6

49 9 25
                                    

"..ada apa dengan masa lalu?"
-Aradanta-

Ara mencoret-coret bagian belakang buku tulisnya. Tak memperhatikan pelajaran yang tengah diajarkan oleh bu Rita, guru mata pelajaran Bahasa Indonesia mereka. Namun ia lebih memilih untuk mencerna kejadian-kejadian tak seperti yang ia bayangkan dimulai saat ia berurusan dengan lelaki itu, Wira Adanta.

Sebenarnya jauh sebelum itu, ia memang tak ingin terlalu mencolok di sekolah ini.

Bukan tanpa sebab. Ia tak ingin menjadi dirinya yang kembali rapuh.

Bukannya hal itu sudah lama berlalu, Ra? Tenangkan dirimu, batin Ara.

Lonceng jam istirahat berbunyi.

Ara mengambil bekal makan siangnya dan berjalan ke arah taman belakang sekolah-- tempat favoritnya.

Mencari kursi taman yang terletak di bawah pohon rindang, and She got it!

Ara membuka bekalnya dan mulai menyuapkan sesendok demi sesendok makan siangnya ke dalam perut.

Semilir angin selalu menjadi teman terbaik saat-saat seperti ini.

"Ra" suara seseorang mengagetkan Ara. Ara menoleh mendapati Bagas a.k.a kakak tingkatnya a.k.a teman dekat kak Wira.

Terlebih ia memang sudah sangat mengenal Bagas sebelumnya. Mereka hanya seolah-olah tidak terlalu dekat satu sama lain saat berada di lingkungan sekolah.

"I-iya, kak" hampir saja Ara tersedak.

Bagas buru-buru meraih minuman Ara dan memberikannya pada gadis itu.

Ara menerimanya dan meneguknya sampai rasa tersedaknya hilang.

"Maaf deh ngagetin lo" Bagas menggaruk kepalanya.

"Haha, iya kak. Gak apa-apa!"

Bagas mengambil posisi duduk di samping Ara.

"Ra, lo masih suka aja ya ke taman" Bagas membuka percakapan.

Ara terdiam dan menundukkan kepalanya kemudian tersenyum simpul sambil menghembuskan nafas pelan.

"Iya, kak"

"Lo masih sama, Ra. Lo masih sama kayak Ara yang gua kenal selama ini. Hanya saja, lo menutup diri lo"

Ara paham betul kemana arah pembicaraan ini.

Ia segera menutup bekalnya dan bersiap-siap pamit untuk kembali ke kelas. Namun sebelum itu Bagas kembali angkat bicara.

"Gua cuma mau ingetin lo, terbukalah, Ra. Pribadi lo yang kayak gitu hanya ngebuat oranglain bisa hancur kapan aja" Bagas bangkit dari tempat duduknya, tersenyum sebentar menatap Ara dan pamit untuk pergi dari tempat mereka duduk berdua tadi.

Ara hanya diam. Bagaimana pun ia tahu apa maksud Bagas sebenarnya. Tapi kenapa Bagas mengatakan oranglain? Ara tidak memahaminya.

***
KANTIN.

"Mpok, gue pesen miso aspalela satu yak!" suara nyaring Kelvin sontak membuat siapa saja menutup telinganya.

"Gausah ngegas, Vin!" bentak Reza.

"Bodo"

"Eh, tayo! Kemari lo" teriak Kelvin memanggil orang yang baru tiba di ambang pintu kantin. Yang tak lain adalah Bagas.

Otomatis semua orang yang ada di kantin menatap ke arah pintu.

"Tayo?" tanya Danta heran sambil menyeruput es teh manisnya.

"Eh, colokan hape, lo buat malu gua aja kampret" Bagas menepuk kepala Kelvin dengan topinya.

"Lo kan emang tayo. Gua tau, Gas. Gue liat di kamar lo banyak koleksi motorannya"

Tingkah Kelvin bikin orang selalu salah paham.

"Eh, lo apaan sih. Itu maenan ade gua kaliiiii" balas Bagas sambil menahan kejengkelannya.

"Bisa diam gak sih" Reza yang sedari tadi merasa kehilangan ketenangannya mulai terbawa suasana.

"Dari mana aja lo?" tanya Danta.

"Urusan negara, boss" jawab Bagas dengan entengnya.

***
"Hal yang bikin seorang gadis jatuh cinta?" tanya Danta.

"Ketampanan" Kelvin memasang ekspresi (sok) tampannya.

"Kesetiaan" jawab Bagas asal.

"..."

"Za, kok lo gak jawab?" tanya Danta.

"Gua gak tau" jawab Reza.

"Kok gak tau?"

"Karena gue-"

"Karena dia emang gatau, Ta" potong Bagas.

"Terlalu banyak pertanyaan tentang kesukaan seorang gadis, tapi jawabannya hanya sesuai perubahan hati mereka.." gumam Bagas.

-Aradanta on going.

ARADANTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang