8 - Pahami Saja

53 5 0
                                    


Langit malam

Bintang itu terlihat cemerlang

Gelapmu dihiasi setitik terang

Aku pun mulai paham

Rupanya, Selama ini kau tak pernah

sendirian.

****

Sampai hari berganti berita hubungan Altair dan Lalisa masih menjadi topic paling hangat yang dibicarakan penduduk bumi. Ada yang mendukung penuh dengan komentar-komentar social media mereka, ada yang kontra dengan hubungan mereka dan berkomentar secara terang-terangan, dan tentu saja ada yang tidak peduli. Namun di sudut bumi ini, ada yang ingin memberikan dukungan namun dihalangi pembenaran hati, ingin marah dan menolak kenyataan tapi dia tak punya cukup nyali, dan dia juga berusaha tidak peduli tapi hal ini terus saja menghantuinya bagai mimpi buruk. Lebih buruknya ini adalah kenyataan yang tak bisa hilang begitu saja keesokan harinya. Perasaan serumit itu.

Kiona seolah menjauh dari dunia maya, mencoba mencari kesibukkan  yang lebih banyak di dunia nyatanya. Tuga kuliah yang biasa dikerjakan sesaat sebelum deadline sudah selesai jauh-jauh hari, Kiona juga lebih memilih menonton film jika dirinya memiliki waktu luang dan lebih sering mengunjungi Aeris walaupun berakhir duduk sendiri sambil membaca buku karena Aeris sibuk bekerja di kafenya.

Entah ini sikap yang benar atau salah, Kiona hanya ingin menjauh saat ini. Kiona hanya ingin menciptakan dunianya sendiri. Tolong pahami saja karena kalau perasaan bisa begitu sederhana, takkan ada manusia yang bersusah payah menanggungnya.

Malam itu di kafe milik sahabatnya, Aeris, Kiona menulis di dalam buku catatan yang biasa ia bawa kemanapun, sesekali ia juga mencoret dan kemudian berpikir. Sudah hampir satu jam Kiona duduk disitu, tapi tidak ada satupun  puisi yang berhasil ia buat. Penyebabnya Cuma satu, Kiona sedang tidak ingin dunianya dikunjungi siapapun, Altair adalah salah satunya. Tapi, Kiona tau bahwa puisinya selalu punya objek yang sama, puisinya selalu tentang orang yang sama, Altair Putra Angkasa. Jadi malam itu mungkin tidak ada satupun puisi yang tercipta walaupun Kiona sudah harus mengirimkan puisi terbaru untuk majalah Teenstory .

Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam ketika kursi di depan Kiona bergerak menandakaan hadirnya seseorang, dan Zavian sudah mucnul dengan senyuman kecil dibibirnya. Orang yang sejam lalu menghujani spam chat kepada Kiona menanyakan keberadaan gadis yang berada dihadapannya sekarang.

“kalau gue nanya keberadaan lo sampai spam chat kayak gitu tandanya gue pengen banget ketemu, gue pengen banget lihat lo. Jadi tolong ya saudara Kiona, jangan bikin gue makin penasaran sama lo karena kalau rasa penasaran gue makin tinggi gue bisa lebih sadis lagi.”

Kata-kata Zavian sukses membungkam Kiona, serangan tiba-tiba itu membuat Kiona diam beberapa detik.

“Eh, tadi gue gak lihat hape makanya gak tau kalau lo chat. Habis darimana?”

“Kantor papa.”

Zavian selalu punya kegiatan rutin di kantor papanya, dia akan melihat dokumen-dokumen, berpakaian rapi untuk menemani papanya meeting , tanggung jawab anak laki-laki pertama akan selalu ditunjuk sebagai penerus apa yang telah orangtua perjuangkan dan Kiona tau itu, Zavian sudah banyak cerita. Tapi sekarang setelan rapi itu sudah terlihat berantakan. Dasinya yang sudah dilepas, dua kancing teratas sudah dibuka, lengan baju yang sudah digulung sampai siku dan muka lelah disertai rambut berantakan. Tapi, pesona Zavian letaknya disitu, bukan?

“Cape banget pasti.” Padahal tadi Kiona sedang tidak ingin diganggu, tapi moodnya kenapa cepat sekali berubah.

“Udah hilang capenya pas nyamperin lo.”

Mendengar jawaban Zavian, Kiona tibaa-tiba terkekeh. Menurutnya ini merupakan candaan seorang Zavian dan ia masih menanggapinya dengan santai.

“Kalau gak nyamperin gue capenya lebih parah gitu?”

“Langsung kritis kali gue, terus masuk ruang IGD. Dan itu semua salah lo.”

Kiona tertawa dan menutup buku catatannya, membereskan pena dan menaruhnya di dalam tas.

"Dih, kok jadi salah gue?” sewot Kiona

“karena gak ada pas gue cape dan butuh lo.”

Begitu saja, Zavian tersenyum dan Kiona membalas senyum itu.

“jadi, jangan buat gue nunggu kabar dan dimana keberadaan lo. Karena  Itu nyiksa banget.”

***

Sekitar jam 1 malam, Kiona pulang kerumahnya diantar oleh Zavian. Di kafe Aeris tadi, Kiona banyak mendengar cerita Zavian dan menganggapi seadanya. Karena pikiran kiona diambil alih oleh buku catatan yang belum ada puisi hasil karyanya. Dengan cepat, Kiona mengambil earphone, membuat secangkir Kopi dan duduk di balkon kamarnya menikmati suasana dan waktu paling syahdu untuk merenung, berpikir lalu menyampaikannya lewat kata di atas kertas yang sebelumnya kosong.

Setelah berpikir, Kiona mulai menulis kata demi kata.

Hai sang Langit.
Apa kabar?
Maaf lagi, gadis bumi ini semakin tidak tau diri.
Duniamu bagaimana?
Bintang terang itu manis sekali saat bersamamu.
Aku Cuma menyapa
Walau aku tau, sapaan itu
Hanya akan berakhir di kertas saja

Sang langit
Sekali-kali main ya ke bumi
Gadis bumi ini sudah hampir lupa
Kapan terakhir kita berbicara.
—Gadis bumi

Akhirnya Kiona menghembuskan napas lega, dia bisa langsung mengirim hasil puisinya ke majalah Teenstory. Setelah semuanya beres, Kiona menengadahkan kepalanya kearah langit.

“Ah, keindahan langit memang tak pernah mati.”

Tepat setelah Kiona mengatakan itu, lampu kamar Altair menyala, menandakan penghuninya baru saja pulang. Lama Kiona memperhatikan kamar di hadapannya, tak pelak hatinya berharap Altair akan muncul dari pintu kamar yang langsung terhubung dengan balkon itu. Tapi, beberapa harap memang hanya akan menjadi harap saja, Kiona tertawa kecil seolah mengasihani diri sendiri.

Semenit kemudian.

Ting

Sebuah pesan masuk ke handphone Kiona, jam 2 malam Kiona membuka handphonenya dan mendapati nama zavian disana.

Zavian : Jangan tidur kemalaman, bukan karena enggak baik buat kesehatan lo. Tapi, gak baik buat diri gue yang khawatirin lo. Jadi tidur ya, besok gue jemput. kita nonton spiderman.

Kiona tersenyum lagi, tapi kali ini senyum lebar bahagia yang tercipta karena isi pesan sederhana seorang Zavian. Tapi Kiona kemudian menutup handphonenya, menegadahkan kepalanya ke langit sekali lagi, dan menatapnya sendu, lalu tatapannya beralih menuju kearah kamar Altair.

Duniamu memang ramai sekali Langit, aku akan menjauh sebentar. Menenangkan diri dan menerima apa yang terjadi. Selamat karena sudah mendapatkan bintang terbaik.

Sang LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang