Part 5

18 2 0
                                    

Alen menguatkan hatinya untuk melangkah ke dalam bandara untuk mencari keberadaan Julian. Sungguh sesakit apapun, bagaimanapun pedihnya hati Alen terhadap sikap Julian dulu, tidak akan mampu membunuh rasa sayang Alen yang sudah tertanam mengakar di hati sejak dua tahun yang lalu.

Bodoh!

Itulah yang ada di benak Alen sekarang seraya mencari Julian ke seluruh area bandara yang sudah ramai dengan wartawan karena ingin mengetahui kecelakaan pesawat yang barusan terjadi. Tangisan menggema dimana-mana membuat air mata Alen turun perlahan. Sungguh hari ini adalah hari terburuk baginya. Kabar duka yang datang secara bertubi-tubi tentang Julian dan Yuna tentang nasib ekskul RESE yang akan dihapus secara mendadak.Alen menangis tertahan di depan layar jadwal keberangkatan.

"Alen." Julian menyentuh pundak Alen.
"Juliaann!" Alen sangat bersyukur sambil memegang tangan Julian. Senang sekali rasanya seperti memenangkan sebuah olimpiade.
"Lo kenapa ada di sini? Sampe nangis begitu? Ada yang nyakitin lo?" tanya Julian khawatir.
"Nggak Jul gue gapapa. Gue bersyukur banget. Gue lega banget ternyata lo bukan salah satu dari korban kecelakaan pesawat itu." Alen tersenyum sesekali sesegukan.
"Iya gue ganti penerbangan karena pesawat yang awal udah penuh." Julian menenangkan.
"Gue lega demi apapun gue lega." Alen tersenyum walau tidak lepas.
'Ternyata lo masih peduli sama gue. Makasih Al gue bersyukur banget lo tetep stay sejahat apapun gue.' batin Julian lega.

Namun sedetik kemudian,Alen teringat kabar buruk yang menimpa ekskulnya. Apa yang harus dia lakukan sekarang pun tidak diketahuinya.
"Jul, baik-baik ya lo di sana." Alen tersenyum lemah.
"Pasti, lo juga Al jaga diri lo. Jangan lupa makan." Julian mengelus puncak kepala Alen dengan sayang.
"Siapp Jul." Alen berpose hormat seperti sedang upacara membuat Julian gemas.
"Gue pergi ya. Hati-hati lo ya! Kalo udah sampe, kabarin gue." Alen pamit.
"Siap, lo juga Al be careful." Julian melambaikan tangan tanda perpisahan.
'I always love you,Jul.' batin Alen melirih.

'Sampai jumpa lagi, teman hati.' batin Julian hampa.

Sungguh, bukannya tidak mau kembali bersama Alen. Julian hanya sedang memantaskan diri untuk bisa mendampingi Alen. Walaupun Alen telah menerima bagaimanapun keadaannya, tapi Julian tidak mau Alen kena marah orang tuanya hanya karena menyukai laki-laki seperti Julian. Walaupun masih SMA, Julian tahu tipe wanita seperti Alen bukanlah yang suka main-main dalam menjalin suatu hubungan apapun terutama hati.

Sesampainya di sekolah, Alen langsung berlari mengunjungi ruangan RESE. Brio datang menghadang Alen.
"Alen tunggu dulu!" Brio merentangkan tangannya untuk menghentikan langkah Alen.
"Ada apa?" Alen bertanya seraya mengatur napas.
"Ekskul lo lagi dijadiin bahan perdebatan di rapat pembina sekarang."
"Mana Yuna?!" tanya Alen menuntut.
"Yuna lagi di dalem ruang RESE." jawab Brio sambil memakan apel bawaannya.
"Kenapa ekskul gue bisa terancam dihapus?! Salah gue apa? Salah kami apa?! Kenapa rapat pembina jadi sidang penghapusan RESE? Kenapa?! Brio jawab gue!" emosi Alen memuncak.
"Gue nggak tau Alendra. Gue cuma tau agenda rapat pembina hari ini.Serem amat lo kalo emosi beneran." Brio mencoba menenangkan Alen.

"Waktu setahun gue abis untuk perjuangin ekskul ini! Gue bela-belain lakuin apapun demi masa depan ekskul gue! Gue biarin hatters RESE maki gue karena gue mau buktiin sebagai ketua pertama ekstrakurikuler RESE kalo mereka itu salah! RESE pasti bertahan! Terus sekarang,waktunya gue sama mereka lagi berjuang,kenapa dimasukkin ke calon blacklist?!" Alen menangis tersedu.Yuna datang karena mendengar amarah Alen.Tanpa diminta,Yuna langsung memeluk Alen.
"Alen udah Alen semua belum terlambat." Yuna mengusap punggung Alen yang gemetar karena sedang terisak.
"Gue kecewa Yuna, gue nggak terima!" Alen benar-benar kecewa.
"Kita semua juga sama Al. Kita nggak terima tiba-tiba mau di blacklist gitu aja tapi kita bisa apa?" Fatir muncul dari dalam ruang RESE bersama Serin dan Tyas yang sedang terisak juga.
"Gue nggak terima!" tangis Alen menggema di sekitar ruang RESE.

Rapat selesai. Para pembina ekstrakurikuler keluar dari aula dengan wajah datar.Alen terfokus pada pembinanya yang sedang berjalan ke arah mereka dengan kepala sedikit tertunduk.
"Maafin ibu. Kalian sudah menjadi yang terbaik. Kalian sudah berjuang untuk ekskul ini. Terima kasih. Ibu bangga sama kalian. Walaupun kita tidak bersama lagi, percayalah ibu tetap ada untuk kalian. Alendra, kamu sudah jadi ketua yang hebat! Ibu bangga sama kamu." bu Manik memegang kedua tangan Alen mencoba memberikan kekuatan sambil menahan tangis.
"Kenapa bu? Kenapa ekskul kita tiba-tiba di blacklist?" tanya Alen dengan tangis yang belum berhenti.
"Ibuu.." Yuna memeluk bu Manik diikuti anggota RESE yang lain.
"Al,lo the best! Gue akuin kepemimpinan lo itu lebih hebat dari gue." Brio meyakinkan Alen.
"Gue pergi dulu." Alen mengambil tasnya lalu pergi menuju gerbang sekolah yang diperhatikan Leon dari jauh.
'Lo salah waktu pergi, Julian.Lo malah ninggalin Alen dalam masa sulit untuk yang kedua kalinya.' batin Leon.

Lelah diri dan terasa kosong di hati.Alen ingin melepaskan,tapi hati belum bisa mengikhlaskan.Seperti kepergian Julian yang menyayat rasa,kehilangan RESE menambah luka terbuka di dalam dada.

Hiks..hiks..hiks...

"Ndra." Kay datang menghampiri Alen.
"Kay? Kok lo ada di sini? Bukannya lo ada di kedai bang Manes ya?" Alen menghapus air matanya.
"Gue ke sekolah pas dapet telfon dari temen kalo ekskul lo diblacklist." Kay memegang pundak Alen.
"Gue mau pulang, Kay." Alen tertunduk menahan tangisnya.
"Gue anter ya." Kay membantu Alen berdiri.
"Maaf ya gue ngerepotin lo lagi." Alen tersenyum lemah dengan hidung semerah tomat.
"Santai aja. Selagi gue bisa, gue bantu." Kay menuju motornya yang berada di parkiran diikut oleh Alen.

Air mata masih setia menghiasi wajah Alen malam ini.Hari ini begitu terasa sangat berat.Dirinya sudah lelah meratapi mimpi buruk yang nyata namun hati tak ingin menyerah untuk berduka.

Ting!

Gue udah sampe dengan selamat. Sekarang, gue ada di hotel Megah untuk TM sama siswa pilihan lainnya.

                                       Julian.

Satu pesan muncul di layar ponsel Alen. Dengan berat hati,Alen membuka pesan yang ternyata dari mantan tersayangnya itu, Julian.Sebuah senyuman lemah terbit dengan rasa syukur karena Julian sampai dengan selamat. Tapi, tak ada tenaga untuk membalas pesan Julian. Alen butuh waktu untuk menerima hal yang tidak pernah ia kira akan secepat ini terjadinya. Semua kenangan bersama RESE melintas menari-nari dalam otak Alen membentuk film tersedih dalam hati.

Drrttt.. Drrtt... Drrrttt...

Bang Manes Calling...

"Abangg!" sapa Alen ditelfon seceria mungkin.
"....."
"Gue gapapa bang. Ini cuma pilek aja."
"....."
"Iya bang iya Alen tidur sekarang." Alen menutup telfon dari bang Manes lalu tidur dengan mata sembab yang masih mengeluarkan air mata sesekali.

Perpustakaan adalah tempat nyamannya sejak peristiwa blacklist ekskul RESE.Alen menghabiskan waktu istirahat hanya untuk membaca. Tidak berniat melepas duka yang tercipta.
"Lo harus makan." Kay datang dengan menyodorkan roti keju dan es jeruk ditangannya.
"Gue nggak laper beneran, Kay." Alen mencoba menolak.
"Kalo lo nggak mau, gue marah nih." Kay menaikan nada bicaranya agar Alen mau makan.
"Iya-iya." Alen menerima pemberian Kay lalu dengan malas memakannya.
"Gue tau lo masih nggak bisa terima tapi ini kebijakan sekolah yang mutlak Lendra. Lo nggak bisa nolak karena sekolah juga pasti punya pertimbangan tentang ekskul lo." Kay mencoba membuat Alen mengerti.
"Gue tau. Ekskul yang mati-matian gue bangun belum menghasilkan apapun dan belum ada bukti kerjanya. Tapi ini ekskul baru, Kay. Mereka nggak ngasih kesempatan buat RESE." Alen melihat ke arah luar jendela memperhatikan pohon-pohon mulai berbunga.
"Lendra, gue percaya lo orang yang kuat. Gue bakal selalu ada untuk lo." ucap Kay meyakinkan.
"Makasih Kay. Makasih udah mau direpotin sama gue." Alen menatap Kay  dengan seulas senyuman penuh arti.

DONE ? (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang