Bab Sembilan - Playing WIth Death

5.5K 465 65
                                    

            Sembilan

            Playing With Death

            Ada dua hal yang kulakukan setelah mendengar nada mengejeknya tadi. Bola mataku terputar ke atas, lalu aku mendesis kesal. “Kau makhluk terkutuk jelmaan iblis bajingan yang dengan kurang ajarnya mengirimkan fantasi liar menjijikkan seperti itu ke dalam pikiranku.” Aku melipat tangan di depan dada. “Jika Draven tahu, kau pasti tamat, Hunter.”

            “Whoa. Seorang Hunter tamat di tangan nephilim macam Draven?” Dengan congkak, dia meninggikan dagunya, lalu mengusap hidung sebelum menertawakan ancamanku. “Kalau aku jadi kau, My love. Aku tak akan mengatakan hal memalukan seperti itu. Bersembunyi di belakang seorang kekasih adalah tindakan pengecut.”

            Sebelah alisku terangkat. Aku berusaha mengendalikan diri agar tidak menyerangnya. Mengendalikan Hazel, lebih tepatnya. Anak iblis ini selalu sukses mengobarkan api peperangan di antara kami. Dia butuh diberi pelajaran keras, tapi tidak sekarang. Terlalu malas meladeninya.

            “Aku bukan seorang pengecut.” Telunjukku teracung di depan mukanya. Ingin sekali kucolok bola mata berlensa karamelnya itu. Yang sebenarnya, sangat indah. Terlalu indah untuk ukuran peranakan iblis.

            “Lilyrose, kau bisa menyampaikan terima kasih kapan-kapan karena aku membanting setir tidak membunuhmu.”

            Oh, tunggu, Lily… Mumpung kau bertemu Hunter, bukankah lebih baik kau tanyakan padanya soal Montreal dan apa alasan bangsa daemon mengejarku? Jangan-jangan dia juga tahu pelaku di balik kematian ibuku. Jika aku bertanya padanya, kecil kemungkinan dia berkata jujur. Tapi, dia tak akan melindungiku tanpa alasan, bukan begitu?

            Kalau dinalar secara logika, mana mungkin Hunter Lautreamont mau melindungiku. Hanya daemon bodoh yang melakukannya. Atau bisa jadi Indigo hanya asal bicara.

            “Kau tahu apa tentang diriku?” tanyaku di luar dugaan.

            Hunter menelengkan kepalanya ke satu sisi seakan menelaah apa yang sedang kupikirkan saat ini. “Kau? Makhluk bodoh yang cukup naif?”

            Sudah kuduga dia tak akan mau mengatakannya. Daripada membangunkan rasa kesalku, lebih baik aku pergi saja dari hadapannya. Kubalikkan badanku menjauh darinya. Beberapa langkah di depan, aku masih merasakan tatapan panas di belakangku, menusuk punggungku hingga membuatku seperti dibekukan di tempat ini. Namun ketika kakiku kembali bergerak menjauh, aku bisa menghembuskan napas lega. Sebelum menghilang di balik tembok, aku menoleh sebentar ke arah Hunter yang matanya tetap mengamatiku dengan saksama. Dengan sinar misterius. Sebanyak apapun aku bertanya, dia tak akan mau menjawab apa yang diketahuinya tentang keluargaku.

            ***

            Aku baru menyelesaikan kelas tambahan sore harinya. Sophia dan Vasilissa mengatakan padaku tidak dapat menemaniku sampai sore seperti ini, sebab mereka memiliki urusan lain. Tidak memaksa, aku membiarkan mereka pergi tanpa diriku. Sekarang di koridor yang sepi ini, aku sibuk memasukkan buku-bukuku dari loker ke dalam tasku. Kututup pintu loker cukup pelan, namun menimbulkan suara yang menggema di sepanjang koridor. Aku merasakan keberadaan seseorang yang mengawasiku begitu intens. Bulu-bulu halus di tengkukku sedikit meremang. Secara instingtif, aku mengusap tengkukku dengan telapak tangan. Ekor mataku menelisik ke berbagai arah, bersikap waspada, dan memberikan tindakan defensif. Bersiap-siap andai saja ada penyerang yang mengepungku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 17, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Descendant (CANCELLED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang