Another Matahari Story - Part 7 - Ari Version

584 12 1
                                    

Arinna dan Dafa menyusuri jalanan di ibukota. Sesekali mereka berhenti sekedar menyicipi jajanan pinggir jalan. Arinna juga membeli mainan kunci di toko aksesoris kecil. Dipilihnya sebuah bandul berbentuk kepala monyet. Arinna sukaaa sekali. Monyet dan sejenisnya emang favorit Ari. Sudah nyaris tak terhingga banyaknya ia meminta agar diizinkan memelihara seekor simpanse. Eh bukan seekor. Lima ekor. Kalau bisa seratus ekor. Atau semua simpanse di muka bumi ini. Pasti akan dirawatnya.

"Kalau minta lebih dari seekor, namanya bukan melihara. Tapi bikin penangkaran. Kalau binatang seperti itu lebih baik hidup dihabitatnya." jelas papa.

Untuk melampiaskan keinginannya itu, Arinna memenuhi kamarnya dengan semua yang berbau primata. Dari boneka. Karpet di kamar. Langit langit. Foto fotonya ketika berkunjung ke ragunan. Komplit.

Arinna selalu sedih melihat teman teman hewannya itu yang terpaksa masuk ke kampung karena habitatnya dirusak. Miris.

Ari memaksa mengganti gantungan kunci mobil Mas Dafa dengan kepala monyet itu. Lalu tertawa senang. Ia membeli satu lagi untuknya di rumah.

Keduanya melanjutkan muter muter Jakarta sambil bercerita banyak. Mas Dafa dengan aktivitasnya pelatihan militer. Ia yang harus ekstra disiplin. Harus ekstra berani. Patuh dan setia. Arinna jelas menangkap wajah bangga masnya itu. Ia pun bangga.

Ganti Arinna yang bercerita. Kali ini soal tadi pagi. Ari terang terangan cerita soal kakak tingkat yang gak dikenalinya. Soal ia yang cabut. Plus ketemu lagi dengan kakak tingkat yang sama di taman depan kampus. Arinna menceritakan tentang kejengkelannya dengan si dia itu. Semuanya komplit.

"Makanya kamu kira kira dong. Masa mahasiswa baru nantangin gitu." komentar Mas Dafa.

"Dia aja ngeselin. Mentang mentang senior. Dia pikir Ari takut. Begituan mah kecil." Ari menjentikkan jarinya.

Dafa tertawa. "Yakin berani sama senior? Ini beda loh sama waktu kamu SMA. Kalo berani, beneran berani, Mas kasih apa, yaa?" Mas Dafa tampak berpikir. Pura pura berpikir tepatnya. Ia ingin melihat reaksi adiknya ini.

"Berani!! Kalau cuma dia doang mah Ari berani! Ayo mas kasih taruhannya." tantangnya lagi.

"Hmm. Liburan depan mas ajak kamu ke camp."

"Apaa!! Serius mas? Sumpah mas?? Oke deal." Ari bersorak senang. Ia membayangkan dirinya akan berlibur di Melbourne, di camp masnya. Aaaaah....

"Eh apa tuh? Rame rame gitu..."

Mas Dafa menunjuk ruko pinggir jalan yang ramai dengan puluhan motor terparkir didepannya, juga dua buah mobil jeep. Ari ikut melirik.

"Ada tukang ketoprak, Ri. Mampir yuk sambil nontonin mereka."

Arinna mengangguk.

"Ini jalan ke Manggarai. Baru tau gue." Ari menyipitkan matanya. Aneh banget. Ini mah jalan ke rumahnya Bayu. Sama sekali bukan ke Manggarai.

"Ke rumah Bayu bentar, ya. Oji sms katanya mereka berantem di sana. Bantu misahin kita."

"Si Oji bukannya ke Solo?"

Ridho gelagapan, kemudian berusaha tenang. "Dia ngomong gitu? Dibohongin lo."

"Sialan tuh anak. Gue bela belain pidato gantiin dia, ternyata dikerjain. Awas aja ntar!"

Ridho melirik Ari diam diam,  memastikan Ari tidak curiga pada apapun.

Benar saja di depan rumah Bayu terparkir jeep Agung, anak geologi juga. Masih di mobil mereka berdua melihat Bayu mencengkram kerah Agung dan memberinya bogem mentah.

Ari melompat langsung sebelum mobil berhenti. Ridho mencari tempat parkir yang pas. Ari menahan tubuh Bayu dan menghempasnya mundur.

"Apa apaan nih. Kenapa lo berdua?"

Another Matahari StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang