Part 8

30 2 0
                                    

Adakah yang lebih menyakitkan selain menunggu tanpa kepastian? Menanti cinta menahunmu dengan sabar bukanlah hal mudah yang dapat dilakukan semua orang. Kebanyakan mengambil alternatif dengan mencari si dia yang baru. Namun, si setia juga masih banyak yang menanti tanpa jemu.

Seperti Alen yang menunggu Julian tanpa pernah ada titik terang yang ditemu. Entah bagaimana akhirnya sampai Alen tanpa sadar sudah tidak menanti balasan Julian atas rasa yang telah tertanam sejak bertahun-tahun lalu. 'Mungkin sudah bosan menunggu dan waktunya mencari yang baru.' begitulah kalimat yang tersimpan di hati Alen sekarang.

Tralala tralala tringgg

Bunyi bel istirahat menggema di seluruh penjuru SMA 21 Gentala. Seluruh siswa berhamburan kelar kelas menuju kantin dengan kekuatan secepat kilat untuk segera mengisi perut mereka yang telah demo menuntut makan sejak tadi. Namun,Alen dan mantan anggoa RESE telah tiba di kantin sebelum istirahat karena dispensasi yang diberikan oleh kepala sekolah dengan alasan pertemuan antara kepsek dan anak-anak ekskul RESE.

"Gue nggak nyangka kepsek baik banget. Ternyata, penghapusan ekskul kita karena nggak cukupnya anggaran ekskul yang terlalu banyak." ucap Fatir dengan senyum bangga.
"Iya bener. Harusnya jelasin kek dari awal biar kita nggak buruk sangka." gerutu Tyas diikuti anggukan kepala Serin tanda setuju.
"Yaudahlah udah jelas ini." timpal Yuna yang sedang mengunyah mie ayam favoritnya.
"Eh Kaynan otw kesini." bisik Serin pada Alen yang sedang fokus membaca novel. Alen pun hanya menanggapinya dengan anggukan kecil tanda ia mendengarkan.
"Maaf, kalian lagi diskusi ya?" tanya Kay basa-basi.
"Nggak kok kita cuma makan aja." jawab Tyas seramah mungkin.
"Boleh nggak gue pinjem Alen sebentar?" tanya Kay hati-hati sambil melirik Alen yang acuh dengan kedatangannya.
"Kita aja yang pergi. Lo di sini jelasin semuanya ke Alen." balas Yuna sarkas lalu pergi diikuti yang lain.

Kay mengangguk tanda setuju lalu duduk di depan Alen. Matanya terfokus pada Alen sehingga membuatnya mau tidak mau menatap juga.
"Gue mau ngomong." tutur Kay.
"Mangga." jawab Alen tetap menatap Kay. Kay yang hendak berbicara kembali harus mengurngkan niatnya karena Alen yang berkata tiba-tiba "Mangga jus satu buuuu!" Alen setengah berteriak pada ibu kantin yang hanya berjarak satu meter dari mejanya.
"Lendra, gue mau minta maaf." lirih Kay.
"Gue maafin." jawab Alen dengan ekspresi datar.
"Gue mau jelasin." ucap Kay.
"Udah jelas." sergah Alen.
"Gue tetep mau jelasin." Kay tetap bersikukuh.
"Gue nggak butuh. Makasih. Lo tetep gue anggap temen. Itu kan yang lo khawatirin? Lo takut pertemanan kita sad ending? Emang sad sih tapi nggak penting." balas Alen sarkas seraya pergi dari kantin.
"Lo tau? Alendra itu gampang percaya sama orang. Tapi sekalinya lo bohong, abis percayanya dia sama lo." celetuk Leon yang tiba-tiba datang.

Alen tahu tidak seharusnya ia begitu. Namun, lebih baik kedekatan antara dirinya dengan Kay serta Julian dibatasi. Untuk menghargai perbedaan rasa antara mereka. Bukan untuk membangun jarak yang jauh, hanya saja Alen tahu kelemahan dirinya yang tidak bisa mengikhlaskan jika masih berhubungan dekat dengan seseorang yang pernah menyentuh hatinya. Karena sekeras apapun usaha melupakan, Alen tidak akan bisa mengusir rasa yang sudah hadir tanpa diminta kecuali jika dirinya sudah benar-benar lelah mengharap jawaban yang tak kunjung datang.

Saat ini, Alen sedang menikmati pemandangan di balkon lantai dua karena gurunya sedang rapat dadakan guna menyambut pekan ulangan akhir semester satu.
"Gimana si Julian?" tanya Yuna sambil melahap es krimnya.
"Pagi tadi baru berangkat lagi otw ke sekolah basketnya." jawab Alen acuh tak acuh.
"Terus si Kay?" Yuna penasaran.
"Berakhir gitu aja. Nggak ada yang harus diperjelas lagi sih. Emang dianya aja yang care sana-sini ya pantes aja banyak yang baper termasuk gue. Untung aja cuma dikit. Udahlah ngomongin dia bikin mood gue turun." gerutu Alen.
"Hahaha lo sih gampang percayaan sama orang eh ditambah baperan lagi." celetuk Yuna.
"Tawa lo yang gede sepuasnya." ucap Alen.
"Piss bro. Terus sekarang tujuan hidup lo apa?" pertanyaan Yuna membuat Alen melotot.
"Lu kata tujuan idup gue cuma buat ngejer cowok yang nggak punya kepastian? Gue juga punya tujuan hidup kali dari dulu. Masalah rasa mah bukan tujuan hidup gela lo." cerocos Alen.
"Hahaha ngakak gue liat muka ngomel lo." Yuna terbahak-bahak.
"Shit! Edun lo emang." Alen tertawa.
"Terus gimana?" tanya Yuna.
"Berhubung kita udah nggak ikut ekskul apa-apa dan sebentar lagi ujian akhir semester satu abis itu pengayaan buat UN,mending belajar aja lo bareng gue. Masa depan masih panjang. RESE udah berakhir. Kisah cinta gue yang nggak penting juga udah berakhir." jelas Alen panjang lebar.
"Oke kita fokus masa depan. Lirik dikit gapapa asal anti nikung dan sopan." celetuk Yuna.
"Motto hidup lo bagus juga. Gue copas." cengir Alen.
"Nggak bisa! Jangan jadi menusa copas lo!" Yuna pura-pura tidak terima.
"Udah copas!" tegas Alen sambil tertawa.

Cinta monyet bagi remaja bukanlah hal yang paling utama. Jalan masa depan pun masih panjang dan cita-cita harus diperjuangkan. Buat apa mengejar? Toh,jodoh tidak kemana. Pasti akan datang pada waktunya karena Tuhan yang tentukan.




Terima kasih sudah mampir dan membaca cerita author yang masih banyak kurangnya ini:)
Sampai jumpa dicerita selanjutnya yaaa💗
Bintang, komen, kritik dan saran dipersilahkan🙇

DONE ? (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang