Sebelum fajar menyingsing, sebuah ruangan telah sibuk dengan suara suara ribut, bukan dapur istana, melaikan ruang rapat yang sedang memutuskan hukuman apa yang akan diberikan pada Ratu.
Anggota kerajaan terbelah menjadi dua kubu besar. Pertama, kubu yang membela Ratu dan menginginkan Ratu dibebaskan, lalu kubu kedua yang menginginkan Ratu dihukum, bukan karena mereka membenci Ratu, tetapi setelah melihat banyak kerugian yang dialami serta kemungkinan kemungkinan buruk lainnya, harus ada yang disalahkan.
Perdebatan alot ini akhirnya sampai disebuah keputusan rumit. Mereka memberi Ratu waktu tiga hari untuk mengembalikan air sungai menjadi sedia kala, jika tidak ada peruubahan, Ratu akan terancam hukuman mati.
sebuah metode lama untuk persembahan kepada roh sungai agar air kembali menjadi jernih. itulah satu satu nya jalan keluar terakhir.
Disisilain istana, terlihat warga yang sedang mengantri air yang disediakan oleh istana, antrian yang sangat panjang dan memakan waktu lama, bahkan beberapa wanita serta lansia banyak yang tidak sadarkan diri.
Pangeran Er Shi yg bertugas di transportasi sudah berusaha semaksimal mungkin dalam mengantarkan air dari kejauhan, mereka mencari sumber air baru yang tentu saja tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam waktu sekejap. Beberapa warga bahkan berusaha inisiatif untuk mencairkan salju yang berada dipinggir jalanan, kerajaan sudah berkali kali memperingati bahwa hal tersebut berbahaya.
Hal-hal seperti ini masih bisa diatasi oleh pihak istana, Raja semakin sering menjenguk Sang Ratu dan mengajaknya berbicara, tetapi Ratu tetap pada pendiriannya.
Ratu tidak melakukan apapun karena dirinya benar benar tidak tau apa yang harus dilakukan. Sesekali ia memanggil anak-anaknya untuk berbicara sejenak dengannya untuk membicaraakan keadaan negeri saat ini.
Yueyin tidak lagi keluar kamarnya, ia hanya tertidur, tubuhnya semakin kurus dan wajahnya pucat, setiap pagi ia bahkan memuntahkan makanan yang disediakan pelayan untuknya. Pangeran Yi yang memperhatikan hal itu jelas sangat prihatin dengannya, ia ingin melakukan sesuatu tapi dirinya disibukkan untuk membantu saudara-saudaranya mengatasi kepanikan negeri.
Hari berganti, tidak ada yang perubahan yang pasti, kepanikan di Negeri Hotaka semakin menjadi jadi. Seperti dipanggil, burung gagak mulai terlihat berterbangan dilangit.
"Aku akan menyerahkan diri." Ucap Ratu saat Raja menjenguknya. Sebuah kalimat yang ia ucapkan pertama kali semenjak dirinya ditahan.
"Menyerahkan diri? Kesiapa?" Raja tau dengan pasti jawaban dari pertanyaannya tapi pertanyaan bodoh itu meluncur saja dari lisannya.
"Roh Sungai."
Raja hendak protes, tapi Ratu membuka matanya dan menatap langsung wajah Sang Raja. "Aku tidak mungkin mengorbankan anak-anak kita, dirimu sangat dibutuhkan negeri ini. Aku sanggup mengorbankan diri sendiri."
Raja hendak berkata-kata, tapi tersangkut di tenggorokannya.
"Ratu kau tidak harus..-"
"Siapa lagi yang sanggup melakukannya yang mulia? Semakin hari negeri ini semakin memprihatinkan, korban semakin banyak berjatuhan. Jika bencana ini tidak berhenti dalam sebulan saja, habislah negeri kita."
"Ratu..-"
"Suamiku.. Tidak ada cara lain lagi.."
Sang Raja menatap Ratu putus asa, mengambil lenteranya lantas berbalik pergi. Malam itu rapat dadakan dilaksanakan tentang tindakan Sang Ratu. Para Pangeran dan Putri protes, banyak yang mengajukan diri menggantikan Ratu, tapi Raja mempercayai Ratu sepenuhnya. Para penasihat pun juga tampak tak tega, beberapa terlihat mengusap matanya sembunyi-sembunyi.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Queen
DragosteSeorang Ratu, Istri sekaligus Ibu bagi ke 99 anaknya. . . Thank you for all your supports 🙇🙇