Part 7

20 2 0
                                    

Hari-hari Alen yang hampa mulai terisi dengan kehadiran Kay. Nyaman adalah rasa yang tepat untuk Alen ketika bersama Kay. Entah untuk berbagi canda ataupun berbagi duka. Sepertinya posisi Julian di hati Alen perlahan tergeser oleh Kay dan Alen membenarkan hal itu. Dia memang merasakannya. Rasa yang sama seperti dulu hadir pada saat bersama Julian. Ingin sekali Alen memberitahu tapi ada yang membuatnya enggan.Dirinya mengetahui fakta bahwa Kaynan termasuk siswa populer di kalangan anak gamers sekolahnya. Dan Kay juga sudah memiliki beberapa mantan pacar di sekolah.

Sejak kemarin, Kay tidak masuk sekolah karena sakit. Kabar yang Alen dengar berasal dari ketua kelasnya Kay. "Iya Kaynan emang sakit dari kemarin. Gue kurang tau sih separah apa tapi katanya cuma demam aja." tutur sang ketua kelas. Bukan tentang rindu yang Alen pikirkan saat ini, melainkan cemas dan khawatir dengan keadaan temannya itu. Teman? Benarkah Alen hanya menganggap Kay sebagai teman? Tidak lebih? Tuhan bantulah Alen yang sedang berdebar memikirkan Kay.

"Kalo lo ngajak ke perpus cuma untuk mikirin Kay, mending lo ke rumahnya deh Al." gerutu Yuna seraya membaca novel.
"Iya-iya sorry abis gue kepikiran baget Na." Alen mengerucutkan bibirnya.
"Yaudah sana ke rumahnya." titah Yuna gemas karena sejak tadi Alen hanya diam memandang cover novel yang tadinya akan dibaca namun malah ngelamun.
"Oke gue ke rumah Kay. Alamatnya lo tau?" Alen mengernyit bingung.
"Jalan Amba nomer 27 blok B perumahan Kabayan." jawab Yuna dengan mantap.
"Lo tau dari mana?" Alen memicingkan mata.
"Gue dikasih tau sama temen sekelasnya tadi pas gue nanya." jelas Yuna acuh tak acuh.
"Gue pergi, bye! Thanks Yunaaaa!" Alen memperagakan kiss jauh pada Yuna yang dibalas dengan ekspresi jijik.

Alen bergegas mencari angkutan umum untuk pergi menjenguk Kay. Tidak membutuhkan waktu yang lama karena waktu dari sekolah menuju rumah Kay hanya 15 menit. Alen sudah berada di pelataran rumah Kay. Rasa gugup menyelimuti tekadnya untuk menemui Kay. Sedikit rasa tidak enak juga menghampiri seperti akan ada sesuatu hal yang tidak diinginkan terjadi. Perang batin pun dimulai antara lanjut menemui Kay atau balik kanan bubar pulang.

Dengan berat hati,Alen melangkah balik kanan untuk pulang.Namun,dirinya terhenti karena suara yang muncul dari balik pintu rumah Kay.
"Maaf, temennya Kaynan ya?" tanya si gadis berambut panjang yang tingginya sama dengan Alen.
"Eh iya gue mau jenguk Kaynan." jawab Alen seraya tersenyum tipis.
"Kaynan ada kok di dalem bentar ya aku panggilin dulu." gadis itu tersenyum ramah.
"Sorry kalo boleh tau lo sodaranya Kaynan?" tanya Alen dengan hati-hati.
"Bukan,aku gebetan kesekian yang Kaynan punya. Nama aku Marin.Semoga kamu nggak kaget ya kalo Kaynan punya banyak gebetan dan mantan pacar haha." tutur Marin tertawa ringan.

Deg!

Satu kenyataan yang membuat Alen merasa seperti ditampar. Pegangan terhadap keranjang parsel buah mengerat menandakan Alen tengah menahan sesak di dada. Rusak sudah bahagia Alen bersama Kay. Pupus sudah segala harap yang tertulis dalam angan. Alen hanya tersenyum paksa merespon perkataan Marin barusan. Hatinya sudah terluka,semua yang direncanakan telah hilang entah kemana.

"Kay ini ada temen kamu, sayang." Marin setengah berteriak.
"Iya sayang siap-" perkataan Kay terhenti ketika melihat Alen di depan pintu.
"Woy! Keliatannya udah seger badan lo ya. Tau gitu mah nggak usah jenguk gue. Cape-capein jenguk orang yang seger hahaha." Alen tertawa diikuti dengan Marin yang merasa perkataan Alen tadi sangat lucu terkecuali Kay yang terdiam gusar.
"Gue pulang dulu. Marin, gue titip buah ajaib buat gebetan lo yang lagi kehabisan kata-kata. Semoga jodoh ya." Alen memberikan parsel buah pada Marin lalu pamit pulang.
"Hati-hati ya." Marin melambaikan tangan pada Alen.
"Lendra.." lirih Kay dengan suara tercekat.
"Kamu kenapa sayang?" Marin mengernyit bingung.
"Gapapa kok." Kay menutup pintu.

Duka melanda hatinya lagi. Layaknya bekas jahitan luka yang terbuka menganga akibat luka yang sama. Alen tercengang dengan kenyataan yang selalu berujung sendu.  Alen pergi dari komplek rumah Kay dengan langkah gontai. Dirinya butuh seseorang. Dirinya butuh kekuatan saat ini.

'Aaaaaaaaa!' batin Alen menjerit.

Alen berhenti di taman yang pernah didatanginya bersama Kay. Perlahan tapi pasti punggungnya bergetar menahan suara isakan yang akan keluar. Wajahnya ia tutupi dengan kedua tangannya agar tidak terlalu menarik perhatian sekitar.

1 detik.

2 detik.

3 detik.

4 detik.

Alen merasakan sepasang tangan memengan kedua pundak Alen dari depan. Dengan terpaksa, Alen menatap siapa yang ada di depannya. Keajaiban apa ini? Bayangan Julian tiba-tiba berada di depannya. Ingin sekali Alen tertawa karena ia menganggap dirinya sudah tidak waras.
"Alen.." lirih Julian dengan raut wajah khawatir.
"Gue halu ya kok ada mantan terindah gue di sini?" Alen terkikik sembari tangis yang masih menghiasi wajahnya.
"Alen maafin gue." lirih Julian memeluk Alen.
"Gue haluuuu!" pekik Alen di pelukan Julian.
"Alen maaf.." Julian merasa sangat bersalah.

Hiks .. Hiks .. Hiks..

Alen menangis tersedu-sedu dalam pelukan Julian. Ini yang Alen butuhkan. Sebuah pelukan penenang rasa terpendamnya. Mungkin hatinya sudah bukan untuk Julian,tapi percayalah nyamannya hanya ketika bersama Julian. Seperti seorang adik yang membutuhkan sosok kakak laki-laki. Itulah perasaan Alen terhadap Julian sekarang. Bukan sebagai seorang perempuan yang mengharapkan balasan suka dari pria idamannya.

Ketika Alen sudah lebih tenang, Julian mengakhiri pelukannya lalu menatap mata sembab Alen dan hidungnya yang semerah tomat karena kelamaan menangis.
"Kamu baik-baik aja?" tanya Julian walaupun ia tahu bahwa Alen sedang dalam masa sulit.
"Iya,gue baik-baik aja. Lo kenapa bisa ada di sini?" balas Apen seraya mengelap sisa air matanya.
"Opah sakit jadi gue mesti balik. Ternyata, alasan kuat gue maksa balik adalah lo Al." Julian menggenggam kedua tangan Alen.
"Lo udah jenguk opah?" Alen melepas genggaman Julian.
"Belum. Ini gue mau jenguk tapi liat lo di sini." jelas Julian.
"Yaudah lo lanjutin perjalanan lo aja. Gue mau pulang." Alen mengibaskan tangannya guna merapikan seragam yang sedikit kusut.
"Tapi Al gue nggak bisa ninggalin lo gitu aja." lirih Julian.
"Stop it Julian! Lo nggak ada kewajibannya buat peduli sama gue walaupun ada hak tapi gue bisa nolak. So, i want you to leave me. Bukan karena gue benci tapi karena gue lagi mau sendiri. Lo emang temen gue yang baik banget. Makasih udah care sama gue." Alen pergi tanpa menunggu balasan Julian.

'Gue salah. Perasaan Alen udah berubah. Ternyata gue telat sadar sampe lupa kalo perasaannya udah pudar.' batin Julian.

DONE ? (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang