Confession

6K 650 31
                                    

Pagi betul Jaemin sudah sampai di kantor. Dia membawa kopi dan melangkah ke ruangan yang asing. Divisi yang sangat jarang ia kunjungi.
Dia meletakkan tumbler berisi kopi disertai post it di dalam ruangan yang masih kosong. Sengaja Jaemin datang pagi agar tidak ada yang melihat dia masuk ruangan Manager. Selesai melaksanakan niatnya, Jaemin kembali ke ruangannya sendiri.
Si pemilik meja yang baru datang 10 menit kemudian, tersenyum bahagia melihat hadiah diatas mejanya beserta pesan yang sangat manis.
Mark hyung, terimakasih dan maaf untuk yang semalam. Na Jaemin sekarang sudah bisa tersenyum lagi. Ini kopi untuk hyung yang sudah pulang malam demi menemaniku. Jangan ngantuk di kantor ya hari ini. Mark Lee, Fighting. From NaNa.

Jaemin sedang sarapan sup untuk menghilangkan sakit kepalanya akibat minuman semalam. Jaemin ingat Mark hanya minum sedikit, sisanya adalah Jaemin yang menghabiskan.
Jaemin hampir tersedak saat melihat Renjun datang di ruang makan.
"Pagi-pagi makan sup pengar? Kamu habis minum Na?" Renjun terlihat tidak senang.
"Sedikit." Jawab Jaemin sambil melanjutkan makannya.
"Yakin sedikit? Kamu kalau makan sup berarti habis minum banyak. Kenapa nggak telepon aku semalam? Minum sama siapa kamu? Dimana?" tanya Renjun bertubi-tubi. Jaemin sangat paham, Renjun begitu karena khawatir.
"Boleh aku makan dulu?" tanya Jaemin. Renjun yang kesal meninggalkan Jaemin sendiri. Jaemin hanya tersenyum dan melanjutkan makan.

"Na Jaemin kamu berhutang penjelasan sama aku sekarang." Renjun menodong Jaemin di jam makan siang. Hanya mereka berdua, di kedai ramen dekat kantor.
Jaemin menatap Renjun, memantapkan hati sebelum memulai ceritanya.

"Aku semalam minum di kedai dekat rumah, awalnya sendiri, tapi setelah itu ada Mark hyung disana. Dia juga yang mengantar aku pulang."
"Mark hyung? Tumben?" tanya Renjun bingung.
"Nggak tau juga. Kayanya rumahnya deket situ juga. Nanti aku tanya Winwin hyung."
"Oke, itu soal Mark hyung. Sekarang alasannya kamu minum sendiri itu apa?"
"Aku patah hati, Junnie."
Renjun melotot memandangi Jaemin.
"Kamu patah hati? Kenapa? Sama siapa? Kok bisa?"
Jaemin terkekeh melihat reaksi sahabatnya.
"Yah kenapa ketawa?"
"Habisnya kamu heboh banget. Biasa aja Jun, kalem."
"Ih anak ini orang lagi serius."
"Well, akhir-akhir ini aku jatuh cinta sama seseorang, tapi aku akhirnya mengetahui bahwa dia menyukai orang lain. Jadi aku merasa tidak berguna, dan sedih."
"Jaem...siapa orangnya? Biar aku beri dia pelajaran."
Jaemin tertawa sambil menggeleng.
"Maaf aku nggak bisa kasih nama ke kamu."
"Berarti aku kenal dia?"
Jaemin mengangguk.
"Orang itu berarti seleranya nggak bagus. Masa dia nggak memilih kamu, malah orang lain."
"Selera dia sangat baik, Jun. Aku mengakui bahwa selera dia jauh diatasku. Orang yang dia sukai sudah seperti malaikat. Karena itulah aku mundur."
"Apa mereka sudah bersama?"
"Nggak, mereka nggak akan bisa bersama."
"Kenapa?"
"Karena orang yang dia suka sudah terikat dengan orang lain, hanya saja sepertinya dia belum tahu soal itu."
"Kamu...baik-baik saja Na?" Renjun bertanya untul memastikan.
"I'm better now thanks to the alcohol."
Renjun memukul kepala Jaemin dengan sumpit.
"Jangan pernah minum sendirian lagi."
Jaemin mengangguk. Dia juga berharap nggak akan minum sendirian lagi setelah ini.

Saat pulang kantor, Jeno menghampiri Renjun yang sedang di meja Haechan, lalu membisikkan sesuatu. Jaemin hanya bisa menonton dari mejanya.
Di satu sisi rasanya ia ingin teriak ke Jeno, mengatakan bahwa Renjun sudah berkeluarga.
Tapi disisi lain Jaemin ingin Jeno merasakan patah hati saat Renjun sendiri yang menjelaskan kepadanya bahwa dia adalah kepala keluarga sungguhan.

Jaemin yang tidak mau menyaksikam adegan konyol, memutuskan untuk pulang.
Sampai di Lobby Jaemin bertemu Mark.
"Hai Jaem, pulang?"
"Iya hyung."
"Naik apa?"
"Aku bawa motor, hyung."
"Yakin kamu sudah bisa naik motor?"
"Bisa hyung. Tadi pagi aku sudah minum sup pengar dan siang tadi makan ramen."
"Thanks ya kopinya. Nana, boleh aku panggil kamu Nana juga?" tanya Mark.
"Boleh. Hyung sudah jadi bagian dari temanku."
"Thank You Nana. Kamu hati-hati di jalan ya."

Lihatlah Aku Disini, Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang