7

469 68 12
                                    

✧✧✧ — Please appreciate me, give me a vote and comment after you read this story. Thank you for understanding — ✧✧✧



New York, 22 July 2018, 16:00



Seorang pria yang baru saja mengganti warna rambutnya dengan warna merah setelah sampai di New York, keluar dari kamar mandi. Park Jihoon, baru saja mandi dan berganti pakaian. Saat ini Jihoon berada di salah satu apartemen mewah di New York, bersama dengan seseorang yang tampak memilih untuk tidur diatas sofa yang disediakan apartemen tersebut, Kang Daniel.



Sudah sekitar dua bulan Jihoon berusaha menahan Daniel untuk terus berada disampingnya. Jihoon senang karena Daniel dengan mudahnya percaya bahwa Jihoon masih kehilangan Woojin dan masih membutuhkan dukungan dan perlindungan dari Daniel. Namun kenyataannya, Jihoon tidak pernah merasa kehilangan Woojin sama sekali sejak mendengar kabar kematian Woojin di rumah sakit dua bulan yang lalu.



Dan Jihoon masih bersyukur hingga sekarang, Daniel masih tetap bersama dengannya. Jihoon berjalan mendekati Daniel yang masih terlelap lalu mengusap pipi Daniel dengan lembut. Entah sampai kapan Jihoon bisa menahan Daniel untuk tetap disini, tapi Jihoon akan melakukan segala cara agar Daniel tidak bisa pulang lagi ke Seoul untuk bertemu dengan Jaehwan.

"Kamu milikku, Kang Daniel."









✿❀✿❀✿❀✿❀✿❀✿❀✿








Seoul, 21 July 2018, 05:00



Seongwu yang sedang mengecek pekerjaan kantornya di ruang tengah, mengalihkan pandangannya saat mendengar seseorang seperti sedang muntah. Seongwu meninggalkan laptopnya di meja ruang tengah begitu saja lalu berjalan menuju toilet dapur. Seongwu tampak panik melihat Jaehwan yang sedang berlutut di dekat closet.

"Jaehwan-ah!"

"H-hyung..."

Jaehwan meraba-raba sekitar, berusaha mencari dimana keberadaan Seongwu. Seongwu mengerti dan langsung meraih tangan Jaehwan dan menggenggamnya. Seongwu khawatir melihat Jaehwan yang terlihat sangat pucat itu.

"Jaehwan-ah, ada apa? Kamu sakit? Apa kita perlu ke rumah sakit? Perlu aku hubungi Daniel untuk cepat kembali ke sini?"

"Ti-tidak perlu, hyung! Aku baik-baik saj— huek!"

Melihat Jaehwan yang tampak ingin muntah lagi, Seongwu membantu Jaehwan untuk mengarahkannya pada lubang closet, walau Seongwu tahu sebenarnya Jaehwan sudah hafal isi toilet dapur yang sempit itu. Seongwu memijat tengkuk Jaehwan, berharap itu dapat membantu Jaehwan untuk mengeluarkan isi perutnya, namun tetap saja tidak ada yang bisa Jaehwan keluarkan.

"Jaehwan, kita harus ke rumah sakit. Kamu sudah mandi?"

"Sudah, hyung. Setelah mandi, aku baru akan mengambil pisang di kulkas untuk sarapan, tapi tiba-tiba saja aku mual seperti ini."

"Lupakan soal sarapan. Tunggu disini, hyung akan ambilkan baju hangat untukmu lalu kita pergi ke rumah sakit."

Baru saja Seongwu hendak bangkit dari berdirinya, Jaehwan sudah menggenggam tangan Seongwu dengan erat, seolah menahan Seongwu untuk pergi.

"Kenapa, Jaehwanie?"

"Bukankah hyung harus pergi ke kantor? Bagaimana kalau hyung telat karena harus mengantarku ke rumah sakit?"

"Tidak apa-apa, Jaehwanie. Itu urusan hyung. Kamu pikiran dulu dirimu sendiri, kamu tampak sangat pucat saat ini."

Seongwu mengusap kepala Jaehwan dengan lembut. Setelah itu Seongwu bangkit berdiri, lalu berlari menuju kamar Jaehwan untuk mengambilkan baju hangat Jaehwan. Jaehwan hanya menghela nafas mendengar saura langkah kaki Seongwu, kentara sekali bahwa Seongwu sedang panik sekarang. Jaehwan jadi merasa merepotkan mantan tunangannya itu.



Setelah Seongwu memakaikan baju hangat untuk Jaehwan, mereka berdua bergegas pergi menuju rumah sakit. Berkali-kali Seongwu menoleh pada Jaehwan, memastikan bahwa Jaehwan baik-baik saja. Memang Jaehwan tidak dapat melihat itu, namun Jaehwan dapat merasakan kepanikan Seongwu.

[ NIELHWAN : END ] Who are you?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang