Pengenalan Rio Vania (Revisi)

351K 9.5K 95
                                    

Seorang perempuan cantik berbaju batik biru dengan bawahan celana kain hitam berjalan menuju parkiran guru dengan begitu santainya. Ia bersenandung kecil menirukan lagu yang ia dengar lewat earphone yang terpasang di telinga kanannya.

Perempuan itu tersenyum kecil ketika mendapati rekan sekaligus sahabatnya menunggu di parkiran dengan bersendekap dada, "Lama amat, Bu" sindirnya membuat perempuan itu terkekeh pelan seraya menepuk lengan temannya.

"Ya maaf, gue tadi input data ulang. Jadi ya agak ribet dah. Kan lo tau aplikasinya ganti lagi padahal gue udah selesai input di aplikasi yang kemarin. Sebel dah gue, sia-sia tahu nggak" gerutu perempuan itu mencibikkan bibirnya kesal.

"Salah sendiri buru-buru ngisi. Nggak kayak gue" sahut temannya menertawakannya. Perempuan itu memutar matanya jengah mendengar balasan temannya.

"Udah, buat have fun aja lah, Van. Eh ya, jadi nggak nonton?" tanyanya  dan hanya dibalas deheman oleh perempuan itu.

Perempuan itu bernama Vania Martha Ayu. Seorang perempuan berhijab lulusan S1 jurusan pendidikan matematika di salah satu perguruan tinggi negeri di Yogyakarta. Vania merupakan guru muda yang baru mengajar sembilan bulan di salah satu SMA negeri di Jakarta.

Ia baru menginjak usia 23 tahun bulan kemarin. Vania dulu dikenal sebagai mahasiswi cantik di jurusannya, bahkan menjadi idola di kalangan mahasiswa. Tak jarang ia dijadikan incaran cowok-cowok di kampusnya.

Sedangkan temannya bernama Erisa Fatmawati. Ia merupakan kakak tingkat semasa kuliah yang memang begitu dekat dengannya karena mengikuti organisasi yang sama.

"Ntar lo jemput gue jam tujuh kan?" tanya Vania dan diangguki Erisa.

"Iya gue jemput" jawab Erisa seraya menyalakan motornya. Vania mengangguk paham seraya memakai helm dan duduk di belakang Erisa.

Tap.......Tap.......Tap

Langkah seseorang dengan tegapnya berjalan di koridor rumah sakit setelah selesai melakukan operasi terakhirnya hari ini. Ia mengusap peluh di dahinya dengan tisu yang berada di genggamannya seraya membaca pesan yang masuk.

Beberapa perempuan muda yang secara tak sengaja melihatnya saat menunggu antrian periksa langsung menatapnya terpesona bahkan ada yang sama sekali tak bergeming dengan terus mengarahkan pandangan mengikuti arah langkah Rio.

Ya begitulah Rio di kesehariannya bekerja. Jujur saja, ini sedikit membuatnya merasa risih. Tapi, ia sembunyikan dengan senyum kecilnya sebagai tanda kesopanan.

Lelaki itu bernapas lega setelah menutup pintu ruangan. Ia beranjak dan duduk di kursi kebanggaan yang di atas mejanya bertuliskan dr. Rio Satrya Wardhana, Sp. M.

Gelar yang berada di belakang namanya merupakan kebanggan bagi Rio karena mendapatkannya di usia yang masih muda yaitu 25 tahun. Bagi orang lain mungkin itu adalah hal yang mustahil tapi tidak untuknya yang memang dikenal memiliki kepintaran yang lebih sejak kecil bahkan dia beberapa kali mengikuti kelas akselerasi.

Suara dering ponsel membuat Rio tersingkap dari pikirannya. Ia merogoh sakunya dan mendapati nama kakak perempuannya tertera di layar ponsel.

"Hem" satu kata awalan yang begitu banyak dibenci oleh semua orang dilakukan Rio dengan santainya ketika mengangkat panggilan dari kakak satu-satunya yang ia miliki.

"Beliin ayam geprek biasanya tapi yang level sepuluh ya? Sekarang!" titah kakaknya di sebrang sana membuat Rio berdecak kesal.

"Kak, bukannya gue nggak mau. Tapi Lo kan lagi hamil. Ya kali beli level sepuluh!" protes Rio mengingatkan. Bagaimana bisa ia menuruti kemauan kakaknya yang masih hamil di trisemester pertama.

"Pokonya beliin! Kalo nggak, sampai nanti ponakan lo ileran, lo yang tanggungjawab" ancam kakaknya seperti biasa membuat Rio berdecak kesal. Kalau seperti ini, bagaimana dia bisa menolak walaupun dalam hati ia tak membenarkannya. Terkadang ia berpikir, sebenarnya ayah dari anak yang dikandung kakaknya dia atau kakak iparnya? Selama mengidam selalu saja dirinya yang kerepotan. Sungguh menyebalkan.

"Iya. Habis ini gue beliin nunggu jam kerja habis  2 jam lagi" pasrah Rio menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. Rio memutar matanya jengah mendengar sorakan kakaknya sebelum ia memutuskan panggilannya.

Pukul 16.00 WIB
Pelataran Rumah

Rio turun dari mobilnya dengan menenteng kantong plastik berisi pesanan kakaknya. Ia berjalan ke arah pintu utama lalu menekan bel. Baru beberapa detik, seorang anak kecil laki-laki membuka pintu dengan membawa remot kontrol.

"Mama mana, Gas?" tanya Rio seraya berjalan memasuki rumah.

"Mama di kamar habis muntah-muntah, Om" jawab Bagas dan diangguki mengerti oleh Rio. Bagas merupakan keponakan kecilnya dan cucu pertama di keluarga yang baru memasuki usia lima tahun.

"Muntah lagi?" tanya Rio mendapati Tiara duduk di ruang makan. Tiara mengangguk pelan sebagai jawabannya. Rio meletakkan pesanan kakaknya lalu mendudukkan diri di sampingnya.

Tiara merupakan kakak satu-satunya yang ia miliki dengan perbedaan usia lima tahun. Walau Tiara sudah menikah, Rio masih tetap dekat dengan kakaknya walaupun sering beradu debat.

"Ini pesanan lo" ujar Rio dan dibalas gelengan pelan oleh Tiara.

"Kenapa?" tanya Rio bingung.

Tiara meringis kecil menampilkan ekspresi yang membuat Rio sedikit waspada, "Lo yang makan ya?" Rio mendesah kesal mendengarnya. Ia sudah menebak bagaimana akhirnya. Sudah seperti biasanya, maka dari itu, Rio sudah tak merasa terkejut mendengarnya.

"Kan ini pesanan Lo! Gue ogah makan makanan yang terlalu pedes" tolak Rio dengan nada protesnya. Tiara yang mendengar penolakan adiknya langsung mengerucutkan bibirnya ingin menangis.

Rio memutar matanya seraya mendesah pasrah sebelum ia menganggukkan kepala menuruti permintaan bodoh kakaknya. Tiara yang keinginannya dapat terpenuhi langsung memperlihatkan senyum manis menunjukkan deretan gigi rapinya.

Bukan kali ini saja Tiara menyuruhnya memakan makanan pedas. Bisa dihitung ini adalah yang keenam kalinya. Lusa kemarin kakaknya meminta dibelikan rujak dengan dua puluh lima cabai dan apa akhirnya? Ia yang harus memakannya menahan rasa ingin meledak di mulutnya yang berakhir ia sakit perut.

Tentang kakak iparnya, dia bernama Fajrihan, bisa dipanggil Rihan. Ia seorang abdi negara yang sekarang ditugaskan di daerah Afrika yang rawan konflik membuat kakaknya terpaksa berpisah sementara dan Rio lah yang ditugaskan untuk menjaga kakaknya sampai kakak iparnya kembali.

"Ini masih belum, liat aja ntar kalo lo udah punya istri sendiri. Ngidamnya bakal lebih parah, tau rasa lo" sindir Tiara melihat adiknya yang hanya menatap ayam geprek itu seperti enggan untuk memakannya. Rio yang mendengar sindiran kakaknya hanya melirik Tiara kesal.

"Cepet cari istri! Keburu tua Lo" tambah Tiara dan dibalas decakan kesal oleh Rio.

"Please deh, Kak. Jangan mulai!" Decak Rio menatap jengah Tiara.

"Lo kalah sama Bagas. Dia aja gebet anaknya kepala sekolah" seru Tiara membuat Rio sontak mengalihkan pandangan ke arah Bagas yang duduk di hadapannya.

"Beneran, Gas?" tanya Rio dan diangguki mantap oleh Bagas.

"Iya dong, Om. Ada yang cantik, pinter, manis, cute ya langsung aku deketin. Nggak kayak Om jomblo akut" sindir Bagas di akhir kalimatnya membuat Rio membeo. Anak yang masih berusia lima tahun bisa berbicara seperti itu. Padahal dulu seusianya hanya memikirkan belajar dan bermain.

Tiara yang mendengarkan langsung tergelak sampai tak tahan untuk menahannya. Apalagi melihat ekspresi kesal adiknya.

"Tuh dengerin! Jomblo akut" tambah Tiara membuat Rio mendesah pasrah. Bukannya dia tak ingin menikah tapi masa lalu yang menahannya.

"Ibu sama anak sama aja" cibir Rio lalu memakan ayam geprek dengan perasaan kesal.

MY BELOVED DOCTORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang