Game of Fate

6.7K 603 27
                                    

Sebulan setelah kejadian itu, Jaemin sudah berhasil menghentikan perasaannya kepada Jeno. Tapi sepertinya nasib masih ingin bercanda dengan Jaemin.
Jeno yang mejadi partnernya dalam proyek baru antar divisi, menjadi sangat dekat dengan Jaemin. Terkadang mereka pulang bareng.

"Na Jaem. Makan siang dimana?" tanya Jeno selesai meeting.
"Entah. Tergantung Renjun dan Jisung."
"Kalo gitu sama aku aja. Ada restoran italia baru didekat sini. Ayo kita coba."
Jeno dalam waktu singkat sudah menghafal semua kesukaan Jaemin.
"Ya sudah. Sama siapa lagi?"
"Nanti aku tanya Haechan."
"Oke."
"Sampai nanti siang ya Jaem." mereka pun berpisah.
Jaemin selalu berusaha untuk tidak berada di ruangan hanya berdua dengan Jeno. Dia selalu mencari orang ketiga untuk menghindarinya berpikir macam-macam.

Jeno menghampiri meja Jaemin.
"Ayo Jaem."
"Kemana Na? Jen?" tanya Renjun.
"Aku pinjam dulu Jaeminnya ya Jun." Jawab Jeno sambil tersenyum.
"Hati-hati dijalan."
"Aku akan kembalikan Jaemin dengan selamat dan utuh." jawab Jeno.
Renjun hanya bisa menatap Jeno tidak percaya. Rasanya anak itu sangat berubah, dan kalau feeling Renjun benar, sepertinya Jeno mulai tertarik dengan Jaemin. Apakah ini berarti akhirnya perasaan Jaemin akan terbalas?

Sesampainya di restoran, Jaemin melihat seseorang yang familiar.
"Hyung." sapa Jaemin. Mark sedang makan juga disana bersama beberapa orang timnya.
"Nana? Sama siapa?"
"Haechan dan Jeno."
"Ah...tau gitu tadi kita bareng aja ya." kata Mark agak menyesal.
"Gapapa hyung. Selamat makan ya."
"Makan yang banyak ya Na, biar nggak sakit."
Jaemin hanya tertawa dan menuju mejanya.

"Kamu sejak kapan deket sama Mark Hyung Jaem?" tanya Haechan.
"Mmm kapan ya? lupa. Tiba-tiba deket aja gitu." Jawab Jaemin sambil tersenyum.
"Mark hyung bukan tipe orang yang gampang deket sama orang lain kan?" tanya Jeno dan dijawab anggukan Haechan.
"Aku aja dulu coba deketin dia tapi nggak berhasil. Mungkin karena pekerjaan kamu bagus kali Jaem, makanya dia begitu." tebak Haechan.
Jaemin hanya tersenyum. Biarlah dia yang tahu kebaikan Mark.
"Kamu suka Mark hyung Chan?" tanya Jeno tiba-tiba. Wajah Haechan memerah.
"Dulu. Udah lama. Aku udah move on. Aku udah punya pacar." Jawab Haechan tajam.
"Kalau kamu Jaem?" tanya Haechan.
"Aku kenapa?"
"Ada orang yang kamu suka di kantor?" Haechan mengulang pertanyaannya.
Jeno menatap Jaemin dengan penasaran.
"Siapa ya? Nggak tau deh." Jawab Jaemin sambil tersenyum.
"Dulu aku pikir kamu sama Jisung cocok loh Jaem."
"Jisung?" Tanya Jeno kaget.
Jaemin tertawa sebelum menjawab.
"Jisung itu udah kaya adik ku sendiri, jadi nggak, nggak ada rasa romantis sama Jisung."
Jeno tersenyum mendengar jawaban Jaemin.
Haechan mengamati dua orang yang sedang bersamanya.
"Gimana kalo kalian berdua saling kenal. Kalo aku liat sih kalian berdua cocok." simpul Haechan.
Jaemin hanya melotot sambil tertawa sementara Jeno tersenyum manis.
"Aku udah mulai kenal Jaemin kok Chan. Tinggal tunggu aja, apa kita bisa cocok, ya nggak Jaem?" tanya Jeno.
Jaemin hanya tersenyum. "Lihat saja nanti."
Dalam hati Jaemin merasa sedih. Saat dia sudah bisa move on, Jeno malah baru menunjukkan ketertarikannya.

Di meja samping Mark mendengarkan obrolan mereka dan tersenyum kecut. Dia tahu dulu Haechan mendekatinya, tapi saat itu Mark tidak tertarik dengan hubungan apapun. Tidak ada getaran yang sama saat bersama Haechan.
Tapi saat ini, Mark mulai fokus pada Jaemin. Sejak melihat Jaemin menangis, Rasanya Mark ingin melindungi Jaemin dari apapun yang ada di dunia ini.
Tanpa ada yang tahu juga Mark dan Jaemin sudah mulai ngobrol di chatting. Kalau sedang senggang Mark akan mengirim pesan ke Jaemin, atau mengirim minuman ke Jaemin.
Jaemin pun membalas chat Mark, juga sesekali membelikan sesuatu untuknya, seperti kopi di pagi itu.

Permainan takdir semakin seru. Saat ini Jeno mulai terang-terangan mendekati Jaemin. Dia mulai mengajak Jaemin pulang bareng tiap hari. Mark yang melihat hal itu juga tidak mau kalah.
Walaupun beda lantai, Mark selalu menyempatkan diri bertemu Jaemin di pagi atau jam istirahat siang.
Kadang mereka makan bareng.

Mark yang mulai melihat tanda-tanda peperangan dari Jeno menyusun langkah. Mark mungkin tidak akan sejelas Jeno, tapi cukup Jaemin saja yang tahu niat Mark.
"Nana, mau makan tteokboki malam ini?" tanya Mark di telepon.
"Boleh hyung." jawab Jaemin.
"Mau bareng aku pulangnya?" tanya Mark lagi.
"Aku bareng Injun. Kita ketemu disana aja ya hyung."
"Oh, kamu sama Renjun. Ya udah. Sampai nanti ya."
"Ya hyung, sampai nanti."
Jaemin menutup telepon sambil tersenyum.
"Biar kutebak. Pasti hyung yang itu lagi." kata Renjun. Jaemin hanya mengangguk.
"Nana..."
"Ya?"
"Aku akan mendukung kamu yang penting kamu bahagia." Renjun menepuk bahu sahabatnya.
"Na Jaemin, mau pulang bareng?" tiba-tiba Jeno muncul, mengejutkan Renjun dan Jaemin.
"Ngagetin aja kamu Jen." Tegur Renjun.
"Hehe sorry."
"Sorry ya Jen, aku pulang bareng Injun."
"Oh...ah...ya sudah...nggak apa-apa."
"Sori banget ya." Jaemin merasa tidak enak, tapi dia harus tegas.
"Ya udah. Sampai besok ya Jaem, Jun."
Renjun menatap punggung Jeno yang menjauh.
"Anak itu...selalu salah timingnya."
"Ini bukan balas dendam ya Jun, ini murni apa yang aku rasakan." Jaemin mencoba menjelaskan.
"Aku tahu Na. Aku mengerti kamu." Renjun tersenyum kepada sahabatnya.
"Cepat selesaikan saja Na. Jangan biarkan takdir terus bermain diantara kalian. Nanti akan ada yang terluka parah." Renjun menasihati.
"Ya, Jun. Aku akan segera selesaikan." Jawab Jaemin mantap.

*tbc*

*tbc*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

atau

atau

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lihatlah Aku Disini, Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang