Kisah di sebuah kerajaan antah berantah, hiduplah seorang putri bernama Niedha. Dia adalah seorang putri yang cantik, baik hati, namun sedikit memiliki sifat buruk seperti mengupil, mengatakan setiap orang dengan panggilan 'eeq' atau bahkan 'mbee'. Putri Niedha hidup bersama sang ayahanda yang bernama Al namun terkenal dengan julukan Alien. Dan ibunda yang bernama Alexandria.“Aku nggak mau menikah, Ayahanda, Ibunda! Apalagi dengan … dengan pangeran yang sama sekali tidak jelas asal usulnya itu!”
“Putriku, ibunda juga sama sekali tidak menyukai ide perjodohan ini. Tetapi, keputusan ayahmu untuk memperluas kerajaan dengan negeri tetangga, melalui pernikahan politik ini lebih menguntungkan kita yang merupakan kerajaan kecil. Negeri akan terhindar dari tragedi tangisan massal para janda dan anak yatim piatu.”
“Tetapi, Ibunda—”
Niedha belum selesai memberikan penolakan, namun sang ibunda memilih pergi meninggalkannya. Niedha memiliki pemikiran gila, dengan mencoba kabur dari perjodohan ini, namun ternyata digagalkan oleh ibundanya sendiri dengan mengikat Niedha dengan rantai di jeruji jendela kamarnya. Niedha berusaha meminum racun sebagai bentuk protes, namun kembali digagalkan oleh sang ayahanda yang memberikan penawar berupa upil ajaib. Kini Niedha kini hanya menangisi nasibnya, yang terpaksa menikahi sosok yang tidak ia cintai.
Hari-hari mulai berlalu, kini saatnya untuk memperkenalkan kedua calon mempelai dalam upacara pertunangan. Niedha kini telah dirias oleh para pelayan, rambut yang sering mengembang seperti surai singa kini telah lurus seperti tentakel ubur-ubur. Dengan tambahan hiasan bunga, rambut sang putri yang biasanya berbau apek kini berubah menjadi wangi aroma kamboja.
“Ish, Eeq 27, kamu bisa nggak sih makein bajunya?” omel Niedha pada salah satu dayangnya.
“Maaf, Putri, tapi badan tuan putri terlalu kurus. Gaunnya jadi jatuh terus,” ucap sang dayang membela diri.
“He!? Dengar yah, Eeq 17! Badanku bukan kurus, tetapi langsing model tiang listrik abad ini,” ucap Niedha sambil mengibaskan rambutnya.
“Putriku cantik sekali!” puji sang ibunda.
Alexandria membantu putrinya untuk berjalan menuju aula istana. Dengan gaun yang panjang menjuntai, membuatnya sedikit kesulitan untuk berjalan. Alien sudah menatap Niedha dengan senyuman yang mengembang. Dengan lembut, Alien membimbing Niedha untuk duduk di sampingnya. Kepala Niedha masih saja terus tertunduk, enggan menatap sosok yang kini akan menjadi calon suaminya.
“Kita menikah sekarang saja!” ucap Sang Pangeran yang membuat Niedha spontan menatap sosok yang tidak sabaran.
“Kalau mau gila, anda juga harus memilih tempat. Kita belum saling kenal, sudah ajak nikah saja. emangnya saya kambing?!”
Pangeran itu hanya tersenyum, “Kalau seperti ini, wajah cantik kamu jadi terlihat jelas!”
Niedha mendadak diam seribu bahasa dan kembali menundukkan kepalanya lebih dalam. Sang Pangeran tahu, jika Niedha merasa tidak nyaman dengan suasana ini, sehingga meminta izin untuk berjalan-jalan sebentar bersama Putri Niedha. Udara yang sejuk membuat pikiran Niedha yang sedari tadi korslet menjadi sedikit kurang berkarat.
“Santai saja, aku nggak makan orang kok!”
“Sok akrab!” gumam Niedha.
“Zayn,” ucap Sang Pangeran sambil mengulurkan tangan untuk berkenalan.
Niedha hanya diam, tidak berniat meraih tangan Sang Pangeran.
“Aku nggak berniat menjadi sosok ‘sok akrab’ denganmu. Makanya, sebelum memulai hubungan baru, ada baiknya kita saling mengenal. Dimulai dari nama, benarkan Putri Niedha?”