IMAN 24

61 6 23
                                    

"HAH?!" ucap Nabila kaget.

"Kamu nggak serius kan?"

"Aku serius Bil." Ucap Ilham dengan penuh keyakinan.

"Aku tahu pasti kamu terkejut atau mungkin lebih tepatnya sangat terkejut. Ini sangat mendadak aku tahu itu, tetapi aku tidak bisa berbuat lebih. Kalau kamu menolaknya tidak apa aku hanya ingin mengungkapkan perasaanku."

"Aduh aku bingung mau jawab apa!" gumam Nabila di dalam hati. Saat ini Nabila tengah diam tidak berkata apapun bahkan tidak bergerak.

"Bil?"

"Eh iya, hem bagaimana ya ... Kamu pasti tahu ini sangat mendadak aku tidak bisa menjawabnya sekarang," ucap Nabila sambil memejamkan matanya takut melihat reaksi Ilham.

"Ya aku tahu pasti berat, aku tahu masih ada nama yang mengisi hatimu. Aku benar kan?"

"Hah? tidak, tidak ada siapapun dihatiku. Aku cuma belum siap saja,"

"Aku telah lama menghapus nama orang itu dihatiku." Batin Nabila.

"Sebenarnya aku ingin hari ini kamu menjawab pertanyaan dariku. Entah itu jawabannya iya atau tidak. Karena jika kamu memutuskan iya maka aku akan tinggal, tetapi kalau kamu bilang tidak maka aku akan pergi."

"Pergi? kamu mau kemana?"

"Aku mau pulang ke Malaysia."

"Malaysia?!" tanya Nabila.

"Iya, ayahku kembali bekerja disana dan alhamdulilah aku juga dapat beasiswa dari perguruan tinggi di Malaysia."

"Jadi jika aku jawab iya kamu akan tinggal?"

"Tidak juga, hanya beberapa hari untuk mengurusi pernikahan kita jika kamu menjawab iya. Namun setelah menikah aku akan tetap tinggal di Malaysia bersama istriku entah kamu atau bukan."

"Tinggal di Malaysia? Mama dengan nenek bagaimana?" tanya Nabila di dalam hatinya.

"Ilham kurasa kamu tahu apa jawaban dariku. Kamu tahu kan aku tidak mungkin bisa meninggalkan Mama dan nenekku di Indonesia dan tidak mungkin juga mengajak mereka tinggal di Malaysia, apalagi Mama. Kamu tahu kan kondisi Mamaku belum stabil," ucap Nabila sambil menghela nafas. Ia sebenarnya sangat tidak enak untuk menolak Ilham.

"Iya tentu, aku pasti akan menghormati keputusanmu, oh ya jangan lupa hadir di pernikahan Aisyah. Aku pamit dulu."

"Iya insyaAllah aku bakalan datang, maaf ya Ilham."

"Tidak apa-apa, aku pamit. Assalamualaikum,l."

"Wa'alaikumussalam hati-hati," ucap Nabila sambil terus memperhatikan Ilham yang menaiki motornya dan berlalu dari hadapan Nabila.

"Maafkan aku Ilham."

***

"Assalamualaikum nek!" ucap Nabila sambil tertunduk lesu, dia masih memikirkan penolaknya kepada ilham.

"Wa'alaikumussalam, kamu kenapa lesu kayak gini Bil?" tanya neneknya.

"Nggakpapa," ucap Nabila sambil mendudukan dirinya ke sofa.

"Eh, kok nggak ada?"

"Nek, lihat undangan yang aku taruh di atas meja nggak?" tanya Nabila.

"Undangan? Nenek nggak liat. Mama kamu yang bersihin meja itu selagi nenek buat kue."

"Astaga! bagaimana kalau hilang. Nggak enak dong sama Bagas kalau nggak pergi ke nikahannya."

"Ya udah coba nenek cari di belakang dulu ya siapa tahu belum dibuang." Ujar nenek yang diangguki oleh Nabila.

Cahaya Iman yang Hilang [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang