Keluarga Laksa Dirgantara kini benar-benar diselimuti oleh ketegangan yang sangat mencekam. Terlihat dengan jelas dari raut wajah seluruh anggota keluarga tersebut yang menandakan kekhawatiran yang luar biasa. Terlihat salah satu diantara mereka yang sibuk bergerak gelisah di depan pintu ruangan ICU. Dia adalah Dimas Bagaskara, seorang pria yang sedang menanti kabar tentang keadaan istri dan anaknya. Sudah 1 jam lamanya ia menanti kabar dalam kegelisahan, menanti seseorang menerobos pintu dan membawa kabar untuknya. Hingga penantianyapun terhenti, terlihat seorang dokter dengan menggunakan pakaian OK (Operation Kamer) dengan masker yang sudah dilepaskan dari wajahnya.
“Bagaimana keadaan istri saya, Dok?” tanya Dimas dengan perasaan gelisah, cemas dan ketakutan yang kini telah bercampur.
“Jika keadaan istri anda tidak kunjung memberi respon sesuai yang kami prediksikan, maka kami terpaksa melakukan tindakan. operasi," terdengar napas berat yang dihembuskan oleh sang dokter.
Dokter Roy, itulah nama yang Dimas ingat dan sempat baca saat sang dokter masih mengenakan snelinya.
“Lakukan secepatnya, Dok, lakukan tindakan apapun. Tetapi selamatkan anak dan cucu saya, Dok, " ucap pria paruh baya yang bernama Laksa.
“Maaf, Pak! Kondisi pasien saat ini tidak memungkinkan kami untuk melakukan tindakan. Kami tetap semangat harus menunggu perkembangan beberapa menit dari kondisi pasien terlebih dahulu. Yang bisa kita lakukan sekarang adalah berdo’a kepada Tuhan. Semoga kondisi pasien segera memberi respon sehingga operasi dapat segera dilakukan. dan dengan segera kita melakukan operasi, untuk menyelamatkan bayi dan ibunya," terang dokter Rina, yang berada di sebelah dokter Roy.
“Sampai kapan kita harus menunggu, Dok? Istri dan calon bayi saya sekarang dalam keadaan kritis, saya tidak mau terjadi sesuatu yang lebih terhadap istri dan calon bayi saya, Dok," kini suara Dimas terdengar parau menahan isak tangis.
“Sabar, Nak! Benar apa kata Dokter itu, yang bisa kita lakukan saat ini hanyalah bersabar dan berdo'a, semoga istri dan anakmu selamat. Ibu yakin, dokter pasti melakukan yang terbaik," wanita paruh baya yang sedari tadi diam saja karena terlalu syok. Kini wanita itu ikut menambahkan beberapa kalimat penyemangat untuk sang mantu dan dirinya sendiri tentunya.
“Kami akan menunggu keadaan pasien benar-benar siap terlebih dahulu. Untuk sekarang, kondisinya masih belum stabil jadi apabila ingin melihat kondisi pasien, kami akan membatasi jumlah penjenguk. Kami takut, banyaknya orang di dalam ruangan dapat mengganggu keadaan pasien," jelas Dokter Roy.
“Apabila ada yang ingin keluarga tanyakan, silahkan datang ke ruangan Dokter Rina. Saya permisi!" pamit Dokter Roy, kemudian belalu meninggalkan Dokter Rina dan keluarga pasiennya.
“Saya juga permisi!" ucap Dokter Rani dengan senyuman yang dijawab dengan anggukan oleh istri Laksa.
“Terima kasih, Dok!" ucap Dimas lemah.
“Kamu masuklah dulu, Nak, Zaskia dengan suaminya sedang dalam perjalanan. Ibu dan Ayah akan menunggu di luar," ucap Laksa yang kini dituntun oleh sang istri untuk duduk di kursi tunggu.
“Iya, Bu!" Tanpa menunggu lebih lama lagi Dimas masuk untuk melihat keadaan sang istri. Sesampainya di dalam ruangan. Dengan lembut Dimas membelai tangan sang istri yang terlihat sangat rapuh, dengan selang infus yang tersemat di punggung tangannya.
“Ratna, Sayang, aku di sini! Aku sekarang menemanimu, jadi kumohon sayang ... bangunlah dari tidur palsumu ini, Sayang!" ucap Dimas yang sudah mulai terisak di samping Ratna. Namun, Ratna sepertinya masih saja tidak bergeming dari tidurnya.
“Maafkan aku yang belum bisa menjaga kamu dan calon bayi kita,” sambung Dimas setelah beberapa saat menenangkan berusaha dirinya dari tangisnya. “Bangunlah, Sayang! Di luar ada ayah dan ibu, mereka juga mengkhawatirkan kondisimu, Sayang," tangis Dimas pun kembali pecah, dan membuatnya kembali tenggelam dalam isak diamnya.
Dimas masih menunggu Ratna, Dimas masih setia menunggu sang istri hingga terdengar suara bising yang berbunyi dari alat elektrokardiogram yang terpasang di sisi ranjang Ratna. Dimas lalu menoleh dan seakan tahu apa yang terjadi dengan sigap Dimas berlari keluar kamar dan memanggil Dokter seperti orang yang kesetanan.
“DOKTER, DOKTER, ISTRI SAYA ... TOLONG ISTRI SAYA, DOK!?” teriak Dimas setelah Dokter Rina dan beberapa perawat berlari menuju ruangan ICU tempat Ratna berbaring.
“Bapak tenang dulu, ya. Bapak silahkan menunggu di luar, kami akan memeriksa istri anda,” ucap Dokter Rina yang memberikan perintah pada suster untuk membimbing Dimas keluar dari ruangan.
“Saya mau menemani istri saya di dalam, Sus," ucap Dimas tegang.
“Dokter Rina akan berusaha menangani istri bapak. Jika bapak menunggu di dalam, itu hanya akan membuat kami kesulitan saat mengambil tindakan. Tolong kerja samanya, ya, Pak," jelas sang suster lalu kembali menutup pintu dan kembali memberi jarak antara Dimas dan Ratna.
“Ya Allah, selamatkanlah istri dan calon bayiku. Ya Allah," Dimas terduduk lemas di kursi tunggu.
“Kita berdo’a saja, Nak, ibu juga juga khawatir dengan kondisi Ratna. Tetapi yang hanya bisa kita lakukan saat ini adalah berdo’a dan menyerahkan semuanya kepada sang pemilik kehidupan," ucap Ibu Ratna yang sudah tidak tahan lagi hingga menangis dipelukan sang suami.
Dimas hanya bisa menundukkan kepalanya, dia tahu bahwa bukan hanya dia saja yang mengkhawatirkan Ratna. Namun juga sang ibu dan ayah yang kini mulai ikut terisak meratapi perjuangan putri mereka dalam melawan maut.
Dimas benar-benar merasa ketakutan yang sangat besar. Tak pernah terbayangkan keadaan seperti ini akan terjadi pada keluarga yang baru dibangun selama 3 tahun ini, akan berakhir dengan kisah pilu tentang perpisahan. Benar-benar menjadi sebuah ketakutan yang tidak pernah dia bayangkan. Kehilangan seseorang yang sangat ia cintai di dunia ini melebihi rasa cinta kepada dirinya sendiri. Istri yang sangat disayangi dan dicintainya kini terbaring lemah berjuang mempertaruhkan nyawanya dengan bayi yang ada dalam kandungannya. Dimas benar-benar merasa bersalah atas ini semua, dia tahu bahwa dalam kehidupan keluarganya itu sangat kecil kemungkinan dia mempunyai keturunan, bahkan mendekati kata mustahil. Namun keajaiban terjadi dan memberikannya secercah harapan dan anugrah indah untuk merasakan nikmat menjadi orangtua. Tapi lagi-lagi, harapannya membuatnya kini harus mempertaruhkan sosok yang dia cintai. Rasa bersalah membuat Dimas tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri apabila terjadi apa-apa pada istrinya.
*****
Selesai
By: lenlen