Siang ini, para petugas kebersihan SMA 21 Gentala melakukan pembersihan dan pengosongan di ruang bekas ekskul RESE. Habel yang kebetulan lewat memperhatikan pemandangan di bekas ruang musuhnya dengan tawa penuh kemenangan.
"Rasain lo! Rese sih jadi orang sok tegar sok kuat." ejek Habel.
"Maksud lo apa?! Nggak usah belaga jadi yang punya sekolah deh. Mulut lo aja tuh kurang asupan tata krama jadi gitu kan lo!" balas Yuna sarkas.
"Shit! Lo ngomong apa barusan?! Gue hajar baru tau rasa lo!" Habel mengancam.
"Oh really? Come on! Lo cuma numpang populer dibalik bokap lo doang gelaa emang!" emosi Yuna mulai tidak bisa dikendalikan.
"Yuna stop it. Sabar." Fatir berusaha melerai dibantu Serin dan Tyas.
"Udah Na, kita lebih baik dari dia." Tyas mencoba menenangkan.
"Haha ekskul lo aja digusur malah ngatain gue, freaks." Habel tertawa mengejek.
"Shit!" Yuna mengguyurkan es krim yang meleleh milik Fatir pada Habel.
"Ow shit dingin bege!" Habel memulai pertengkaran dengan Yuna.
"Panggil Alen, Ser." titah Fatir pada Serin.Sedangkan Alen sedang mengerjakan tugas yang tertunda bersama Kay karena nilai ulangannya di bawah rata-rata. Btw,Alen dan Kay satu jurusan namun beda kelas tapi guru mapelnya sama jadi mereka remedial bareng.
"Lo ngerti?" tanya Kay sambil menatap Alen yang terlihat sangat serius.
"Nggak." gelak tawa menghiasi wajah Alen dan Kay.
"Serius amat lo ngerjainnya kayak yang iya bisa tau nggak." ucap Kay dengan tawa kecil.
"Ya seenggaknya bersikap profesional dong biar keliatan meyakinkan." cengir Alen.
"Biar nggak keliatan bege banget kan?" dugaan Kay tepat setelah Alen menjawab pertanyaannya dengan anggukan mantap.
"Alendraaaa! Alendraaa!" teriak Serin di depan pintu perpustakaan.
"Serin?" Alen mengernyit bingung karena tingkah Serin yang terburu seperti ada peristiwa yang sedang terjadi.
"Yuna Al! Yuna!" ucap Serin terpogoh-pogoh.
"Kenapa? Ada apa?" Alen menyentuh pundah Serin yang naik turun mengatur nafas.
"Yuna berantem sama Habel." jawab Serin.
"Shit!" Alen langsung berlari meninggalkan Serin dan Kay mengikuti Alen dari belakang."Yuna udah Yuna!" Alen menarik kedua tangan Yuna,membuat jarak diantara Yuna dan Habel.
"Awas aja lo bege!" Habel pergi dengan rambut kusut dan wajah yang sangat berantakan karena amukan Yuna.
"Yuna lo jangan kepancing." Alen merangkul Yuna guna menenangkan emosinya.
"Tyas, bantuin gue beliin minum buat Yuna?" Alen memohon.
"Oke, bentar." Tyas bergegas ke kantin.
"Maafin gue Al. Gue belum bisa jadi partner yang baik buat lo, buat anak-anak RESE." Yuna menyesal.
"Gue paham gimana lo.Sekarang lo tenangin diri lo dulu. Coba lo kendaliin emosi lo Na. Bahaya kalo lo biarin emosi lo yang menang." Alen menasehati.
"Iya Al." jawab Yuna lemah.Seminggu sudah kegiatan mengantar Alen pulang dilakukan oleh Kay.Semakin bertambah dekat pula hubungan Kay dengan Alen membuat secercah harapan tumbuh di hati Alen menghangatkan rasa yang sempat terluka menganga.
"Oh iya, sebelum balik ke rumah beli jajan dulu." pesan Alen pada Kay.
"Siap nyonya." jawaban Kay membuat Alen terkekeh.
Alen dan Kay berhenti di kedai bang Manes.
"Bang Manes!" Alen memanggil sang abang yang berada di depannya sedang berbicara dengan kasir.
"Alendra-nya gue." sapa bang Manes sambil mengacak lembut rambut Alen.
"Ih abang! Nanti rambut gue rusak gimana?" Alen merapikan rambutnya yang tidak berantakan.
"Rambut lo kan seterong mana bisa rusak sih Al?" tanya bang Manes seraya mengajak Alen dan Kay duduk.
"Strong bang strong." Alen membenarkan.
"Lo mau pesen apa?" tanya bang Manes.
"Gue mau latte sama pancake bang. Si Kay mah disamain aja." jawaban Alen mendapat jempol dan senyuman dari Kay karena sudah hafal kebiasaannya jika memesan makanan bersama Alen.Pasti pesanannya sama.
"Jadi lo kalo makan sama Alen, pesanan lo selalu disamain sama dia?" bang Manes mulai penasaran.
"Iya bang." jawab Kay mantap.
"Terus perasaan lo sama Alen, disamain juga?" sukses sudah pertanyaan bang Manes mendapatkan nyerinya sikutan dari Alen dan wajah salting dari Kay.
"Mending abang dengerin curhatan gue deh." Alen mengganti topik pembicaraan.
"Emang adik abang ini kenapa?" bang Manes sangat antusias jika Alen mengatakan akan curhat seperti mendengar curhatan adik kandung.
"Ekskul RESE gue di blacklist bang." Alen menunduk rasanya seperti baru kemarin hal itu terjadi. Tangisnya selalu pecah ketika memikirkan ekskul kesayangannya itu.
"Yang sabar Al. Gue udah tau dari bu Manik kemarin di konferensi komunitas. Dia ceritain semuanya termasuk penghapusan ekskul lo. Lo tau? bu Manik nangis sewaktu cerita ke gue." Manes mengusap pelan kepala Alen yang tertunduk.
"Gue mau nangis bang. Setahunnya gue ada di RESE bang." Alen mulai terisak.
"Lo keluarin semuanya. Gue paham tanpa lo jelasin." Manes memeluk Alen menenangkan.
Kay yang sedari tadi bermain game pun berhenti sejenak mendengar tangisan sendu Alen.
"Al, latte nya dingin nih." Kay membuka suara.
"Oh iya gue lupa hahaha." Alen tertawa ringan seakan tidak ada beban sambil mengelap sisa air matanya.
"Lo harus kuat Al. Demi anggota lo, demi pembina lo. Mereka juga terpuruk sama kayak lo tapi mereka lebih milih mendem daripada ketauan sedih di depan lo.Mereka ngejaga perasaan lo Al. Jangan cengeng, jangan lemah." sekali lagi bang Manes memeluk Alen agak lama lalu pamit pergi mengurus kedai.
"Eh jam berapa Kay?" Alen lupa waktu.
"Jam 3 sore ini." Kay memperlihatkan waktu di jam tangannya.
"Ke taman mau nggak?" Alen menawarkan.
"Gue nurut aja sama lo." Kay tersenyum lepas.
"Ah lo emang baik banget ya mau gue repotin hahaha." Alen tertawa gemas.Drrttt...
Al,lo lagi apa? Kabar lo gimana? Hari ini gue masuk sekolah basket gue.Lo harusnya ada di sini liat penampilan gue yang kece hahaha kepedean gue. Jaga diri lo Al. See you.❤
Pesan dari Julian membuat Alen sedikit tersenyum tipis. Entah ini efek terlalu banyak menangis atau memang sudah tidak lagi mengharap kedatangan Julian tapi Alen merasa biasa saja tak ada rasa kehilangan atau apapun. Sedikit rindu mungkin ada namun tak sampai hati. Setelah ada Kay, Alen tidak terlalu memikirkan hubungan gantung dengan Julian. Jangan-jangan Alen sudah berpaling pada Kay yang memang masih jomblo.
Setelah menghabiskan pesanan di kedai bang Manes, Alen dan Kay pergi ke taman. Tujuan Alen untuk menenangkan hati sedangkan Kay ingin menghibur Alen.
"Lo suka ke taman, Kay?" tanya Alen seraya mengunyah es krim yang dibelinya barusan.
"Kadang-kadang kalo nongkrong sama temen." jawab Kay menatap Alen.
"Temen atau demen?" Alen menggoda Kay.
"Temen hahaha nggak ada yang gue demen." Kay meyakinkan.
"Termasuk gue?" tanya Alen pura-pura serius.
Kay yang bingung akan menjawab apa hanya tersenyum kikuk.
"Gue bercanda hahahaha muka lo kikuk gitu berasa dapet soal mtk lo." Alen tertawa lepas.
"Kayak gini terus Al. Gue nggak suka lo nangis. Jangan nangis lagi." tutur Kay menggenggam salah satu tangan Alen.
"Makasih, lo yang udah bikin gue ketawa kayak gini. Berkat lo, gue bisa ketawa lagi disela-sela kesedihan gue. Makasih Kaynan." ucap Alen tersenyum menawan.
"Kok lo tau nama lengkap gue sih?" Kay membuat suasana romantis berubah menjadi sedikit jengah.
"Tau dari si mbah." celetuk Alen membuat Kay sedikit merinding membayangkan orang pintar yang disebut sebagai si mbah.
"Hahahaha lo kumat lagi hahaha jangan terlalu serius lo cepet tua entar." Alen terbahak-bahak.
'Ternyata gue punya bakat lawak juga.' batin Kay bersorak senang.Kegiatan Alen sudah berpindah menjadi penulis sepenuhnya setelah penghapusan ekskul RESE. Masih ada desiran kepedihan mengingat semua tenaga dan waktu yang dirinya korbankan untuk ekskul yang baru tumbuh di sekolah ini.
Bu Manik memanggil Yuna dan Alen untuk datang ke ruang BK menghadap bu Jeni. Alen tahu ini akibat dari perkelahian Yuna dengan Habel dua hari yang lalu.
Sebelum memasuki ruangan, Alen menepuk pundak Yuna untuk memberinya sedikit kekuatan untuk tabah.
"Masuk!" titah bu Jeni dengan nada dingin.Alen dan Yuna segera masuk.
"Kalian tau kesalahan salah satu dari kalian?" tanya bu Jeni mengarah pada Yuna.
"Kalo ibu urusannya sama saya kenapa bawa-bawa Alen sih bu?" tanya Yuna balik dengan nada sedikit kesal karena guru BK nya ini berpihak pada Habel.
"Biar Alendra tau bagaimana kelakuan sahabat tercintanya yang malah menambahkan kehancuran nama baik RESE." ucap bu Jeni sarkas.
"Yuna, biarin aja." bisik Alen seraya menggenggam kuat tangan Yuna.
"Jadi hukumannya apa bu?" tanya Yuna blak-blakan.
"Kamu kerjakan soal-soal ini sampai tuntas!" titah bu Jeni sambil memberikan buku tebal berisi kisi-kisi soal ujian akhir.
"Siap bu!" seketika mata Alen dan Yuna berbinar-binar. Ternyata,bu Jeni memberi hukuman yang sangat bermanfaat sekali.
"Kalian jangan dengerin kata Habel, ibu tau mana yang bener dan mana yang salah." tutur bu Jeni dengan seulas senyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
DONE ? (End)
Teen FictionKetika kepergian Julian masih menjadi duka di hati, Alendra harus menghadapi juga sebuah kenyataan bahwa ekskul yang dia pertahankan sejak setahun terakhir itu dihapus dari daftar ekstrakurikuler sekolah. "Shit!" Don't Copas!