku kasih tau Boby kalau yang dia pilih untuk jadi pacarnya sekarang adalah sungguh, bukan singgah.
Aku, Shania.
Bukan Elaine.
Aku mau kisahku sama Boby jalan ke depan. Bukan buntu di belakang.
Lagipula, Boby gak cuma modal trauma masa lalu aja kok buat bisa bikin aku tetep bertahan.
Boby tuh keren.
Banget!
Tapi dengan caranya sendiri.
Eh tapi nanti aja cerita kerennya, Boby udah ngeliatin aku yang ngelamun kelamaan dan berenti makan.
"Bengong mulu. Sakit?"
"Kalau jawab sakit, dimanjain gak?"
"Dih. Males banget."
"Oke fine,"
"Hm."
"Ih, kan! Jutek!"
"Berisik, Shanju."
"Hm."
Dan...makan siang hari ini akan berakhir seperti hari-hari biasanya; kenaikan level Shania Junianatha yang semakin bucin dan selalu disiplin.
.
.
.
.
.
.
TBC
27 April.
KAMU SEDANG MEMBACA
By!
FanfictionYang ceweknya cerewet eh cowoknya ham-hem-ham-hem doang kayak Limbad, tapi gapapa sih, anaknya Limbad cantik kok.