Fourteen

176 27 2
                                    

"Berhentilah, Zayn!"

Yang tegur pun hanya tertawa lalu mengambil ponsel dari saku celananya. "Kau sendirian saja?"

"Begitulah." Zasya kembali membungkus tubuhnya dengan selimut lalu memperhatikan Zayn yang sibuk dengan ponselnya. "Kau keliatan serius, Malik. Apakah itu Hazel?"

Zayn menggelengkan kepalanya, membuat Zasya terus bertanya. "Lalu siapa?"

"Bukan siapa-siapa. Aku ingin mencari tempat foto yang menarik di London."

Zasya menggumamkan 'ooh' dengan bibirnya yang sedikit dimonyongkan.

"Tumben kau tidak bersama Hazel," celutuk Zasya kemudian.

Zayn mengendikkan kedua bahunya. "Dia sedang pergi bersama Niall."

"Beberapa hari ini aku melihat mereka terus bersama. Aku baru tahu mereka sedekat itu."

"Wajarlah, Sya. Mereka kakak-adik. Lagian, waktu Hazel untuk Niall sedikit berkurang karena aku," jelas Zayn membuat Zasya menganggukkan kepalanya mengerti. "Kau cemburu, ya?"

Zasya membulatkan matanya saat Zayn bertanya seperti itu. Entahlah, Zasya sendiri tidak tahu, dirinya cemburu atau tidak. Tapi, jika mau dikatakan cemburu itu tidak pas.

"Tidak. Jangan mengada-ngada, Zayn. Kau sendiri? Kuyakin kau pasti cemburu."

Zayn menghela napasnya. Zasya menganggap itu jawaban 'iya' dari Zayn.

"Apakah salah jika aku cemburu? Walau hanya sedikit saja?" Zayn meletakkan ponselnya lalu membanting tubuhnya di ranjang Zasya.

Karena tidak ingin terlalu dekat dengan Zayn, Zasya mundur sedikit. "Aku sebenarnya tidak tahu pasti. Tapi, mungkin konyol jika kau cemburu pada Niall yang jelas-jelas kakaknya Hazel."

Zayn lagi-lagi menghela napasnya. Zasya tidak tahu yang sebenarnya. Zasya tidak tahu jika Niall dan Hazel tidak sedarah. Zasya tidak tahu jika Niall bisa bersama Hazel. Dan Zayn tidak ingin memberi tahu Zasya tentang hubungan darah kekasihnya dengan kakaknya. Ini rahasia.

"Iya, sih. Tapi, aku merasa seperti itu."

Setelah ucapan Zayn, kamar Zasya menjadi hening. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Sampai akhirnya Zasya jenuh dan bangkit dari duduknya.

"Ayo kita pergi, Zayn!"

"Ke mana?" Zayn menoleh ke Zasya yang sedang memakai cardigannya.

"Terserah saja. Kau tidak bosan memangnya?" Zasya kemudian memakai jam tangannya. "Kalau kau tidak mau, aku akan pergi sendiri. Dan silahkan keluar dari kamarku."

Zayn menghembuskan napasnya malas. "Aku sudah nyaman tiduran di sini. Jangan mengusirku!"

Zasya mengangkat kedua bahunya. "Terserah saja. Tapi, aku tidak mau ada gosip yang tidak-tidak ya, Zayn? Aku sebenarnya dari tadi sudah was-was."

Zayn tertawa tebahak-bahak. "Astaga! Kau ini lucu sekali. Hari ini hari minggu dan asrama ini kosong. Hanya ada kita berdua, Babe."

Zayn menekankan kalimat terakhirnya dengan sedikit nada menggoda. Niatnya ingin mengerjai Zasya dan itu berhasil. Zasya menatapnya horor lalu melemparnya dengan buku catatanya.

"Sialan! Jangan macam-macam,  Zayn!" pekik Zasya lalu keluar dari kamarnya.

Alih-alih meringis kesakitan, Zayn malah tertawa tebahak-bahak, sampai tawanya terdengar sampai luar kamar, dan membuat Zasya merinding. Dengan cepat, Zasya segera meninggalkan asramanya itu dan membiarkan Zayn terus tertawa sampai mampus.

Dia benar-benar gila!

***

Zasya langsung membuka sepatunya ketika ia baru saja tiba di kamarnya. Quinn dan Chloe rupanya sudah pulang lebih dahulu dan sedang bermain sebuah permainan.

Dengan mengabaikam kedua temannya itu, Zasya masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Beberapa menit kemudian, Zasya keluar dari kamar mandi dengan balutan baju tidurnya.

"Kau dari mana saja?" tanya Quinn saat Zasya bergabung dengannya.

"Hanya mencari tempat untuk berfoto. Kalian tahu, selera Zayn benar-benar sulit," jawab Zasya dengan keluhan.

"Jadi, kau pergi dengan Zayn?" tanya Chloe seolah tidak percaya. Itu benar, Zayn jarang berinteraksi dengan gadis mana pun. Itulah mengapa Chloe sedikit terkejut. Quinn mungkin sudah tahu jika teman sekamarnya itu sudah dekat dengan Zayn.

Sebagai jawaban, Zasya hanya menganggukkan kepalanya.

"Zayn tidak bersama Hazel? Memangnya dia tid---ah, dia sedang bersama Niall tadi," ucap Chloe sambil mengingat-ingat sesuatu.

"Tapi, kau menjadi dekat dengan Zayn. How?" lanjut Chloe.

"Hanya terjadi begitu saja. Aku sendiri bahkan tidak tahu," jawab Zasya seadanya.

"Oh, iya. Aku tadi dengar dari Sean, kalau setelah konser kita akan berlibur." Kini Quinn mengangkat suara.

Dua pasang mata di hadapan Quinn langsung berbinar--tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Quinn.

"Kau serius?!"

"Berlibur ke mana?"

Quinn mengendikkan kedua bahunya. "Entahlah. Sean hanya memberitahuku itu."

"Aah, kuharap saja itu di sebuah tempat yang sangat ingin kukunjungi," harap Zasya dengan menaruh kedua tangannya di dadanya lalu berbaring.

"Memangnya di mana?" tanya Quinn penasaran.

"Hawaii!"

***

Don't forget to leave vomments guys:)  and thanks for reading my story❤️

Book 2: University of 1DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang