6;Bray

20 2 0
                                    

Dea. Pintu jendela kamar terbuka. Sesosok masuk tanpa menyapa. Butterfly cantik pertanda akan adannya tamu dimuka. Siapa?siapa yang berani ke rumah?mungkinkah Dav? Tidak. Kenal saja tidak.

***

"Bu..apa ada yang akan datang?"
Pulang sekolah. Dan masih sempatnya Dea bahas soal kupu dikamarnya.

"Siapa?"

"Kalau Dea tau, Dea gak akan nanya."

Ibu menengok ke arah pintu. Tidak ada siapapun. Tertutup. Bahkan angin tak mengetuk.
"Gak ada Dea.."

"Ya kali nenek atau kakek atau paman atau bibi atau,,,atau siapa kek kelurga kita."

"Ga ada. Kalo mereka mau datang pasti bilang."

"Owh ya sudah bu."

"Ibu tau...kamu pasti kangen sama kakek nenek ya?"

"...."

"Hmmm ibu janji. Bulan depan kita pulang kampung. Tengok kakek nenek. Sekalian itu,,kalo jadi kamu bakal nerusin kuliah kamu disana. Kita bisa liat tempatnya besok ya."

Kecupan sang ibu membekas. Rindu iya. Tapi sekolah disana, bukan salah satu mimpinya.
Setelah kemarin ia dibuat berjanji oleh Bray. Dea terpaksa seharian dirumah nunggu jemputan Bray. Sebenernya mau ngapain anak itu. Dea heran. Oh atau mungkin kupu itu ,,,Bray. Pikir Dea konyol.

***

Toktoktok! Pukul 15:30.
Itu mungkin Bray. Dea membuka pintu.

"Selamat sore:)"

"..."

"E hai.."

"...."

Masih tidak ada jawaban. Entah alasan apa mata Dea tidak bisa bergerak sama sekali.

"Dav.."lirihnya.

"Ya aku Dav. David Margansyah kelas 10 IPS 1. Maaf mengganggu kaka."

"Hah?kakak? Hm hahah... ga usah panggil kaka. Kita seumuran kali. Panggil aja gue Dea."

Sekilas mata Dea kabur terbawa bahagia. Dea tidak sadar sudah terbuka kata sedetik yang lalu. Kepada Dav, sosok yang ia kagumi selama ini.

"Oh iya ka, eh maksudnya Dea."

"Hahahahhhhh iyaiya hahahahh.."

Terbahak. Dav suka memandangnya.

***

"Okeh jadi kedatangan lo kesini mau apa?"

Sesudahnya Dav menduduki sofa merah jambu milik Dea.
"Sebenernya gue mau ngajak lo ke suatu tempat."

"Hah ngapain?"

"Ada lah."

Dea tidak bisa menolak. Seolah ada yang menggerakan mulutnya untuk berkata 'ya'.

***

Mereka pergi. Dav dan Dea. Dea hampir melupakan janjinya dengan Brayen. Bukan hampir, Dea memang mengingkari janjinya. Bagaimana ini. Dea tidak tau harus berbuat apa lagi. Ego telah membawanya ke tempat yang pertama kali dikenalkan oleh Bray.
Dan sekarang oleh Daved.

"Kok kesini?"

"Iya.."

"Ngapain?"

"Kita duduk aja."

"Kalo mau duduk aja mah kita bisa dirumah aja."

"Ga enak sama mama papa kamu."

"Kamu?"

"Lo maksudnya, Dea."

"Oh kenapa malu? Emang lo mau ngomongin apaan sih?"

"Liat deh sunsetnya. Rasain gimana kalo orang yang lo sayang hilang kayak sunset itu. Tapi indah dikenang."

"Kayak lo yang hilang pas gue belom bisa ngenang."

Dunia hampir menatap mereka. Bagaimana sepasang mata bertemu. Membagi rasa yang hilang. Atau mungkin belum ada sebelumnya.

***

"Dea!Dea!"

"Iya ada yang bisa saya bantu?"

"Ee Deane ada?"

"Non Deanya sedang keluar. Masnya dengan siapa ya?"

"Oh saya temennya Dea. Kalo boleh tau Deanya pergi kemana?"

"Kurang tau saya mas."

"Oh ya udah deh. Makasih bi."

"Iya sama-sama."

Putus asa yang ia bawa. Pergi dengan kecewa baginya belum biasa untuk Dea. Seperti biasa sunset membawa Bray ke tempat dimana dia pernah mengajak Dea kesana.

***

"Itu kan Dea,,Dav.."






















.
.
.
.
Asmaranya gelap. Ga bkl d miliki klo jd rebutan gini. Gebet langsung jadi. Ya kebiasaan. Cewe baik kga nemplok.

Tp ad cra lain. Ya berubah. Tp gak terlepas dr jati diri lo sebenarnya.

Gini Bray gue ada kenalan, gue jamin bkl mandu lo ke jln yg bener. Ga bkl mleset, apalagi soal Dea. Mana? Tunggu aj. Part 10. Itu jg klo gue masih kenal: vv

Deane's LiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang