Ω. Kampret

33 18 13
                                    


Selepas menerima panggilan dari
Lisa tadi, Adara memutuskan untuk pergi membasuh muka sesaat. Mencoba menghilangkan rasa kantuknya dan juga sisa sisa kotoran di wajahnya.

Ya kali aja kan, siapa tau ada jigong nya gitu?

"Ke perpustakaan aja kali ya?" tanya Adara pada dirinya sendiri.

Sempat menatap pantulan dirinya di cermin besar kamar mandi, merapikan dasi yang sedikit longgar dan anak rambut yang jatuh ke kening.

Iris mata nya menatap setiap inci wajah seorang gadis di dalam bingkai cermin. Mulai dari mata coklat tua miliknya hingga turun ke bibir tipis cherry itu.

Ia tersenyum tipis, "Mereka bohong ternyata."

Tidak mau berangan lebih lama lagi, Adara segera meninggalkan kamar mandi siswi. Setelah sempat mengusap kasar bulir air mata yang jatuh tanpa sadar.

Ya, mereka berbohong.

Mereka semua.

Membohongi dirinya.

-ANTARTIKA SENIOR-


"Mas Fajar, ada novel baru nggak?" tanya Adara dengan kepala menyembul dari balik pintu perpustakaan.

Lawan bicara nya mendongak hingga menatap sorot mata hazel Adara yang juga menatapnya. Pria berumur enam puluh tiga tahun dengan rambut yang mulai memutih itu salah satu penjaga perpustakaan di sekolah Adara yang sudah Legend.

"Di rak tengah udah habis di baca semua neng?" Adara hanya mengangguk sebagai jawaban, "Udah semua, buku terakhir habis Adara baca kemarin."

Pria tua yang di sebut 'Mas Fajar' itu menyapu pandangan ke sekelilingnya. Pandangannya tertuju pada satu rak besar di belakang.

"Rak kedua dari belakang, coba cari di sisi kiri yang ada nomer tiga nya diatas."

"Oke, makasih mas."

Aneh sebenarnya, Adara pun berpikir demikian. Pria tua namun memiliki panggilan 'mas', aneh, kenapa bukan 'pak' saja?

Tapi sayangnya, Adara terkesiap sesaat. Menyadari bahwa waktunya tidak banyak lagi dan ia harus segera mendapatkan buku sebelum upacara bendera dimulai. Langkah kakinya semakin cepat hingga sampai pada rak belakang lebih cepat dua detik.

Bibirnya membentuk lengkungan, ia tersenyum dengan rak besar berisi novel tebal yang belum sempat di baca nya. Keluaran terbaru, setelah terbit langsung dibeli oleh pihak sekolah dan di tempatkan pada perpustakaan.

Kalau begini sih, mending nggak usah beli buku segala, tinggal pinjem ke sekolah. Enak banget kan punya sekolah begini?

Tapi sayangnya dibalik kesenangan itu, ada pula pengorbanan yang harus di lakukan. Mereka harus rela berdesak desakan dengan siswi yang sama sama mendambakan koleksi novel terbaru sekolah mereka.

Tak jarang juga mereka harus berhadapan dengan para kutu buku berpenampilan nerd yang sewaktu waktu dapat berubah menjadi monster yang bahkan ganasnya mengalahkan ketua gangster.

Tapi kalau jadi Adara sih enak, tinggal ke perpus pagi pagi. Jadi bisa pinjem duluan tanpa harus desak - desakan.

Termasuk pengorbanan kan?

Toh Adara juga sudah bangun pagi dan tiba dua jam sebelum gerbang sekolah di buka. Kebayang nggak sih keadaan langit saat itu? Yang pasti gelap dan juga nampak suram.

"Susah banget!" gerutu Adara.

Sedari tadi usaha nya tidak membuahkan hasil. Berlama lama dengan kaki menjinjit demi meraih sebuah buku paling baru yang telah di dambakan Adara.

Sebenarnya sudah pernah ia baca di Dunia Orange, namun kata si penulis pada note nya, ending dari cerita tersebut sedikit berbeda dari versi digital yang ada di Dunia Orange.

Dan itu berhasil membuat Adara kelimpungan ditimpa rasa penasaran. Masalahnya cerita itu greget bangett! Bikin nangis sesenggukan sampai emosi tak tertahankan.

"Kelamaan ah, manjat aja kali ya, Len?"

Pikirnya, jika teria terusan berjinjit tidak akan membuatkan hasil karena tinggi badan yang Adara miliki tidak cukup imbang dengan rak besar yang tingginya sekitar dua meter lebih setengah centi.

Alhasil sesuai keputusan akhir, Adara mulai menapakkan kaki jenjangnya pada rak disana. Memanjat sedikit demi sedikit. Baru tiba di pijakan pertama, satu buku jatuh tepat menimpa kepalanya. Menimbulkan suara rintihan kecil Adara dan juga beduman kecil yang berasal dari buku uang terjatuh tadi menimpa lantai.

Ditambah lagi dengan suara dengusan seseorang dibalik rak itu, membuat Adara menjadi panik sendiri. Ia sudah mengganggu seseorang, entah siapa yang jelas itu berarti Adara menghambat tugasnya!

Dengan sisa sisa kepanikan, Adara meloncat dari rak. Berniat menemui si pembuat suara dengusan dan meminta maaf padanya karena telah mengganggu.

Sungguh, Adara parno sekarang. Begitu ia sempat mengintip lewat celah rak, yang dilihatnya adalah punggung tegap dengan kepala botak yang membelakanginya. Gila, kalau itu gangster gimana? Sial, ia jadi kelimpungan sendiri.

"Aduh bokong gue!"

Okey, thanks to kepala botak yang udah berhasil bikin keparnoan Adara menimbulkan efek perataan pantat oleh lantai. Sukses, pantat nya yang udah tepos mungkin setelah ini bakal tambah tepos tiga centi mengingat kerasnya Adara terjatuh tadi.

Masi mengusap pantatnya, Adara bangkit dan berjalan ke balik rak. Mengintip punggung tegap dan kepala botak tadi. Tubuh Adara sepenuhnya beralih ke rak tempat si botak tadi berada. Rasa khawatir yang sejak tadi bersemayam di dalam dirinya kini hanyut tergantikan dengan rasa kesal yang mendelam.

'Ternyata patung!' batinnya kesal.

Adara berbalik dan tanpa sadar melampiaskan kesalnya pada rak di sana. Menendangnya cukup keras bagai pesepak bola.

Ini sih double kill namanya. Sudah jatuh tertimpa tangga pula! Emang kampret itu rak keras banget!

"Lain kali bikin rak buku pake busa aja jangan pake kayu! Biar kalo di tendang tuh empuk dan kenyal!" gerutunya lagi.

"Jangan tolol, busa gak kuat nampung buku - buku yang beratnya lebih besar dari rak."

Suara itu berhasil membuat Adara terkesiap, itu suara yang sama dengan suara demgusan tadi! Dan artinya Adara sudah ke gep dengan keadaan mengenaskan.


Tripple kill ini mah!


-ANTARTIKA SENIOR-

Voment nya juseyoo

Next?

ANTARTIKA SENIORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang