Leon memakan baso pesanannya dalam sekejap. Padahal ada dua porsi baso penuh. Alen paham bahwa Leon selepas display langsung mencari dirinya untuk mengatakan hal penting, Pikir Alen.
"Sebenernya, Julian nggak mau pindah. Selain udah nyaman sama ini sekolah, ada lo yang jadi alesan terberat dia nggak mau pindah. Tapi, apa daya dia nggak punya pilihan karena karier basket yang menjanjikan buat masa depan." jelas Leon.
"Baguslah, gue lega. Gue cuma salah satu kepingan cerita yang nggak sengaja dia akhirin. Gue nggak mau Julian lepasin kesempatan terbaiknya hanya karena baru sadar kalo kepingan cerita yang dulu diakhirin itu harusnya diterusin." tegas Alen dengan senyuman.
"Lo nggak ada niatan balik ke Julian?" Leon penasaran.
"Kenapa nggak lo tanya ke Julian? Kenapa dia nggak mau balik sama gue padahal dia duluan yang buka luka lama gue." Alen memalingkan wajahnya melihat ke arah lapangan futsal yang berada di sebelah kantin.Di sana!
Alen melihat si penyelamatnya sedang bermain gadget di pinggir lapangan futsal bersama teman-temannya.Senyum Alen merekah.
"Gue juga heran sih.Tapi ya intinya,gue cuma mau ngasih tau tentang kepindahan Julian besok." Leon mencoba menjelaskan.
"Iya gue tau. Makasih." Alen pergi meninggalkan Leon dengan senyum melebar.
"Lah kok dia seneng sih?" Leon menggaruk kening yang tidak gatal.Alen melangkah pergi berniat menemui sang penyelamat ketika dirinya pingsan kemarin.
"Hai." Alen menyapanya.
"Iya?" Dia bingung.
"Makasih kemarin udah nyelametin gue." Alen tersenyum lebar.
"Oh lo yang kemarin pingsan kan? Iya sama-sama. Gue juga seneng kok bisa bantu lo." dia tertawa ringan.
"Oh ya lo bawa motor?" tanya Alen.
"Iya, emang kenapa?" tanyanya.
"Pulang sekolah, tunggu gue." Alen langsung pergi tanpa menunggu balasan dari sang penyelamat.Yuna menemukan Alen sedang merapikan ruangan RESE.
"Woy!" Yuna menyapa Alen.
"Eh lo kok nggak masuk kelas?" Alen menumpuk buku-buku yang berserakan di meja.
"Lo pikun ya? Sekarang kan kita mau muter kelas 10 buat mintain data anggota baru RESE." Yuna duduk di kursi yang berada depan Alen.
"Gue lupa! Sorry bro. Ayok!" Alen menarik Yuna pergi padahal Yuna baru saja duduk.
"Ampun deh Al gue baru mau istirahat abis disuruh bu Manik beresin berkas tahun lalu." keluh Yuna.
"Oke kantin dulu deh kita." Alen mengajak Yuna ke kantin."Bu, mie ayam satu sama mie ayam baso satu terus es teh manis dua bu." Alen memesan setengah berteriak karena jarak yang sedikit jauh dari kursi makan.
"Loh kok lo mesennya dua sih?" Yuna penasaran.
"Kan gue juga mau ngemil." Alen nyengir.
"Dasar lo rai badog!" Yuna terkekeh.
"Ya lo tau sendirilah penampungan di perut gue segimana." Alen tertawa.
"Iya sebesar jemblungan air kan?" Yuna tertawa ringan."Gue tunggu di parkiran pulang sekolah ya." kata sang penyelamat Alen tiba-tiba lalu tersenyum sebelum pergi.
"Itu kan..." Yuna mengernyit.
"Si penyelamat gue, Na." Alen tersenyum.
"Loh kok kalian bisa sih?" Yuna memicingkan mata.
"Haha gue tadi nggak sengaja ngeliat dia waktu ngobrol sama Leon tadi terus gue samperin deh." Alen tiba-tiba teringat perkataan Leon.
"Leon bilang apa?" tanya Yuna setelah mengambil pesanan dari bu kantin.
"Julian besok pindah sekolah. Display tadi itu tanda perpisahan dia sama timnya." tatapan Alen sedih sambil menuangkan saos ke mangkuk mie ayamnya.
"Gue tau Al lo masih sayang sama dia." Yuna mencomot saos dari tangan Alen.
"3 tahun Na gue mendem hati terus dia tau dengan waktu singkat kita jadian. Habis itu,dia mutusin gitu aja padahal baru dua minggu hubungan gue sama Julian." Alen memakan mie ayamnya.
"Tapi rasa sayang lo itu ngalahin kecewanya lo Alen." Yuna menyeka keringat karena kepedasan.
"Lo bener Na. Lo bener. Tapi gue nggak mau kecewa lagi Na." mie ayam Alen tandas tak tersisa.
"Lo kalo makan pake feeling ternyata cepet abis ya." Yuna tertawa.
"Kan lapernya nambah gue kalo baperan." jawab Alen dengan tawa ringan.Sore ini, Julian sedang dalam perjalanan menuju bandara. Ada rasa senang sekaligus resah. Otaknya sedang dipenuhi oleh Alen. Akhir pertemuan mereka yang buruk membuat Julian semakin bersalah setelah kejadian dulu. Bukan karena tidak menyayangi, tapi Julian belum sampai tahap mencintai kepada Alen. Namun, setelah berpisah bukan lega yang didapat melainkan duka karena ia sangat telat menyadari perasaannya untuk Alen. Julian memandang ke luar jendela mobil sambil berharap Alen bisa menerimanya walaupun tahu dirinya telah sangat jahat.
Alen pergi menuju parkiran dan langsunglah terlihat sang penyelamat.
"Nunggu lama?" Alen tersenyum.
"Eh nggak kok baru keluar.Oh iya panggil gue Kay." Kay memberikan helm pada Alen.
"Oh iya gue lupa nama hahaha panggil aja Alen." Alen memakai helm lalu naik ke motor Kay.
"Gue mau panggil lo Lendra aja anti-mainstream." Kay menyalakan mesin motornya.
"Oke lo suka yang beda ternyata." Alen memegang jaket Kay.Kedai Jamanes menjadi pilihan Alen makan dengan Kay sebagai ucapan terima kasih.Selain itu,Alen juga sekalian mengunjungi si pemilik kedai yang tak lain adalah teman satu komunitas RESENA (Remaja Sehat Nasional) yaitu Manestya yang biasa dipanggil Manes.
"Lo mau pesen apa?" tanya Alen.
"Gue nurut lo aja." Kay menatap sekeliling kedai bernuansa klasik dengan paduan warna cokelat yang diberi aksen hitam.
"Kalo gitu mbak lasagna sapi sayurnya dua sama cokecha dua." ucap Alen kepada pegawai kedai.
"Lo suka makan di sini? Gue suka suasanan di kedai ini." Kay berujar.
"Iya ini kedai favorit gue sekaligus punya temen satu komunitas. Syukur deh kalo lo suka soalnya gue nggak tau selera tempat yang lo suka." Alen tertawa ringan.
"Gue suka aja kalo lo yang nentuin." Kay tersenyum manis, lebih tepatnya manis sekali.
Alen hanya tersenyum kikuk tiba-tiba kehilangan kosa kata akibat kalimat yang terlontar dari Kay barusan seperti gombalan.Dari kejauhan, Manes menangkap sosok yang sangat dirindukannya, sahabat tercintanya, lebih tepatnya adik kesayangannya karena Manes lebih tua dua tahun dengan Alen. Walaupun bukan saudara kandung tapi Manes sudah menganggapnya adik.
"Alendranya gue." sapa Manes setengah berteriak sambil melangkah mendekat.
"Bang Maneees!" pekik Alen senang menyambut Manes dengan uluran tangan.
"Ini Manes, Kay. Manes itu udah kayak kakak gue walaupun bukan saudara sih." Alen tersenyum.
"Oh iya gue Kay, temen barunya Alen." Kay tersenyum tipis.
"New friend Alen? Oke, gue Manes." ucap Manes dengan santai namun diam-diam meneliti bagaimana gerak-gerik Kay.
"Kita baru ngobrol karena Kay nolongin gue waktu jatuh pingsan, bang." tutur Alen.
"Oh ya gue inget yang baru kemaren-kemaren kan?" Manes tampak berfikir.
"Iya bang. Oh pesenan kita dateng." Alen bertepuk tangan senang karena sudah tidak sabar ingin melahap lasagna favoritnya itu.
"Makan yang banyak Alendra. Gue tinggal dulu ya. Semoga lo suka menunya Kay." Manes pamit menepuk puncak kepala Alen.
"Siap bang." jawab Kay.
"Haha pastinya bang." Alen langsung melahap Lasagnanya.Televisi di kedai sedang tersiar kabar terbaru tentang kecelakaan pesawat yang baru saja terjadi saat akan lepas landas di bandara kota. Alen awalnya tidak memperhatikan, tapi seketika Alen teringat jadwal penerbangan Julian. Alen terpaku seraya mengatakan pada batin berkali-kali 'Julian pasti belum berangkat.Benar bukan? Julian..'
Sesak! Mata Alen memanas, perasaan khawatirnya menambah tatkala sang reporter menyebutkan tujuan keberangkatan yang sama dengan Julian.
"Kay, gue pergi dulu. Sorry banget gue..gue harus pergi. Bang Manes tolong jagain Kay." Alen pergi tanpa menunggu jawaban dari Kay dan Manes.
"Ada apa sama Alendra?" tanya Manes yang kini duduk di bangku Alen tadi.
"Nggak tau gue bang. Dia sempet ngelamun sambil liat tv." jelas Kay.
"Itu anak suka gitu dah ninggalin temen di sini." Manes menggeleng-gelengkan kepala.
"Bang, gamers bukan?" Kay bertanya.
"100% gue,kenapa lo?" Manes terheran.
"Ngegame yok bang, gue boring." cengir Kay.
"Lo ternyata cepet deket juga ya sama orang. Pantes Alendra nyaman. Awas lo nyakitin dia." Manes menyalakan ponselnya.
Kay hanya tersenyum tipis.Diperjalanan menuju bandara,Alen mencoba menelpon Julian.Sayangnya,nomor Julian tidak aktif."Shit! Lo kenapa sih suka bikin gue berdebar nggak karuan begini?" cicit Alen pada ponselnya.
"Neng, sudah sampai." tutur pak sopir taksi online.
"Oh iya pak ini uangnya terima kasih." Alen buru-buru keluar.Drrrttt... Drrttt... Drrrttt
Ponsel Alen bergetar lama menandakan telepon masuk.
"Halo Yuna?"
"......"
"Shit! Kok bisa?!" Pekik Alen terkejut.
"......"
"Bu Manik dimana?"
"......"Alen memutuskan panggilan yang sedang berlangsung. Hatinya berduka lebih dalam. Mendung tiba-tiba datang menemani rasa kecewa yang terpendam.
KAMU SEDANG MEMBACA
DONE ? (End)
Teen FictionKetika kepergian Julian masih menjadi duka di hati, Alendra harus menghadapi juga sebuah kenyataan bahwa ekskul yang dia pertahankan sejak setahun terakhir itu dihapus dari daftar ekstrakurikuler sekolah. "Shit!" Don't Copas!