Part 2

45 2 0
                                    

"Kepada seluruh ketua ekstrakurikuler SMA 21 Gentala harap berkumpul di ruang sekretariat OSIS sekarang."

Para ketua ekskul termasuk Alen, Julian dan Habel berkumpul di dalam ruang sekretariat OSIS untuk mendapat nomor urut penampilan display serta dimintai data kebutuhan saat display nanti.

"Ekskul Taekwondo dapet nomer urutan kedua setelah ekskul P3K." jelas sang ketua OSIS,Drian Pramasuda.
"Oke." jawab ketua Taekwondo,Brio.
"Ekskul Softball dapet nomer ke-7 setelah ekskul RESE,terus ekskul Basket dapet nomer urutan ke-8 terus--" jelas Drian.
"Wait!" Habel memotong penjelasan Drian.
"Ada apa?" tanya Drian dengan malas.
"Masa tim gue tampil setelah ekskul yang nggak jelas kayak begitu?" tanya Habel dengan nada mengejek sambil melirik Alen dengan malas.
"Yang kamu maksud ekskul 'nggak jelas' itu apa?" Drian mengangkat sebelah alisnya.
"Bukannya ekskul lo ya yang gajelas? Namanya doang Softball eh kegiatannya dandan menor-menor." celetuk Julian tiba-tiba.
"Eh lo asal aja kalo ngomong,ekskul gue punya masa depan nggak kayak RESE yang anggotanya seupil." Habel menyinyir.

Alen hanya diam memperhatikan perdebatan.
"Bel, stop it!" Drian menahan kesal.
"Kok lo gitu sih? Emang kenya..."
"Cukup Habel! Mending lo pergi deh." potong Brio dengan mulut penuh apel.
Habel pergi dengan wajah kesal yang menjengkelkan.
"Makasih ya, gue pergi dulu." Alen pamit.
"Eh Al, tunggu gue." Julian setengah berteriak sambil berlari menghampiri Alen.
"Kalo Habel bukan anak wakasek udah gue argghhhh." Brio membuang bekas apel dengan kesal.
"Udah Bri, slow kita lanjut." Drian melanjutkan rapatnya.

Julian mencekal lengan Alen guna menghentikan langkahnya.
Alen pun berhenti, namun tetap diam sambil menatap Julian dengan wajah bingung.
"Gue tau lo sedih denger omongan Habel jadi nggak usah sok tegar di depan gue, Len." Julian menatap Alen mencari tatapan terluka namun sayangnya tidak nampak.
"Lo kali yang kebawa baper hahaha. Gue gapapa Jul, i'm fine." Alen pergi dengan tawa ringan.
"Paling bisa lo ya nutupin apapun dari orang lain." Julian menghela nafas.

"Juliaaaan! Aaa Juliannn!"

"Tolong lindungin Julian ya Rabb." Julian berdoa lalu pergi menghindari rombongan fansnya.

Julian berlari ke kantin. Lalu, melihat Brio dan pacarnya yang sedang makan.
Julian pun menghampiri agar tidak dikejar para fansnya.
"Eh gue numpang di sini, Bri." Julian meminta izin.
"Lo ngapa sih? Abis latihan lagi ya lo? Sampe banjir keringet gitu." Brio mengkritik dengan mulut penuh batagor.
"Basah banget sih seragam kamu Jul." pacar Brio, Karin menutup hidungnya.
"Biasalah, fans-fans gue nggak bisa dikendaliin." Julian meneguk es teh milik Brio.
"Lo mah duduk ya duduk aja,nggak usah ngembat es gue juga ntut." Brio menggerutu.
"Briy, suapin dong." Karin merengek.
"Makan sendiri. Lo kan punya tangan Rin." Brio kembali memakan batagornya.
"Mau gue suapin nggak?" tawar Julian dengan sok genit.
"Lo mau gue abisin pake jurus apa, Jul?" tanya Brio dengan santai.
"Haha santai bro, gue numpang duduk doang.Kalian tuh nggak boleh pacaran,dosa." sisi alim Julian muncul.
"Kamu tuh ya diem bisa nggak sih?! Ganggu orang pacaran aja!" Karin kesal.
"Astagfirullah, Rin inget Rin! Dosa." Julian buru-buru pergi.
"Julian tongklanggg!" Karin setengah berteriak menahan kesal.
Brio hanya memandang Karin datar sambil memakan apel bawaannya.
"Briy,  udah ganti jam belajar nih. Masuk ya ayooo." Karin membujuk Brio agar mau masuk kelas karena mereka sudah bolos pelajaran selama satu jam lebih.
"Lo duluan aja Rin. Gue nggak mau lo kebawa nakal. Ntar lo diturunin lagi jabatan ketua tim cheerleadernya." Brio memakan apel terakhirnya.
"Yaudah deh, aku masuk ya." Karin melambaikan tangan sebelum pergi.

Yuna pergi menemui Alen yang sedang menyendiri di perpustakaan sambil membaca buku novel yang dibawanya dari rumah.
"Lo kenapa?" tanya Yuna.
"Gue gapapa, Na. Lo udah makan?" Alen tersenyum lebar.
"Kalo lo begini nih pasti lagi ada apa-apa." Yuna kekeh dengan pendiriannya.
"Haha apa? Begini gimana?" Alen tertawa ringan.
"Kenapa lo suka ketawa padahal lo lagi kecewa?" Yuna bertanya balik dengan nada sedikit kesal.
"Terus kalo gue kecewa, gue harus nangis jungkir balik berakhir salto gitu? Nggak Yuna. Gue nggak mau nunjukkin sisi lemah gue ke lo, dia atau mereka." Alen menutup novel yang tadi dibacanya.
"Sekalipun kecewa itu karena gue, dia atau mereka?" Yuna bertanya dengan hati-hati.
"Iya kalian nggak berhak ngerasain kesedihan gue. Beban yang gue punya, nggak akan gue bagi sekalipun lo itu sahabat gue Na. Karena beban yang lo tanggung bisa jadi lebih besar dari beban gue." Alen bangun dari duduk.Tanpa menunggu balasan Yuna,Alen pergi meninggalkan perpustakaan.
"Gue yakin beban lo lebih berat Al. Terus apa gunanya sahabatan kalo masih saling memendam?" gumam Yuna pada diri sendiri.

Where are you now
Where are you now
Atlantis
Under the sea

Bel pulang sekolah telah berbunyi. Siang ini adalah terakhir kalinya seluruh ekskul berlatih untuk display. Seperti ekskul Pramuka yang sedang mempersiapkan kerangka untuk gapura beserta dasar-dasar PBB. Ekskul RESE pun sedang berlatih gerakan untuk yel-yel mereka dengan berbagai paduan materi mereka.

"Nggak nyangka ya ekskul kita udah setahun bertahan." Fatir menyeka keringat karena latihan tadi.
"Iya gue nggak nyangka kita bisa bertahan sejauh ini." Serin berkata dengan ekspresi bangga.
"Alen, lo lagi apa?" tanya Fatir.
"Gue lagi ngejadwal materi per minggu, Tir." Alen menjawab tanpa menoleh.
"Kok feeling gue nggak enak ya." Serin bergidik ngeri.
"Sok an punya feeling, peka sama kaki gue aja kaga." Tyas cemberut.
"Lah emang kenapa?" Serin bingung.
"Liat ke bawah noh!" Tyas jengkel karena kakinya terinjak oleh Serin.
"Pfftt! Haha sorry Tyas gue nggak tau." Serin setengah tertawa.
"Tyas kaki lo jadi gepeng tuh." ejek Fatir sambil memakan es krimnya.
"Ish ngeselin lo petir!" Tyas menghentakkan kakinya menahan kesal.
'Iya bener kata Serin,insting gue juga ngga enak mikir display.' batin Yuna.

Lapangan basket selalu dipenuhi warga sekolah hanya untuk melihat permainan Julian dan kawan-kawan.
"Le tangkep!" Julian passing bola kepada Leon.Membiarkan Leon melakukan Lay Up.
"Kyaaaaa Juliannnn!"
"Leooonn! Aaaaa Leooon!"
"Julian! Julian! Julian!"

Priittt..priittt..prittt...

Mereka berhenti berlatih.Mereka merapat di sisi kanan lapangan guna istirahat memulihkan tenaga.
"Wagelaseh tadi berasa lagi tanding gue, Jul." Leon tertawa ringan sambil memberikan minum pada Julian.
"Haha fans lo makin banyak juga." Julian meminum air yang diberikan Leon.
"Oh iya, gimana Alendra? Lo masih tetep komunikasi sama dia?" Leon mengelap keringat dengan handuk kecil.
"Iya begitulah. Gue nggak bisa jauh dari dia." Julian menghela nafas berat.
"Padahal lo yang mutusin dia, Jul." celetuk Leon.
"Gue tau gue jahat. Gue yang mutusin terus gue juga yang deketin lagi." Julian menatap botol minumnya.
"Sebenernya perasaann lo gimana sih sama Alen?" tanya Leon penasaran.
"Gue-"
"Julian! Alendra pingsan gara-gara Habel!" pekik Serin.
"Shit! Gue pergi Le." Julian langsung berlari dengan kecepatan penuh.
"Tanpa lo jawab juga gue tau Jul." gumam Leon.
"Eh Leon hehehe." Serin tersenyuk malu-malu.
"Napa lo? Kumat liat muka ganteng gue?" Leon menaikkan sebelah alisnya.
"Wagelaseh kumat lo sakitnya." Serin pergi dengan geleng-geleng kepala.
"Lah kok jadi gue?" Leon bertanya sendiri.

DONE ? (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang