"we? Mirror please. and again, I.Hate.This.Situation", ucapku berbisik padanya penuh penekanan. Kemudian berjalan menjauh darinya.
sedetik kemudian, badanku tidak lagi menapak tanah.
Aku kaget, kupukul bahu orang yang membopongku bak karung beras di bahunya. Fahmi memang kurang ajar! Kaki kan sudah sepakat untuk merahasiakan hubungan persaudaraaan kami. Sekarang saat dia baru saja pulang dari Pontianak dan menjadi perbincangan 3 angkatan hari ini dia malah melakukan hal paling gila yang tak akan pernah bisa terlupakan oleh para penonton tadi -setidaknya seperti itu-.
"Fahmi turunin gue!", teriakku pada Fahmi yang kini membawaku melwati lorong sekolah.
"Ga akan. Just shut up", ucap Fahmi tenang tapi seakan menyulut kemarahan.
"Fahmi lo gila! Kita jadi bahan hey see!!", teriakku frustasi sambil memukul bahunya. Sekilas aku melihat ketiga sahabatku berada di kerumunan orang-orang itu, sama bingungnya dengan mereka. Ah semuanya gara-gara Fahmi!
"Fahmi hormatin kakak lo dong!", bentakku lagi ketika tiba-tiba saja kami berdua sudah sampai parkiran. Dia menurunkanku di jok mobilnya. Fahmi membawa mobil ke sekolah, sedangkan aku lebih suka naik motor jika jaraknya tak terlalu jauh. Dia menutup pintu dan beralih ke pintu pengemudi tanpa suara sedikitpun.
Ku alihkan pandanganku ke jendela mobil dan melihat pemandangan jalan. 1 hal yang aku tahu, hal gila yang tidak pernah dilakukan seorang Fahmi, kita bolos sekolah. Dan Fahmi benar-benar gak waras.
"Mi lo ga bercanda kan?", tanyaku takut-takut dia kenapa-napa.
Namun dia tak menjawab sama sekali. syukurnya kendali mobilnya tetap dibawah 70km/jam. Berulang kali pertanyaan ku lontarkan padanya tapi dia tidak menjawab sampai aku ketakutan melihat adik sekaligus kembaranku yang ikut kelas akselerasi sehingga mendapat jabatan kakak kelasku ini.
"FAHMI BERHENTI ATAU GUE LONCAT", teriakku tak tahan padanya dan akhirnya dia memberhentikan mobilnya. aku menarik napas dan menghembuskannya pelan.
Harus lebih dewasa Fara. come on.
Fahmi mengacak-acak rambutnya frustasi.
"Kenapa?", tanyaku lembut ketika emosiku yang sedari tadi memuncak perlahan berkurang. Aku tidak mau memakinya, tidak mau berbicara dengan otot dengannya.
Tanpa aba-aba ataupun perhitungan dariku Fahmi memelukku dan aku langsung membalas pelukannya. Fahmi menangis. Pasti ada beban berat baginya, aku hafal tabiat dia. Dia sangat jarang menangis, terakhir kali dia menangis ketika kami SD dan itu kepergian Nenek.
"Gue takut Far..."
"Gue takut lo ninggalin gue", Ucap Fahmi yang membuatku langsung mengerutkan dahiku, bingung kenapa dia tiba-tiba bicara seperti itu.
"Ga lah, gue ga ninggalin lo mi. Kita kan selalu bareng, kenapa sih? Jadi kayak cewek lu", kataku sambil bercanda melupakan kebingunganku. Dia melepas pelukannya.
"Gue ngerasa cowo itu akan ngambil lo", ucapnya menatapku.
"cowo siapa sih? gue ga lagi deket sama siapa-siapa kok", jawabku jujur. Memang benar kan? Aku baru saja kenal dengan kak jo dan menurutku itu tidak bisa langsung dibilang 'dekat', kemudian aku dengan Abi juga biasa saja walaupun memang aku menyukainya tapi tidak tahu dengan dia.
"Yang semalem telfonan sama lo", ucap Fahmi dan aku langsung teringat Kak Rio. Orang asing yang baru saja masuk ke dalam hidupku 2 hari lalu dan memang bisa dibilang aneh juga sih semalam menelfonku seperti itu padahal tidak ada pembicaraan yang penting. Tapi kan tidak bisa dikatakan aku dekat dengannya hanya karena hal seperti itu. Lagipula mungkin saja kan dia tiba-tiba menghilang dari hidupku dan hanya singgah seminggu. Aku pernah merasakannya. Dekat dengan seseorang dari dunia maya, selalu mengobrol setiap hari lewat chatting, kamudian menganggap diri kami satu sama lain cocok, dan akhirnya minggu depan dia hilang entah kemana. seakan kami tidak pernah saling kenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Soul
Teen FictionPadahal kita ada di belahan bumi yang sama, tetapi kenapa kau tidak bisa melihat bintang yang bersinar terang itu seperti aku bisa melihatnya? Apa itu pertanda kita tak pernah bisa menatap satu masa depan yang sama?