Song Hye Ji PoV
Pukul sepuluh malam dan aku baru menyelesaikan pekerjaanku. Belakang aku memang tengah menggila pada pekerjaan. Bukan hanya karena pekerjaanku yang memang tengah bertumpuk-tumpuk, tapi ada sesuatu dalam pikiranku yang ingin aku alihkan lewat pekerjaan.
Dua hari lalu, setelah pertemuanku dengan Yoongi—aku tidak dapat menghilangkan pikiranku tentangnya. Tentang pertemuan kami, tentang kenyataan yang saat ini terjadi. Bahkan tak jarang dengan gilanya aku bergeriliya memikirkan masa lalu—masa saat kami masih jadi sepasang kekasih—bukan orang lain seperti saat ini.
Aku berjalan menuruni tangga. Kantor tentu saja sudah gelap gulita karena memang jam produktifnya hanya sampai pukul tujuh malam.
Dengan langkah gontai lemas aku keluar dari gedung kantor menuju parkiran, hari ini aku memang belum menyentuh makanan apapun selain segelas americano yang sengaja kupesan dengan ukuran large. Hari ini pun aku membawa mobil—terlalu tak bertenaga untuk naik turun bus atau berjalan dari halte menuju kantor.
Aku terus berjalan menuju tempat parkir. Sesekali mendesah kasar entah karena apa, hanya terasa ringan saja saat ada desahan kasar yang keluar, sampai tak kusadari sebuah pot bunga menjegal langkahku—mebuatku terhuyung, hampir terjatuh kalau saja sebuah tangan yang sigap tidak menahan pundaku.
Hampir saja
Aku menengok kebelakang. Memastikan siapa sosok yang menjadi penyelamatku malam ini.
"Yo—Yoongi?"
Aku membelalak ketika mendapati si tangan sigap itu tak lain adalah seorang Min Yoongi yang masih memegang pundaku dengan wajah datar tanpa ekspresinya itu.
"Tidak berubah. Masih saja ceroboh." Katanya yang kuyakin itu ditujukan padaku.
"Sedang apa disini?"
Yoongi melepaskan tangannya dari pundaku. Melengos berjalan melewatiku, "antarkan aku pulang!" Katanya sambil tetap berjalan.
Aku tentu tidak tinggal diam. Sedikit berlari untuk mensejajarkan diri dengan Yoongi yang langkahnya memang tak selebar Jungkook, tapi selalu berjalan dengan kecepatan diatas rata-rata orang berjalan.
"Yaa. Itu mobilku, mau apa?" Tanyaku ketika Yoongi berdiri tepat didepan pintu mobilku.
"Kan sudah kubilang, antarkan aku pulang."
"Kenapa? Tidak mau." Kataku menolak
"Aku tidak bawa mobil. Dompetku tertinggal di studio."
"Lalu bagaimana caranya bisa sampai sini?"
Yoongi tak langsung menjawab. Ia sempat diam, terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu. Jangan bilang ia lupa bagaimana caranya sampai disini.
"Aku menumpang mobil temanku."
Aku memutar bola mataku saat mendengar jawabannya, "lalu kenapa tidak menumpang sampai rumahmu saja? Kenapa malah ke kantorku?"
Yoongi hanya diam. Ia malah menatapku. Dan sedetik kemudian ia berhasil merebut kunci mobil yang sejak tadi kupegang. menekan tombol unlock pada remotnya, dan otomotis pintunya tidak terkunci—membuat Yoongi dengan kecepatan super menerjang masuk dan duduk dikursi penumpang.
Rasanya tidak ada lagi kalimat yang bisa kulontarkan untuk memakinnya. Pun akan sia-sia, karena telinga Yoongi mungkin terbuat dari beton yang sama seperti yang digunakan untuk membangun tembok Cina. Terlalu bebal, tidak tertembus.
Dengan terpaksa aku ikut masuk kedalam mobil. Duduk dikursi kemudi lalu memasang seatbelt, "pakai seatbelt mu!" Ucapku pada Yoongi. Ia tentu tak perotes dan langsung memasangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Scenario
RomanceBerpisah denganmu adalah hal terberat yang pernah kualami. Namun ternyata, kembali bertemu denganmu jauh lebih berat dari perpisahan itu. Bukan karena cintaku yang telah usai. Namun karena dirimu yang membawa tokoh lain dalam cerita kita. Kehadiran...