Bab 6 : "LAMUNAN AYU"

67 6 0
                                    

"Tak mampu ku tuai kasihmu saat tak ada satupun ladang di hatiku yang siap untuk kau tanami"

"Bu Ayu belum pulang?", tanya pak Slamet membuyarkan lamunan Ayu.

"Sebentar lagi Pak Slamet, sekalian menunggu hujannya reda", jawab Ayu di sertai senyum manisnya.

Tak lama kemudian Pak Slamet bergegas kembali ke ruang pos satpam yang terletak di depan gedung kantor Ayu. Sejak batalnya pernikahan Ayu dengan Rio, Ayu memang tidak pernah membuka hatinya untuk siapapun. Tidak juga kepada dokter Aji yang telah berusaha sekuat tenaga untuk memberikan perhatian dan kasih sayangnya kepada Ayu.

Hujan sudah mulai reda, Ayu terlihat mulai mengemasi alat tulisnya dan mematikan laptop yang selalu menemaninya setiap pekerjaannya. Pekerjaannya sebagai sekretaris perusahaan memang memaksa Ayu untuk selalu berinteraksi dengan laptop dan juga internet. Ayu tidak hanya bertugas untuk mengatur jadwal rapat dari atasannya, lebih dari itu, Ayu juga bertanggung jawab untuk memesankan tiket pesawat maupun kereta api jika atasannya hendak pergi keluar kota. Pak David adalah seorang pemuda tampan yang sangat mapan hidupnya. Namun sampai diusia nya yang menginjak 35 tahun, dia belum juga mau menikah. Pak David memiliki rumah mewah dan perusahaan di bidang garment yang sangat maju. Namun, tak sedikitpun dia mau memikirkan tentang urusan cinta. Yang ada di pikirannya hanyalah urusan kerja dan kerja saja. Walaupun Pak David memiliki sekretaris yang cantik dan masih berstatus gadis seperti Ayu, Pak David tetap tidak pernah tertarik untuk mendekati Ayu. Hubungan mereka hanya sebatas hubungan kerja antara atasan dan bawahan, tidak lebih.

Tak lama kemudian, Ayu segera menuju ke tempat parkir mobilnya. Dia segera memasukkan tas laptop dan tas kecilnya ke dalam mobil. Kemudia Ayu segera mengendarai mobilnya. Sesampainya di depan pos satpam, Ayu berpamitan dengan Pak Slamet.

"Saya pulang dulu ya Pak Slamet", sapa Ayu dari dalam mobilnya.

"Iya Bu Ayu, silahkan. Hati-hati di jalan Bu Ayu", jawab Pak Slamet.

Ayu pun segera mengemudikan mobilnya, melaju dengan kecepatan sedang menyusuri jalan menuju ke rumahnya. Jalanan memang mulai gelap karena waktu sudah menunjukkan pukul 19.00 wib. Setelah tiga puluh menit berkendara, sampailah Ayu di rumahnya yang mungil. Sejak bekerja kembali, Ayu memang segera membeli rumah sendiri. Sebenarnya kedua orang tua Ayu melarang Ayu untuk tinggal di rumah barunya sendiri, karena walau bagaimanapun kedua orang tua Ayu masih sangat mengkhawatirkan kondisi kesehatan psikis Ayu. Namun, Ayu tetap memaksa untuk membeli rumah sendiri. Di rumah tersebut, Ayu sengaja mengajak seorang sepupunya untuk menemaninya. Sepupunya itu bernama Ratih. Ratih berasal dari kampung. Kedua orang tuanya sudah lama meninggal dan dia tinggal bersama kakek dan neneknya di kampung. Ayu yang mengenal saudaranya ini dengan baik, kemudian mengajaknya untuk tinggal bersamanya dan membiayai seluruh biaya kuliahnya. Ayu sangat ingin membantu Ratih untuk meneruskan kuliahnya. Sebelum ini Ratih hanya menyelesaikan pendidikannya di bangku SMA saja. Kesehariannya sebelum ikut Ayu adalah membantu neneknya mencari kayu bakar di desa. Kedua orang tua Ayu telah lama meninggal. Kebetulan memang rumah kakek dan neneknya ada di kawasan pegunungan, jadi sangat jauh dari kota. Untuk turun ke kota, Ratih membutuhkan waktu sekitar satu jam melewati perbukitan dan hutan yang sangat sepi. Ratih sangat jarang ke kota. Paling saat liburan panjang sekolah dia berkunjung ke kota ke rumah Ayu untuk mengantar kakek dan neneknya menginap di rumah Ayu.

"Kak Ayu baru pulang?" sapa Ratih menyambut kedatangan Ayu.

"Iya Ratih, ada banyak pekerjaan di kantor. Kamu udah makan? Kalau belum kita makan di luar aja yuk, Kakak lagi males masak nih", jawab Ayu sambil merebahkan tubuhnya di sofa.

"Ratih udah masak kok Kak, barusan Ratih bikin oseng kangkung sama goreng ayam. Kakak mau makan? Biar Ratih ambilkan." kata Ratih.

"Kamu jangan terlalu capek Ratih. Kalau tidak sempat masak mending beli matang saja. Kakak tidak mau kamu terlalu capek. Kamu kan juga harus kuliah." ucap Ayu.

"Iya Kak, tadi kebetulah Ratih pulang agak siang kok Kak. Jadi dari pada melamun, Ratih masak aja sorenya buat makan malam kita."

"Ya udah, sekarang kita makan yuk, kamu sudah makan belum Ratih?" tanya Ayu.

"Belum Kak, Ratih nunggu makan malam bareng Kak Ayu aja", jawab Ratih sambil berlalu menyiapkan makan malam di meja makan.

Tak lama kemudian Ayu dan Ratih makan malam berdua, sambil sesekali Ayu menanyakan tentang bagaimana pengalaman Ratih di sekolahnya hari ini. Mereka pun tampak begitu lahap menyantap makan malam sambil bercerita penuh keakraban.

KAYWhere stories live. Discover now