Another Matahari Story - Part 6 - Ari Version

587 14 0
                                    

Ari tiba di rumah. Ia baru saja menghubungi Oji sekedar memberitahu kalau tugasnya sudah selesai. Dibukanya lemari es dan meneguk sebotol es lemon langsung. Ditutupnya kembali.

Ari sempat mencerna isi pesan Oji yang keliatan kaget banget begitu dengar kalau tugasnya udah kelar. Aneh. Jangan jangan nih anak ngerjain gue lagi, batinnya. Terserahlah.

Ari langsung menuju kamar. Tidak ada lagi yang bisa dilihat di bawah. Kosong. Sepi. Seperti biasa. Inilah nasib kalau memilih merantau ke negeri orang. Jakarta, apa lagi? Ari asli orang Yogja. Ia memilih melanjutkan kuliah di Jakarta agar bisa jauh dari keluarganya. Ahh.... Mereka membosankan. Itu defenisi yang pas, dengan semua aturan yang menjeratnya. Sementara di kota ini, sendiri, ia bebas melakukan apapun sesukanya.

Ari membeli rumah cukup besar berlantai dua di Depok dekat kampusnya. Disinilah Ari tinggal bersama dua orang pembantu dan seorang penjaga. Ari jarang pulang. Ia lebih banyak menghabiskan waktu di luar bersama sama temannya seperti bermain futsal ataupun hiking ke sekitar JaBar. Atau sekedar buang stres ia memilih trek trekan bersama Ridho di jalanan. Sesekali minum minum. Bukan alkohol. Soft drink aja.

Biar bandel begitu, Ari punya batas juga. Dia gak ngedrugs. Sama sekali. Prinsipnya, gue lebih milih langsung terjun dari lantai kamar gue daripada menyiksa diri sama obat obatan begitu. Susahnya bakal seumur hidup. Ari ngerokok. Jelas. Dari SMA malah. Cuma ini yang bisa membantu mengontrol emosinya kalau sedang stres atau kalap.

Ari duduk di balkon kamarnya. Masih jam setengah sepuluh pagi. Ia kehabisan ide untuk setengah hari lagi yang akan sangat panjang ini. Mendadak dia bosan dengan semuanya.

Ari teringat mamanya. Wanita itu pasti tengah sibuk menyiapkan acara mereka lusa.

Ari mendesah. Ia meratapi keberlimangan hartanya ini. Bukannya tidak bersyukur. Hanya saja bukan seperti ini yang diinginkannya. Ah! Emangnya boleh request sama Tuhan.

Ia menyulut rokok. Sebuah lagu ia mainkan lewat petikan senar gitar. HIGHWAY DONT CARE.

Sebuah telepon masuk.

"Kenapa?"

"Datang?"

"Gak ah. Males gue."

"Sama, gue juga. Tapi gimana dong."

"Lo dateng aja. Wakilin kita."

"Ck. Giliran gue sekarang, ya?"

"Iya."

Suara di seberang diam sesaat.

"Boleh bawa cewek gak sih?"

"Boleh. Lo bawa aja semua cewek di kampus lo. Bikin hajatan sekalian disana. Sama penguburan lo setelah itu. Sinting!!" omel Ari.

Suara di seberang tertawa lepas.

"Iya iya. Paham gue. Gue masih mau lulus dulu. Masih mau menikmati hidup. Cuma gue takut dijodohin disana, Ri."

Kali ini ganti Ari yang tertawa.

"Yang itu bisa nego sama gue. Kalau cakep kasih gue."

"Sialan lo." sahutnya.

"Masih sama cewek lo itu kan?"

"Masihlah. Orang gue setia gini. Emangnya lo. Maniak."

"Anjir."

Keduanya tertawa puas.

"Cari cewek lo. Udah tua. Ingat umur."

Ari memikirkannya. "Gak ada yang minat gue."

"Hehe. Kayak mau beli porselen nyokap. Sinting!"

Ari benar benar memikirkannya. Saudara kembarnya di seberang sana bernasib beda dengan dia. Ata, udah 2 tahun lebih pacaran sama ceweknya yang sekarang. Ari lupa namanya. Ata emang keren, Ari akui itu. Dia ogah gonta ganti pacar. Setia banget. Ahh bulshit! Ari menepis. Tuh anak bukannya setia. Cuma emang gak ada waktu buat selingkuh. Belajar mulu kerjanya. Ari ingat setiap kali Ata mengadu kalau ia kelupaan ulangtahun ceweknya sendiri. Parah banget.

Berbeda dengan dia yang rata rata dekat sama cewek cuma 2 sampe 3 minggu. Gak lebih. Ari bosan soalnya. Itu cewek cewek ribet banget. Yang minta dianterin lah. Makan keluar mulu. Dipaksa bikin janji janji konyol soal masa depan. Mana bisa dia!

Ari menutup teleponnya setelah dimaki Ata yang merasa diabaikan karena Ari ngelamun di seberang.

Tuhan, cariin gue cewek...

***

"Mas, mas. Ntar malem jalan yuk. Kayaknya rame di luar."

"Kemana?"

Arinna berpikir. "Kemana gitu, mas. Muter muter aja. Yayaya."

Mas Dafa mengangguk. Setelah itu dia sibuk kembali dengan kertas ukuran satu meter yang terpampang di depannya. Gambar kerangka mesin pesawat. Keningnya sampai mengerut mempelajari tiap bagiannya.

Sementara di tempat lain  Oji sibuk bersama Ridho mempersiapkan surprise party buat Ari malam ini. Oji mengurus kue dan juga sudah menyeret penjaja makanan keliling seperti bakso, mi ayam, ketoprak ke tempat lokasi. 10 kotak pizza beda rasa juga sudah siap diantarkan pukul 10 nanti. Berbagai macam jus dan soft drink juga sudah siap. Sempurna.

Sementara Ridho mengurus hal yang tak kalah penting dan susah. Soal bagaimana akan dibawanya Ari ke tempat ini nanti. Enak kalo Ari emang lagi mood keluar malem, kalo enggak habislah sudah. Butuh jotos jotosan dulu baru Ari mau.

Ridho mengirimi sebuah pesan singkat.

RI NTAR MALEM TEMENIN GUE KE MANGGARAI YA.

NGAPAIN? NYARI SETAN.

IYA. POKOKNYA TEMENIN AJA. GAK SIBUK KAN LO?

YA. ENGGAK.

APA NIH MAKSUDNYA? IYA APA ENGGAK?

IYA IYA. ENGGAK.

??? SINTING!! NTAR MALEM GUE JEMPUT. SIAP SIAP LO.

OK.

Ari terkekeh. Emang godain sobatnya asik banget. Tiba tiba Ari teringat seseorang. Arinna. Cewek yang tadi pagi ketahuan cabut sehabis upacara. Cewek itu mengusik hati Ari. Dia manis sekali. Senyumnya tulus. Tanpa sadar Ari tersenyum. Sudah lama ia tidak jatuh hati seperti ini. Lama banget. Mungkin .... terakhir pas SMP. 6 tahun lalu.

"Lama banget." desisnya. "Jadi selama ini gue jalan sama cewek yang gak gue suka. Udah gila gue kayaknya."

Ari kembali mengingat potret wajah Arinna, gadis yang punya nama panggilan yang sama. Mereka sama sama Ari. Ari melanjutkan hipotesanya kalau ternyata mereka berjodoh. Ari langsung sumringah.

"Gue bakal dapetin dia. Harus!"

Ari salah besar. Tidak semudah itu mendapatkan Arinna. Cewek ini berbeda. Ia punya 4 orang yang siap mengintrogasinya kalau ingin dekat dengan Arinna. Siapa lagi kalau bukan mas masnya sendiri. Okelah untuk masalah ini boleh sedikit ditolerir. Yang parahnya, Arinna sendiri selalu menutup hatinya. Tak lagi untuk siapa pun. Sudah lama mati.

Berarti ini akan jadi perjuangan yang super keras. Mungkin menguras tenaga atau bahkan air mata, meskipun seharusnya tidak begitu. Disaat seorang berkeras mengejar, seorang lainnya malah menghindar mati matian.

Another Matahari StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang