3

92.3K 6.5K 69
                                    

Hari sudah siang dan terik matahari terasa sangat panas. Fiona yang kini duduk disebuah kursi di restoran Blitz tak henti-hentinya mengipasi dirinya sendiri yang merasa kepanasan walaupun mereka terlindungi oleh atap restoran. Dhanni yang melihatnya merasa muak.

"Dhanni, apa yang mau kau bicarakan denganku? Aku tidak punya waktu banyak karena jadwalku hari ini sangat padat." Ucap Fiona tak sabaran. Dhanni menatap Fiona dengan bosan.

"Aku sudah memutuskan sesuatu." Ucap Dhanni dengan suara datarnya. Fiona menatap Dhanni penasaran. Tangan kirinya yang memegang kipas tak henti bergerak mengipasi dirinya sendiri.

"Aku akan menikah lagi." Ucap Dhanni dengan tenangnya. Mata Fiona membelalak kaget mendengar ucapan Dhanni barusan. Gerakan tangannya terhenti dan kedua tangannya menggebrak meja dengan lumayan keras.

"APA?!" Teriak Fiona tak percaya.  Dhanni menatap Fiona dengan raut wajah datar dan biasa.

"Dhanni, kau gila? Menikah lagi? Itu tidak mungkin!" Fiona menggelengkan kepalanya tak percaya.

"Aku tidak gila. Dan aku tak butuh persetujuanmu. Aku hanya memberitahumu saja." Balas Dhanni masih dengan sikap tenangnya. Kedua tangannya dia lipat dibawah dada dan punggungnya menyandar pada sandaran kursi.

"Tidak! Aku tidak mau kau menikah lagi!" Teriak Fiona marah. Tapi Dhanni masih tetap tenang dan tak terbawa amarah melihat Fiona yang marah-marah.

"Sudah kubilang, aku tak butuh persetujuanmu." Balas Dhanni. Dia mengambil ponsel miliknya yang tergeletak diatas meja dan memasukkannya kedalam saku jasnya.

"Aku pergi dulu." Pamit Dhanni. Dia bangkit berdiri dan meninggalkan Fiona sendirian disana.

***

Hari sudah siang dan acara belajar mengajar pun telah selesai. Dinda dan Riri sudah keluar dari kelas dan mereka sedang berdiri didepan gerbang sekolah menunggu Johan yang akan menjemput mereka. Itu juga salah satu hal yang membuat keluarga Johan selalu harmonis dan penuh kasih sayang. Disela-sela waktunya yang padat karena bekerja, Johan selalu menyempatkan waktu untuk anak-anaknya. Seperti menjemput semua anaknya pulang sekolah.

Dinda dan Riri pun tidak pernah berkomentar jika Johan terlambat menjemput mereka. Karena mereka berdua tahu kalau Johan sibuk.

"Dinda, aku lapar nih." Ucap Riri tiba-tiba. Dia memegangi perutnya yang sudah berbunyi berkali-kali dan meminta diisi. Dinda menatap Riri yang berdiri disampingnya.

"Ya sudah. Kita naik taksi saja. Biar aku telepon Ayah kalau kita pulang duluan." Ujar Dinda. Kepala Riri menggeleng pelan mendengarnya.

"Gak mau. Aku takut Ayah sedang dalam perjalanan kesini." Balas Riri. Dinda tersenyum mendengarnya. Dia menepuk bahu Riri dengan pelan.

"Ya sudah, kamu sabar. Pasti sebentar lagi Ayah datang." Ujar Dinda. Riri mengangguk pelan dan mereka pun memilih untuk duduk disebuah bangku tua yang ada didekat gerbang sekolah mereka. Beberapa menit mereka menunggu kehadiran Johan. Dan akhirnya, Johan pun datang.

"Ayah datang." Ucap Dinda. Riri langsung mendongak dan berlari mendekati mobil.

"Ayah, cepat ke rumah ya. Aku sudah lapar." Pinta Riri. Johan tertawa mendengarnya.

"Baiklah. Lagi pula, kedua adik kalian sudah pulang lebih awal. Jadi, Ayah tidak perlu menjemput mereka." Ucap Johan. Dia menjalankan mobil dan meninggalkan area sekolah Dinda dan Riri.

***

Dinda kini duduk diruang keluarga bersama dengan Yulia dan Johan. Riri dan dua adiknya disuruh oleh Johan untuk masuk ke kamar masing-masing karena mereka harus membicarakan sesuatu yang penting.

Second Wife [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang