IMAN 4

356 32 1
                                    

Detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam, hari demi hari, bulan demi bulan kini telah berganti tahun.
Setahun sudah Iman meninggalkan Nabila. Nabila masih sering mengingat Iman walaupun tidak terlalu sering, hanya beberapa kali. Ia dan teman-temannya pun tak terasa sudah hampir menyelesaikan pendidikan menengah pertamanya. Ia pun sebentar lagi harus menyesuaikan dengan suasana yang baru dengan orang yang baru. Entah itu orang baik atau orang jahat yang sering diceritakan oleh Mamanya.

"Bila, aku mau ngomong." Ucap Vania kepada Nabila. Sedari tadi Nabila dan Vania duduk di taman sekolah menikmati detik-detik akhir perjumpaannya dengan sekolah yang mereka cintai.

"Apa Vania?"

"Aku mau pergi."

" .... " Tidak ada jawaban dari Nabila hanya air matanya saja yang berbicara.

"Nabila jangan menangis, aku jadi sedih kalau kamu kayak gini." ucap Vania sedih sambil memeluk sahabat yang ia cintai itu.

"Kamu mau ninggalin aku?! Sama kayak Iman?" Tanya Nabila sambil menatap wajah sahabat cantiknya itu.

"Papaku pindah tugas ke luar negeri. Otomatis aku, Mama dan Adikku harus ikut."

"Ke luar negeri? Kemana?"

"Australia, aku akan sekolah di sana Nabila. Sebenernya aku ingin sekali bersama kamu tapi apa boleh buat, aku nggak bisa." Jawab Vania sambil mengusap air mata yang jatuh di pipinya.

"Nggak apa-apa aku tahu ini impian kamu. Kamu kan pernah bilang kalau kamu pingin banget sekolah ke luar negeri dan sekarang mimpimu akan terwujud."

"Syukurlah kalau kamu mengerti."
Kedua sahabat itu pun berpelukan namun terhenti karena Vania melanjutkan pembicaraannya.

"Aku ada sesuatu yang ingin disampaikan," Ucap Vania yang hanya disambut anggukan oleh Nabila.

"Ini." Vania memberikan sebuah kotak yang cukup besar.

"Ini dari kamu?"

"Bukan ... Hmm ini dari Iman," Ucap Vania. Nabila pun membelalakkan matanya kaget. Iman? Apakah Iman menemui Vania?

"Iman?! Kapan kamu ketemu Iman? Kenapa Iman nggak menemui aku?" Tanya Nabila seperti detektif yang sedang menyelidiki kasus kejahatan.

"Eh bukan, aku nggak ketemu sama Iman. Terakhir ketemu yah pas dia terakhir ke sekolah kita."

"Sebenernya Iman sudah lama ngasih ini sama aku, tapi ia ingin memberikan ini setelah satu tahun kepergiannya."

"Kenapa harus setahun?!" Tanya Nabila yang masih mencecar Vania dengan pertanyaan.

"Katanya dia nggak mau kamu sedih."

"Nih terima, jangan ditolak!" Nabila pun menyambut kotak itu dan membukanya.

"Ini apa?" Nabila pun menaikkan satu alisnya.

"Oh ini, hmm apa ya namanya aku lupa." Vania masih memikirkan dan mengingat-ngingat benda apa itu.

"Itu kitab suci Bil! Iya-ya itu kitab suci!" Jawab Vania sambil menunjuk- nunjuk kitab berwarna cokelat itu.

"Kitab suci? Maksudnya?"

"Begini, ini adalah kitab suci agamanya Iman. Namanya hmm ... Aku lupa pokoknya itu kitab suci agama Iman," Jawab Vania yang berusaha menjelaskan dengan Nabila.

"Oh, tapi kenapa Iman ngasih ini ke aku ya?" Tanya Nabila.

"Eh ada lagi, ini apa lagi?," Tanya Nabila terheran-heran melihat apa yang diberikan oleh Iman kepadanya.

Cahaya Iman yang Hilang [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang