"Hah?! Mama sakit apa?", suaranya langsung menusuk ke gendang telingaku. Sialan si Fahmi, dia fikir aku toa diteriakin.
"Tadi pingsan tapi gapapa. Ada good news loh! cepetan pulang ya! Dadah Fahmi mwah!", kataku seraya menutup sambungan telfon. Dia pasti sedang bingung mama sakit apa dan kenapa hihi, biarin ah ngerjain Fahmi sekali-kali.
**
Aku dan Papa langsung membawa mama pulang setelah mama merasa baikan di rumah sakit, sepanjang perjalanan tak ada henti-hentinya aku tersenyum membayangkan akan punya adik baru. Pasti adiknya akan secantik aku kalau itu perempuan atau mungkin setampan Fahmi, nggak, harus lebih tampan dari Fahmi kalau laki-laki.
"Ma, nanti mama pura-pura sakit aja biar Fahmi penasaran hihi", kataku pada mama sambil cengengesan, ngerjain Fahmi itu salah satu hal paling membahagiakan dalam hidup ini haha.
"Hus masa ngerjain adek kamu sih Far, Far. janganlah kasihan dia baru pulang dari sana capek malah di jailin begitu", kata mama tak setuju dengan rencanaku. Ah ya, setelah menurunkan aku dan mama di rumah papa langsung ke supermarket membelikan mama susu untuk bayinya, aneh sih padahal kan usia kandungan mama baru 3 minggu. Lagipula Papa memang tau merk susunya ya...
/Ting Tong_Ting Tong/
Aku langsung membukakan pintu begitu mendengar bunyi bel dan terlihatlah wajah panik Fahmi yang menurutku agak sedikit seperti orang bodoh. "Far, mama sakit apaan?!", teriakan Fahmi menyambut pertemuanku setelah seminggu ini dengannya dengan sangat tidak menyenangkan karena membuat telingaku yang sudah sedikit tuli -kemungkinan- semakin bertambah.
"IH Brisik tau mi! Mama ada di dalem", kataku sedikit membentaknya sambil mengelus telingaku. Dan tanpa aba-aba dia langsung lari menembusku menuju kamar orangtuaku.
"FAHMI TAS LO!!!!", teriakku padanya yang sudah hilang dari pandangan sedangkan dia meninggalkan tasnya di depan pintu. Tak mendengar jawaban, aku terpaksa dengan berat hati membawa tasnya yang cukup berat ke dalam rumah. "si Fahmi bawa batu kali, tas berat gini", gerutuku tidak pada siapa-siapa.
Sambil menggerutu dengan tas Fahmi di tanganku, ponselku bergetar menyatakan seseorang menelfonku saat ini. Tanpa melihat nama si penelfon aku langsung mengangkatnya. "Ya Assalamu'alaikum?", ucapku bertepatan dengan sampai di kamar Fahmi dan meletakan tasnya di samping tempat tidur.
"waalaikumsalam, Far mama minum susu merk apa sih? papa gatau nih", kata papa di sebrang sana.
" Yah papa dulu pas mama ngandung aku sama Fahmi belinya susu merk apa?", tanyaku balik.
"yaampun Far udah 15 tahun lalu ya papa lupalah, coba kamu tanya mama", ucap Papa lagi yang menbuatku langsung mejuju kamar mama.
"Ma, mama minum susu merk apa? ini papa telfon", tanyaku di daun pintu yang membuat mama dan Fahmi menoleh.
"apa aja Fara, kalo ada pregnaby aja", jawab mama.
"Pregnaby pa kalo ada, kalo gaada terserah katanya", balasku pada papa yang masih menunggu jawaban di telfon.
"okeee", kata papa memutus sambungan yang diakhiri dengan salam.
Baru saja aku ingin memasukan ponselku, ponselku berdering lagi.
"Ya Assalamu'alaikum pa? Gaada pregnabynya?", tanyaku langsung di telfon tanpa melihat siapa penelfon, ya mungkin papa lagi kan.
"waalaikumsalam, eh ini Rio dek", jawab suara disana yang jelas-jelas bukan suara Papa, melainkan suara yang sama sekali belum pernah ku dengar, suara yang yah mirip-mirip lah dengan Fahmi. Aku langsung melihat nama penelfon di layar dan benar saja bukan Papa. Aku langsung menjauh dari kamar mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Soul
Teen FictionPadahal kita ada di belahan bumi yang sama, tetapi kenapa kau tidak bisa melihat bintang yang bersinar terang itu seperti aku bisa melihatnya? Apa itu pertanda kita tak pernah bisa menatap satu masa depan yang sama?