Ini hari Senin, monster day bagi sejuta umat di dunia. Entah karena apa sesungguhnya, hari ini kerap dianggap sebagai awal dari sebuah penyiksaan.
Mayoritas pelajar pergi ke tempat menimba ilmu dengan kendaraan pribadi, namun sebagian pula memilih untuk tidak repot repot mengendarai kendaraan mereka dan beralih memanfaatkan kendaraan umum.
Pagi ini sama saja dengan pagi di hari lainnya bagi seorang Adara. Tidak ada yang spesial seperti martabak ataupun menyebalkan seperti guru fisikanya.
Ia tetap berangkat sekolah pagi buta dengan ojek online, tiba di sekolah ketika gerbang baru saja dibuka, lalu meringkuk di lipatan tangannya sendiri. Tertidur untuk beberapa waktu sebelum beralih ke tugasnya di sekolah.
Tugas dalam artian yang bukan sesungguhnya.
Tugas yang tidak seperti apa yang dipikirkan kebanyakan orang.
Tugas yang tidak bisa di lalaikan barang sedetik pun.
Dan Tugas itu mengurung seorang Adara dalam angannya.
"Neng, udah sampe."
Adara terkesiap, tersadar dari lamunannya sendiri. Bergegas mengambil uang dari saku kemeja putihnya, menyodorkan kepada abang ojek online yang di pesannya tadi.
"Ieu Mas duit na." Adara tersenyum sambil menyodorkan uang berwarna hijau yang langsung disambut lawan bicaranya. "Hatur nuhun geulis."
Ia mengangguk, berjalan dengan tas biru lautnya ke arah sekolah. Bangunan di depannya ini cukup besar dengan warna abu abu yang lebih mendominasi, sebuah bangunan tempat menimba ilmu dengan gapura gerbang bertuliskan namanya.
SMA ATLANTA
Benar, itu sekolah Adara jika hal itu yang ada dipikiran kalian. Salah satu tempat dimana Adara diharuskan mengerjakan tugas nya.
Harus.
Helaan nafas panjang terdengar gendang telinganya sendiri. Jujur. mana mau Adara repot repot melakukan hal semacam ini? Kalau bisa milih sih dia lebih pengen baca buku dan belajar dengan giat dibandingkan harus melaksanakan tugas tidak resmi nya ini.
Tapi sayangnya, diantara dua hal itu jika salah satunya ditinggalkan, hal lainnya juga tidak akan terlaksana dengan lancar. Karena keduanya berkaitan, seakan terhubung dengan benang di masing masing kubu. Satu sisi terputus, maka sisi lain merasakan keadaan yang sama.
Ingin terbebas, tapi rasa enggan dan takut berjalan bersisihan di benaknya. Setelah itu hanya satu hal yang akan melintasi pikiran Adara layaknya kereta yang melaju.
'Tugas tetaplah tugas, dan tugas ini harus tetap terlaksana.'
Karena ia rasa ini tugas yang sudah biasa dilakukannya. Sesuatu yang telah dikelungi nya sejak dua tahun lalu. Sejak dia menata diri untuk menyetujui ide konyolnya. Seakan telah di rencanakan dalam sebuah buku panduan dan Adara hanya perlu mengikuti intruksi nya.
-ANTARTIKA SENIOR-
Know we got that bomb bomb (eh)Come again, come again
Forever young boy so we ride or die
Adara tersentak begitu suara dering telepon dari ponselnya terdengar nyaring di telinga. Gadis itu tadi menempatkan ponsel silver miliknya tepat di samping telinga, membuat suara yang di terima gendang telinganya jauh lebih besar dari biasanya.
Kepalanya mulai terangkat, masih dengan mata sayu Adara meraih telepon genggam miliknya.
Alisnya berkerut cukup dalam. Ini pasti kerjaan si kancut onta bangkok, siapa lagi kalo bukan Lisa yang maen ganti lagu di ponselnya pake lagu kesukaan Lisa.
Lalisa Kancut Bangkok is calling...
"Halo?"
"Ra, lo masih di rumah kan? Gue bareng lo ya? Mama gue berangkat pagi soalnya."
"Apaan?"
"Anjir lo, bangun woy udah jam segini masih aja molor. Iler tuh lap dulu."
Adara segera menegakkan tubuhnya, lalu mendekatkan ponsel genggam miliknya ke mata setelah sempat mengelap daerah sekitar mulutnya. Menajamkan penglihatan agar matanya yang masih sayup sayup terbuka tutup itu dapat menangkap digit angka yang tertera di taskbar ponselnya.
Matanya membulat sesaat, 'Gila, udah jam segini ae. Lima menit lagi pasti anak anak udah pada masuk kelas.'
"Anu Lis, gue udah di angkot. Sorry banget ya, gak bisa bareng lo dulu."
"Oh gitu, yaudah deh. Gue nanti minta anter babang grab aja."
"Iya, ati ati lo."
"Yaelah kaya gak tau gue aja. Santuy bre."
Adara kembali terkikik geli, "Bisa ae lo. Yaudah gue tutup ya, bye Lis."
"Bye upil gue."
Dan sambungan diputus sepihak oleh Lisa.
-ANTARTIKA SENIOR-
Mungkin bagi kebanyakan orang, surganya sekolah bukan Perpustakaan. Melainkan kantin, benar bukan?
Tapi bagi seorang yang cukup pemalas dan anti sosial sepertinya mungkin perpustakaan akan masuk dalam salah satu daftar surga di sekolahnya. Tidak perlu heran jika ia yang sangat pemalas itu sangat menyukai tempat dengan puluhan buku yang tertata rapi dalam rak.
Tentu bukan untuk membaca, tapi untuk tidur.
Ya begitulah, namanya juga pemalas. Baca buku jelas bukan gaya nya banget kan. Mending liatin mata cewek cewek deh daripada liatin kata2 yang banyaknya tak terhingga.
Bahkan sekarang saja ia sudah menerapkan salah satu pemanfaatan perpustakaan, tepar di pojokan yang untungnya tertutup dua rak besar dan dinding berlapis cat hijau. Ada pendingin ruangan diatasnya pula.
"Kenikmatan hayati." ucapnya sambil menyeringai.
Setelah memasang posisi ternyaman baginya, segera ia menutup mata. Mencoba terlelap dengan satu tangan yang di tekuk dan ditaruh tepat di bawah kepalanya sebagai sandaran. Berdoa sesaat agar tidak ada gangguan mahluk astral selama dia tertidur. Namun sayangnya Tuhan berkehendak lain, suara lantang seorang gadis yang diikuti notifikasi kamera ponsel berhasil mengganggu acara tidurnya yang baru berlangsung tiga detik.
"Anjrit, ganteng banget!"
"Eh foto dong, mumpung lagi merem. Gak sadar kan dia."
"Habis itu jangan lupa Share It ke gue weh. Biar ntar gue up ke Instagram sama Path."
"Alah jangan, ask fm aja. Biar ntar kalo ada yang nanya siapa pacar lo langsung kirim tuh foto dia. Biar dikira lo nge pap pacar lo."
"Alah ribet, Whatsapp aja udah."
"Kalian ribet oneng! Malah promosi."
"Sssttt diem, ntar kebangun bisa berabe."
"Gila deh, tidur aja ganteng. Gimana kalo dia mati coba, kayak malaikat."
Ia mendengus keras. Ini nih yang dinamakan gangguan mahluk astral. Cewek cewek centil di SMA Atlanta yang suka banget kerja sambilan jadi paparazi.
Geram, lantas ia mendudukan diri dan menatap tajam keempat siswi yang terang terangan memotret dirinya yang tengah tertidur.
"Pergi, ganggu." titahnya. Singkat namun cukup menghunus.
Nyatanya keempat siswi tadi terkesiap dan langsung beranjak pergi dengan cepat meninggalkan area baca itu. Seram, rasanya ingin cepat cepat pergi setelah menatap kedua bilah pisau yang nyatanya hanyalah bola mata hitam obsidian.
Terlihat punggung keempat siswi tadi menghilang di kelokan tembok, menyisakan objek dengan rak kayu yang tertata menempel pada dinding. Cowok itu kembali menghela nafas, membaringkan tubuh atletisnya kembali.
Sungguh, kali ini ia sangat sangat berharap tidur siangnya bisa terlaksana dengan lancar, dan tenang.
-ANTARTIKA SENIOR-
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTARTIKA SENIOR
Teen FictionBagaimana jika kalian dihadapkan dengan suatu situasi dimana seseorang yang kalian percaya, amat percaya, menyimpan rahasia yang begitu besar? Terlalu banyak teka teki yang ia tunjukkan, tidak masalah jika itu hal yang sepele dan mudah terpecahkan...