Gadis dengan rambut sebahu itu terus berjalan tanpa mengindahkan sekitarnya, kepalanya tertunduk dengan headset yang menutupi telinganya.
Delin, dia adalah salah satu siswi yang paling susah untuk diajak berkomunikasi, bahkan disekolah ia tidak memiliki seorang pun teman.
Dikelas ia termasuk seorang anak yang cerdas, hanya saja kemampuannya untuk berkomunikasi sangat lemah, ia lebih banyak diam dan termenung sendirian, tidak ada satu orangpun yang berhasil untuk mengajaknya berteman.
"Delin, gue nyalin tugas ekonomi lo ya"
Delin tidak menjawab, bahkan melihat siapa yang bertanya saja ia sangat malas, ia segera mengeluarkan buku tugas ekonominya dan menyodorkannya tanpa arah, kemudian ia segera menuju ketempat duduknya yang berada dipaling pojok sebelah kiri bagian belakang.
Tanpa mengindahkan apa yang terjadi disekitarnya Delin langsung meletakan tas punggungnya yang telah usang itu keatas meja, kemudian ia menenggelamkan kepalanya disana dengan headset yang masih setia menutupi telinganya. Delin terus memejamkan matanya, berharap seketika ia bisa hilang ditelan bumi.
Bel masuk berbunyi, diikuti dengan para siswa siswi yang sibuk berlarian menuju ketempat masing-masing, tak lama seorang guru memasuki kelas 12 ips 3, diikuti dengan seseorang yang asing bagi seluruh murid kelas 12 ips 3.
"Selamat pagi semua, hari ini, kita kedatangan siswa baru dari Bandung, ayo perkenalkan diri, dan segera duduk dibangku yang kosong, kita akan langsung mulai pelajaran hari ini"
"Baik pak"
Orang itu maju satu langkah, menatap keseluruh penjuru kelas lalu mulai membuka suaranya
"Halo, perkenalkan saya Antares Nughara, saya harap kita semua bisa berteman baik"
Antares tersenyum menatap semua teman barunya, begitupun mereka yang ditatap membalas senyum manis Antares, tapi tidak dengan satu perempuan yang duduk sendirian dibangku pojok paling belakang sebelah kiri, perempuan itu bahkan tidak menyadari kalau dikelasnya ada seorang murid baru."Antares, kamu bisa mencari bangku yang kosong sekarang, dan segera menyesuaikan diri" Pak Ridwan, selaku guru ekonomi memang terkenal sangat menghargai waktu, jadi dia tidak ingin waktu yang diberikan kepadanya untuk mengajar jadi terbuang percuma karna kehadiran sosok baru ditengah mereka.
Antares berjalan menyusuri bangku yang tersusun rapi dikelas ini, dilihatnya setiap sisi kelas ini, dan dia hanya menemukan satu bangku kosong yang bisa ia tempati selama lebih kurang setahun kedepan sampai mereka menghadapi Ujian Nasional. Bangku itu berada dibagian paling belakang sebelah kiri tetapi bukan bangku yang paling pojok, karna dibangku yang pojok seorang gadis yang dari tadi menenggelamkan muka diatas tas usangya telah menjadi tuan dari bangku tersebut.
Antares duduk lalu segera menatap kesekitarnya, banyak murid didekatnya yang langsung mengajaknya bicara, entah itu berkenalan atau sekedar sapaan singkat sebagai bentuk penyambutan mereka akan kedatangan Antares.
Satu hal yang sejak tadi menarik perhatian Antares. Itu adalah gadis yang dari tadi tidak berkutik sedikitpun sejak kedatangannya, bahkan setelah Antares berdehem mencoba untuk mengalihkan perhatiannya, gadis itu tetap saja pada posisinya, hingga pak Ridwan selaku guru yang turun tangan untuk menegur muridnya yang satu itu.
"DANDELINA ADIKHARI!!" Teriakan pak Ridwan menggema diseluruh penjuru kelas, membuat sang pemilik nama menegakan kepalanya dan langsung menatap kedepan, tepat ketempat asal suara yang telah berhasil mengganggu imajinasi indahnya. Atensi semua orang yang ada didalam ruangan itu kini tertuju kepada Delin, si gadis yang selalu menampilkan wajah datarnya.
Semua orang terdiam memperhatikan, menunggu hal apa yang akan terjadi selanjutnya. Ridwan menghela nafas pelan, lelah menghadapi sikap Delin yang tidak ada perubahan setiap harinya, selalu saja bersikap seolah olah dia hidup sendirian. Kemudian ia berdehem untuk menginterupsi kekosongan yang saat ini terjadi, mengalihkan semua atensi semua orang diruangan itu.
"Delin, sekarang kamu keluar, selesaikan jawaban 20 soal ini, saya tunggu sampai jam istirahat pertama" Ridwan berkata dengan tegas, dan tanpa penolakan Delin langsung berdiri membawa bukunya.***
Gadis itu tertegun menatap lurus kedepan dengan tatapan yang kosong, headset putih yang sudah berubah warna menjadi kecoklatan itu masih setia menutup pendengarannya, padahal tidak ada orang lain disini yang akan mengganggu dirinya, tapi gadis itu masih saja menutup pendengarannya, enggan sekali ia diusik.
Hukuman dari pak Ridwan sudah selesai sejak 15 menit yang lalu, tidak sulit bagi Delin menyelesaikannya, memang Delin termasuk manusia beruntung, yang tanpa penjelasan dua kali ia bisa langsung paham maksud dari penjelasan setiap guru, ya, Delin adalah anak yang cerdas. Tapi sayang, gadis itu begitu tertutup, ia seolah bisu dan tuli, dan bahkan ia tidak mengetahui siapa saja yang menjadi teman sekelasnya, dikelas ia hanya akan melepaskan headsetnya kalau ada guru yang sedang menjelaskan materi, selebihnya ia akan menjadi tuli dan enggan mendengar suara apapun disekitarnya.
Tatapan kosong yang memancar dari mata bulatnya begitu menyiratkan bahwa dia sedang sedang larut dalam imajinasinya, entah hal apa yang menjadi topik imajinasinya pagi ini, yang pasti hal itu berlangsung cukup lama hingga bel tanda istirahat pertama berbunyi dan mengusik diamnya. Delin langsung berdiri, membereskan bukunya, mengatur headsetnya, lalu bergegas pergi meninggalkan perpustakaan untuk menemui pak Ridwan dan menyerahkan hukumannya.
Setelah menemui pak Ridwan, Delin segera kembali ke kelasnya, melakukan rutinitasnya seperti biasa, diam, termenung, dan larut dalam imajinasinya, menutup diri dari dunia sekitar dan tenggelam dalam pikirannya sendiri. Antares yang sejak tadi memperhatikan Delin hanya bisa menerka seperti apa sebenarnya kepribadian yang dimiliki oleh gadis di sampingnya ini. Antares sempat berfikir untuk mengajak gadis disampingnya ini bicara, tapi dia rasa hal itu hanya akan sia-sia setelah ia melihat headset putih kecoklatan yang tidak pernah terlepas dari telinganya. Dan sekarang hal yang bisa Antares lakukan, hanyalah diam dan menunggu saat yang tepat untuk mengenal gadis disebelahnya.
***
Dia aneh, terus saja diam, tidak mempunyai ekspresi, bahkan terkejutpun tidak. Gadis itu terlalu sulit untuk dipahami, dia seolah menutup diri dari sekitarnya, entah apa penyebabnya, dia tidak tertebak, tapi sepertinya dia cukup menarik dan menyenangkan.
Antares sibuk dengan pikirannya sendiri, sejak pulang sekolah yang Antares lakukan hanyalah memikirkan gadis yang duduk tepat disampingnya itu. Tanpa mengganti seragamnya terlebih dahulu Antares langsung terduduk diatas ranjangnya dan sibuk sendiri dengan pikirannya. Tadi, sesaat sebelum pulang, Ia sempat bertanya kepada salah seorang teman kelasnya tentang Delin, tapi, jawaban dari teman barunya itu sama sekali tidak menambah informasi apapun, karna sama seperti Antares, semua murid yang ada dikelas 12 ips 3, sama sekali tidak mengetahui tentang kehidupan Delin.
"Aargh...., prustasi gue" Antares menyerah dengan pikirannya, menjambak rambutnya kemudian menghela nafas lelah, 'sudahlah.. ga ada untungnya juga mikirin dia' Antares membatin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melangkah
Teen FictionHal terakhir yang bisa kamu lakukan adalah mengikhlaskan dan sekarang saatnya kamu untuk melangkah, memulai kisah baru dan melepaskan belenggu lama yang menyakitkan. - Sorakanlah kesedihanmu, tidak perlu air mata, karena terkadang, 'tawa' juga berh...