9

30 6 5
                                    

"Apa sudah berakhir?"
-Aradanta-

09.30 WIB.

Ara baru tiba di Rumah Sakit, ia sengaja datang setengah jam lebih awal.

Segera menuju ruang tunggu, dan duduk di salah satu kursi yang kosong di ruangan itu. Kemudian, membuka ponselnya, sebelum itu ia mendapati sebuah pesan dari nomor yang tidak dikenal. Siapa?, batinnya.

Lo dimana? Gua perlu bicara sama lo, Ra.

-Reza.

Ara berpikir sebentar sebelum membalas pesan dari lelaki itu.

Gue lagi izin gak ke sekolah, kak. Besok aja, deh.

Send.

Ara memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas selempangnya.

***

Gue lagi izin gak ke sekolah, kak. Besok aja, deh.

Reza membaca pesan yang dikirimkan Ara padanya. Kemana gadis itu?, pikirnya.

"Za, anterin mama ke rumah sakit" pinta Fara --mama Reza.

"Iya, ma. Kan udah mama bilang dari kemaren, makanya aku gak sekolah kan hari ini?" terang Reza.

"Hihi, iya sayang. Ayo, buruan!"

***

Di sisi lain, Danta yang sedari tadi tidak bertemu Ara merasakan perasaan aneh yang tak bisa dijelaskan.

"Eh, si Danta kenapa, sih?" tanya Aura pada Bagas.

"Mana gue tau, tanya aja ndiri!"

Gadis yang bernama Aura itu mendekati Danta. Dan mulai menampilkan sikap perhatiannya.

"Ta, lo kenapa? Sakit? Yuk gue temenin ke UKS" ucap Aura lembut.

"Gausa, Au, makasi" tolak Danta.

Gadis itu memasang wajah cemberutnya. Lagi-lagi Danta selalu menolak perhatiannya.

"Cie, ngambek" Kelvin menyikut lengan Aura.

"Apa sih lo!" geram Aura, galak.

"Galak bener, neng! Lo rese kalo lagi laper! Kuy dah ke kantin! Makan miso Aspalela!!"

Aura hanya menatap Kelvin sinis.

"Idiot.." gumam Aura.

"Ganteng gini lu kata gua idiot? Mata lu bisu, ya!"

"Bacot" respon anak cewe barengan.

Kelvin pun akhirnya tak berdaya.

***

Ara tak bisa membendung tangisnya saat mengetahui kesehatannya sekarang. Benar-benar kenyataan yang berat.

"Ara, kamu harusnya lebih banyak istirahat. Jaga kesehatan kamu. Tante udah bantu kamu sebisa tante. Tante sayang banget sama kamu, Ra. Seperti ibumu menyayangimu.. Jadi, tante mohon untuk kali ini.. Istirahatlah dulu dari kegiatan apapun.." terang Jena, dokter dan juga teman almarhumah ibunya Ara.

Ara mengusap air matanya, mengangguk dan memaksa senyumnya.

"Terimakasih, tan. Ara mohon tante selalu jaga rahasia ini ya.."

"Iya sayang, always for you" Jena mengelus lembut rambut Ara.

***

Ara keluar dari ruang pemeriksaan. Namun tidak sengaja ia menabrak tubuh tegap seseorang. Ia segera meminta maaf atas kesalahannya.

"Loh, Ara?"

Ara menatap wajah orang yang tengah berada di hadapannya kini. Terkejut bukan main bertemu dengan Reza disini.

"K-kakak ngapain?" tanya Ara pelan.

"Nemenin mama check up"

"Lo sendiri ngapain?" tanya Reza sambil menatap Ara penuh selidik.

Ara yang ditatap seperti itu jadi merasa takut. Ia takut. Takut jika segalanya terbongkar.

"Gue.. ngambil resep obat temen" jawab Ara singkat.

Reza masih diam. Mencerna jawaban gadis di hadapannya kini. Memahami setiap perubahan air muka Ara.

"Bohong"

Satu kata yang sukses membuat Ara bungkam.

"Kak, bukannya lo udah janji ya? Gak kan ngurusin hidup gue lagi? Tolong, lo jaga janji lo itu" jelas Ara.

Reza menatap gadis itu. Gadis yang pernah berbagi tawa bersamanya, namun sesungguhnya ia tak benar-benar mengenal seorang Ara.

"Trus, sampai kapan lo mau diam aja? Sampai kapan lo mau berlaku seenaknya? Sampai kapan?" tanya Reza masih menatap Ara.

"Sampai gue benar-benar ngilang dari hadapan lo!" jawab Ara dingin.

"Lo egois"

"Ya, kak. Gue egois. Jadi, kita punya alasan untuk mengakhirinya.. Gue pamit"

Reza tersenyum simpul dan menghela nafas. Ia tahu meski gadis itu tidak tahu.

...


-Aradanta on going.

ARADANTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang