3 - Tepat Sasaran

54 7 0
                                    

Kilah saja sesuka hati

Bohong saja pada perasaan sendiri

Nanti ada yang mengerti

Tatkala melihat sinar matamu mati

-----------

Kiona berjalan pelan di koridor kampus menuju kelasnya yang terletak di paling ujung. Para mahasiswa sedang duduk, berdiri, bercanda bersama temannya, dan ada yang membuka laptop, mungkin sedang mengerjakan tugas. Beberapa di antara mereka memegang majalah teenstory, sebagian besar perempuan. Ada yang bercerita dengan antusias mengenai puisi kiona yang memakai nama gadis bumi.

"Gila, gue suka banget sama puisinya. Gak sabar nunggu edisi minggu depan." Ujar seorang wanita yang berbaju navy sambil memeluk majalah tersebut, sedikit lagi akan robek kalau dia memeluknya sekencang itu.

"Bukan lo doang kali yang suka, gue juga." Sahut temannya yang sedang fokus melihat ke layar laptop.
Sedangkan Kiona yang melewati mereka dengan mendengar percakapan itu tersenyum kecil.

Ah, bahagia.

Tak perlu diberi mobil mewah, atau tiba-tiba dihujani uang banyak. Cukup ada yang memuji tulisanmu, bahagia yang lain seolah tak ada harga.

***

Sehabis kelas saat sore menjelang, Kiona pergi ke sebuah cafe seberang jalan dekat kampusnya jadi tak heran kalau melihat banyak mahasiswa yang nongkrong disini. Kiona langsung duduk di sebuah tempat yang akan selalu menjadi tempatnya ketika datang ke sini. Dekat jendela, dan menghadap ke jalan. Saat Kiona asik menatap jalanan ramai, seseorang memberikan secangkir cappuccino dan duduk di hadapannya dengan tampang datar seperti biasa.
Aeris Rea, sahabat Kiona dari SMA. Dia juga mengenal Altair, karena kami dari SMA yang sama. Hanya saja Kiona lebih lama mengenal Altair daripada Aeris. Oh iya, ini café miliknya.

"Masih juga mikirin si bangsat." Ujar Aeris sambil melempar majalah dan terpampang puisi kiona disana, membuat Kiona terkekeh. Aeris memang begitu, blak-blakkan dan apa adanya, dia juga tau mengenai perasaan Kiona pada Altair karena walaupun tampangnya cuek Aeris termasuk peka kepada orang-orang yang dekat dengannya.

"jahat amat lo, Ris." Kiona menimpali.

"Lebih jahat gue apa dia yang tiba-tiba ngilang, yang tiba-tiba ngejauh?"

Kiona menjawab pertanyaan Aeris dengan diam. Karena Kiona tidak punya jawabannya. Tapi mungkin dia sadar, bukan Altair yang jahat tapi dirinya saja yang salah. Karena jatuh cinta.
Melihat Kiona yang tak menjawab, Aeris memilih untuk pergi.

"selamat berjuang, eh maksudnya selamat menikmati. Jam segini rame, gue kebelakang dulu. Nih minuman gratis, itung-itung gue sedekah buat yang patah hati." Lanjut aeris sambil berdiri.

" makasih loh kebaikannya."
Setelah Aeris pergi, Kiona membuka sebuah buku yang selalu dibawanya kemanapun. Saat dia tidak membawa laptop, buku ini yang akan menampung aksaranya. Tempat paling aman untuk bercerita lewat kata. Saking seriusnya menulis, Kiona tidak sadar kalau hari sudah semakin gelap. Di benahinya beberapa buku yang berserakan karena tadi dia sempat mengerjakan tugas, karena terburu-buru buku catatannya jatuh dibawah meja. Kiona melangkah keluar kafe tanpa pamit ke Aeris, tapi sebuah panggilan menghentikan langkahnya.

"Mbak, ini bukunya jatuh tadi di dalam kafe." Ujar laki-laki yang lebih tinggi dari Kiona, terlihat mengatur nafas karena berlari. Ketika melihat buku catatan yang berisi tulisan-tulisannya mata Kiona terbelalak. Kenapa dia bisa seceroboh itu?

"Makasih." Kiona kembali berjalan cepat, tapi laki-laki tadi mengikutinya.

"Sebentar."

Kiona berhenti dan berbalik badan ke arahnya.

"Lo, gadis bumi yang nulis puisi di majalah Teenstory?"
Mendengar pertanyaan itu, Kiona jelas kaget. Tidak siap kalau identitasnya diketahui karena kecerobohannya sendiri, terlebih lagi selama ini yang tau bahwa dia adalah gadis bumi hanya sahabatnya, Aeris.

"Lo baca notebook gue?"

"Iya, dengan tidak sengaja. Tadi kebuka pas jatuh." Jelasnya.

Sebelum Kiona betul-betul mencerna apa yang terjadi, laki-laki dihadapannya menyodorkan tangan.
"gue penggemar berat puisi-puisi lo. Kenalin, nama gue Zavian. Nama lo siapa?"

"lo gak bakal kasih tau siapa-siapa tentang identitas gue yang sebernanya, kan?" bukannya menyambut tangan Zavian, Kiona kembali bertanya.

"Tenang, gak ada orang yang suka kelemahannya diketahui orang lain. Sekalipun kita berusaha kuat, kelemahan selalu menjatuhkan. Dan lo terlihat terlalu mudah jatuh. Jadi, Rahasia lo aman."

Tepat sasaran, Kiona terkejut ada yang paham. Tapi tak pelak, Kiona menghembuskan napas lega walaupun kemungkinan besar perkataan Zavian masih diragukan.

"by the way, lo belum jawab pertanyaan gue. Nama lo siapa?"

"oh iya. Nama gue Kiona. Kiona Dea."

---------

Sang LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang