2- Semestinya

55 3 0
                                    

Semakin tinggi pijakku

Semakin kecil hal-hal disekitar

Aku berhasil

tapi saat kulirik kebelakang

dia sudah kukorbankan

di tengah-tengah pendakian.

------------

Altair Putra Angkasa.

Siapa yang tidak kenal dengan nama itu. Salah satu artis remaja yang paling digilai oleh remaja Indonesia. Wajah tampannya, kemampuan vocal, permainan gitar dan lagu-lagu ciptaannya menjadikan Altair sebagai penyanyi muda yang bersinar terang di industri music Indonesia. Bahkan tiada hari tanpa namanya disebutkan di televise. Saat dia merilis lagu baru, lagu tersebut selalu menjadi nomor satu. Saat ada berita tentangnya, namanya akan muncul di mesin pencarian nomor satu. Ketika dirinya berulang tahun, hastag tentangnya akan menjadi trending topik. Penampilannya akan selalu ditunggu, setiap mengadakan konser tiketnya selalu terjual habis.

Intinya, dia menjadi pusat perhatian jutaan pasang mata di Indonesia.

Pagi ini, sosok Altair yang baru keluar dari mobil dan ditemani managernya disambut suara teriakan fans yang sudah menunggu kedatangannya. Karena orang-orang yang datang sangat banyak pihak keamanan dikerahkan untuk mengawal Altair masuk ke gedung tempatnya mengisi acara musik.

Panggung yang sebelumnya gelap seketika terang bersamaan dengan sinar lampu yang mengarah pada Altair, berdiri santai dengan memegang gitar. Siap untuk menghibur penduduk bumi sekali lagi. Lagu 3 a.m ciptaanya mengalun lembut, membuat orang-orang yang menontonnya melambaikan tangan karena menikmati.

3 a.m
Waktu kita bicara
Seolah hanya waktu itu yang tersisa.

Lagu ini tentang jam 3 malam, waktu dimana dia dan Kiona biasa bercerita tanpa jeda. Tertawa tanpa pura-pura. Inspirasi selalu sederhana kan?

Setelah membawakan dua lagu Altair duduk diruang ganti sambil memejamkan mati, sampai managernya datang.

“apa, segmen game?” Tanya Altair dengan nada suara tak suka.

“Iya, lo harus ikut segmen itu” jawab Rian. Manager Altair yang terpaut 4 tahun lebih tua.

“ Gue kan udah bilang kak, gue Cuma datang buat nyanyi. Bukan buat main game gak jelass itu.” Tegas Altair sekali lagi. Dirinya tidak pernah suka hal-hal seperti itu.

“tapi lo juga tau Al, ini maunya Ibu Laras.”

“Batalin. Ayo ke show selanjutnya.”

Rian menghembuskan napas pasrah, Altair termasuk keras kepala untuk hal-hal seperti ini. Dia tidak akan berhasil membujuk Altair, pada akhirnya dia harus terima diomeli oleh Ibu Laras, Direkur Utama Galaxy management.

Menjadi serang penyanyi memang cita-cita Altair, dan hal itu sudah terwujud dengan sempurna bahkan lebih dari sempurna. Tapi dia hanya ingin didengar lewat music. Ingin bertahan karena memang dirinya punya kemampuan dan bakat. Tujuannya berada di industri musik ini adalah agar musiknya didengar orang lain. Agar musiknya menjadi penyemangat untuk orang lain.

Setidaknya itu yang mama Altair amanatkan.

***

Setelah manggung di lima tempat yang berbeda hari ini, Altair pulang dengan keadaan lelah. Dia akan langsung mandi dan masuk ke studio kecilnya yang ada di dalam rumah, studio yang dibuat oleh mamanya saat Altair mengatakan bahwa dia ingin jadi penyanyi. Suara gitar mulai memenuhi udara. Tapi Altair memetiknya dengan tanpa suara, melamun tepatnya.

Kiona, gue kangen.

Orang bilang kita akan terbiasa jika terus menghadapi hal yang sama. Walau itu luka sekalipun. Tapi, Altair tidak pernah terbiasa. Sekalipun ini adalah apa yang dia mau, terbiasa untuk tidak melihat Kiona disekitarnya lagi. Terbiasa untuk tidak mendengar suara favoritnya lagi, suara Kiona.

Dulu saat dia selesai menyanyi sambil memetik gitar, suara tepukan tangan Kiona akan memenuhi studio kecil ini diikuti pujian-pujian dan jari jempol yang disodorkan tepat dihadapan Altair. Walaupun sekarang lebih banyak yang bertepuk tangan untuknya, lebih banyak yang memuji dan meneriakkan namanya, semua itu tidak sebanding dengan pujian dan tepukkan tangan Kiona. bahkan kalau bisa Altair ingin menukar semua tepukkan tangan yang dia dapat dari atas panggung dengan tepukkan tangan Kiona di studio kecil ini asalkan Altair bisa mendengarnya lagi.

Sudah setahun dia memutuskan untuk menghadirkan jarak di antara mereka. Sekarang Altair menyesalinya. Semestinya Kiona sedang duduk di hadapannya sekarang atau mereka akan bercerita panjang lebar dengan jarak balkon kamar masing-masing yang berhadapan.

Malam itu saat Altair mengingatkan Kiona untuk tidak begadang karena akan merepotkan kedua orangtuanya, sebernanya ada kalimat yang tertahan setelah itu.

“jangan keseringan begadang. Lo bakal nyusahin tante sama om kalau sakit, karena gue gak bisa disamping lo terus kayak dulu. Gue gak bisa lagi lo repotin saat sakit.”

Semestinya Altair tau, ada konsekuensi untuk mencapai titik tertinggi. Kehilangan, salah satunya. Karena beberapa hal tidak bisa dipaksa untuk menemani, ada beberapa hal yang gak bisa lo genggam hingga ke puncak tertinggi.

---------
Seuntai kata untuk Pembaca.

Selamat berkenalan dengan Altair.

Sang LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang