Twelve

190 29 3
                                    

"Seriously, Zasya?" tanya Chloe yang tidak percaya saat Zasya kembali ke kursinya. Sedangkam Zasya hanya menatap Chloe bingung. "Kau bermain sebaik itu? Oh my god, Zasya! Sungguh, kau menampilkan yang terbaik! Kanya sih kalah."

Zasya hanya terkekeh mendengar ucapan Chloe. "Jangan terlalu berlebihan, Chloe. Kau tahu, tadi aku hampir membuat kesalahan saking gugupnya."

"Itu hampir, Zasya," timpal Quinn yang ditambah dengan anggukan dari Chloe.

"Ya, terserah kalian saja. But thanks."

***

Papan pengumuman di pagi hari itu sudah dipenuhi oleh beberapa manusia yang berdesak-desakan ingin melihat isinya. Quin dan Chloe juga termasuk. Zasya hanya menunggu di belakang kerumunan itu. Ia tidak ingin berdesak-desakan seperti itu.

Hasil ujian musik kemarin sudah ditempel di papan pengumuman. Itulah mengapa masih pagi-pagi seperti ini, papan tersebut sudah dipenuhi.

Sembari menunggu, Zasya mengeluarkan ponselnya untuk mengecek twitternya. Tidak ada yang spesial di sana. Zasya kembali menyimpan ponselnya dan kembali menatap kerumunan di depannya.

"Kau tidak melihat nilaimu?" tanya seseorang tiba-tiba.

"Sean?!"

"Kenapa? Kau terkejut, ya?" Sean terkekeh.

Zasya memutar kedua bola matanya. "Kau sendiri?"

Sean mengendikkan kedua bahunya. "Alasan kita mungkin sama."

"ZASYA! OH MY GOD! YOU WON'T BELIEVE THIS!" teriak Chloe. Kemudian ia melihat Sean di samping Zasya. "Oh, hei, Sean!"

Yang disapa hanya tersenyum sambil mengangkat tangannya.

"What? Don't screaming, please." Zasya mendesah.

"Kau kalah dari Kanya!" seru Chloe kemudian.

Zasya menatap Chloe dengan tatapan bingung. "Lalu?"

Quinn dan Chloe menepuk jidatnya. Tidak percaya jika reaksi Zasya seperti tadi.

"Astaga, Zasya! Kau bahkan jauh lebih baik dari Kanya. Tapi, nilaimu tepat berada di bawahnya. Sungguh tidak bisa di percaya!" ujar Chloe panjang dengan desahan di akhir kalimatnya.

"Astaga, kalian ini! Kanya memang pantas untuk itu. Sudahlah." Zasya memilih untuk tidak meributkan hal-hal kecil seperti itu. Zasya juga mengakui kehebatan Kanya saat tampil tadi malam. Ia merasa belum pantas untuk berada di atas Kanya.

"Tapi, penampilanmu itu sangat bagus, Zasya! Kau berhak mendapat nilai tertinggi. Ka---"

"Sudahlah, Chloe! Aku memang pantas mendapat nilai itu. Aku memang yang terbaik. Penampilan anak beasiswa itu tidak ada apa-apa nya," potong Kanya yang tiba-tiba bergabung dengan Zasya dkk.

Kedatangan Kanya membuat Quinn dan Chloe mendengus dan memalingkan wajah mereka. Sedangkan Zasya mengajak Sean untuk ke kantin. Gadis itu lebih baik menghindari Kanya yang selalu ingin mencari masalah dengannya.

"Sepertinya kalian rivalnya Kanya," celutuk Sean saat mereka sudah di kantin.

"Ya, begitulah. Tapi, aku tidak menghiraukannya. Quinn dan Chloe saja yang ingin meladeni orang seperti Kanya," balas Zasya.

Sean menganggukkan kepalanya mengerti. Para gadis memang selalu memiliki masalah seperti itu. Sean paham betul.

"Boleh aku bergabung?"

Mata Zasya dan Sean langsung menatap sesosok yang mengajak mereka bicara. Itu Niall. Mereka pun menganggukkan kepalanya dan Niall langsung mengambil tempat di depan Zasya.

"Bagaimana hasilmu?" tanya Niall sambil menatap Zasya.

"Kenapa kau bertanya? Kau bahkan tahu hasilnya." Zasya mendengus dan kembali melahap spagetinya.

"Kau sepertinya kesal, Arasyan." Niall terkekeh.

"I told you, Horan. Jangan memanggil nama belakangku!" protes Zasya dan Niall hanya tertawa.

"Kalian sepertinya sangat dekat," ucap Sean.

"Tidak juga, sih." Itu Zasya.

"Ya, kami memang dekat. Sangat dekat." Dan itu Niall.

***

5 hari sebelum konser di O2 Arena.

Kabar mengenai konser tersebut sudah disebarluaskan. Tiket konser yang baru dijual dua hari yang lalu sudah hampir habis. Bahkan sampai hari ini masih banyak directioners yang mengantri untuk tiket itu.

Berbeda halnya dengan directioners di University of 1D. Mereka sudah tenang karena tiket yang mereka inginkan sudah berada di tangan mereka. Beberapa mengambil tiket vvip, beberapa mengambil tiket seat A, beberapa mengambil tiket seat B, dan lain sebagainya. Itulah keuntungan peserta University of 1D.

"Aah, aku tidak sabar lagi!" seru Chloe sambil berguling-guling di ranjang Zasya dan Quinn.

"Semuanya memang tidak sabar, Chloe. Berhentilah membuat ranjangku berantakan!" protes Quinn dengan sebal.

"Jangan munafik, Quinn. Kuyakin kau pasti sama senangnya denganku," timpal Zasya.

Quinn yang merasa dipojokkan hanya bisa memutar kedua bola matanya. "Well, aku memang senang seperti kalian. Tapi, aku tahu batasan."

"Aku jadi penasaran, yang pernah histeris 3 hari 3 malam, itu siapa ya?" sindir Zasya dengan cibiran.

Chloe langsung tebahak-bahak saat mendengarnya. Saat ini Quinn benar-benar terpojok.

"Kukira kau berpihak padaku, Zasya!"

Zasya menggelengkan kepalanya dengan senyuman miring. "Sayangnya, tidak untuk kali ini."

***

Gadis bermata abu-abu kebiruan itu sedang menatap penampilannya di cermin besar. Setelah merasa siap, ia segera memanggil seseorang yang akan diajaknya pergi hari ini.

"Niall? Kau sudah siap, belum?"

"Tunggu aku di parkiran saja, Haz!" sahut Niall dari dalam kamar mandi.

Dengan senang hati, Hazel melangkahkan kakinya ke parkiran. Sepanjang jalannya, ia bertemu dengan beberapa directioners yang menyapanya. Otomatis ia membalas sapaan tersebut

Di sisi lain, lelaki berdarah Irlandia itu tersenyum senang di dalam kamar mandi sambil memandangi wajahnya di cermin. Entah mengapa ia merasa sangat senang saat ini. Mungkin karena ia ingin pergi dengan gadis yang memiliki mata yang sama dengannya.

Aahh, I can't wait anymore, batinnya.

Lelaki itu pun segera keluar dari kamar mandi dan bergegas menuju parkiran.

***

Don't forget to leave vomments guys:)  And thanks for reading my story❤️

Book 2: University of 1DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang