Enam

11 2 8
                                    

~Dan kini, malam menjadi saksi bisu, atas derai yang meluruh~
***

Antares kini memperhatikkan Delin. Sejak tadi gadis itu hanya diam. Antares ingin mengajak Delin bicara, tapi Antares yakin, suaranya tak akan didengarkan oleh Delin.

Delin masih betah mendekap wajahnya, tidak berniat sama sekali melihat hiruk pikuk disekitarnya.

"Lin"  Antares bersuara, mencoba untuk menarik perhatian Delin. Tapi percuma, karna gadis bernama Delin itu lebih tertarik pada hening ketimbang hiruk pikuk.

Suasana ribut didalam kelas mereka berubah menjadi hening ketika guru geografi mereka datang, tatapannya yang mengintimidasi mampu membungkam seluruh mulut rempong siswa-siswi yang ada di kelas 12 ips 3, Delin mengangkat wajahnya, mencoba untuk membaurkan jiwanya pada suasana kelas yang kini hening. Gadis itu mengusap wajahnya yang nampak sembab, Antares sempat melihat masih ada bekas air mata di pipi gadis tersebut, Antares heran dan bingung sendiri, kenapa Delin menangis? Ia bertanya pada dirinya sendiri.

Kelas dimulai tanpa ada satu siswapun yang berani bersuara, semuanya seolah tidak tertarik pada bising-bising yang mampu menepis bosan. Guru geografi mereka pak Hakim, terkenal sangat ganas dan tidak tanggung-tanggung kalau memberi hukuman kepada siswanya, jika ada satu orang yang melakukan kesalahan, maka siap-siap saja seluruh kelas akan dapat imbasnya. Itulah kenapa semua siswa tidak berani berbuat ulah didepannya.

Kelas yang hening dan pelajaran yang tidak menyenangkan membuat semua siswa tidak dapat menahan kantuknya. Termasuk Antares yang kini matanya tampak berair karena sejak tadi ia terus saja menguap. Antares akhirnya bangkit dari tempat duduknya, meminta izin untuk pergi ke toilet sebentar, siapa tahu dengan mencuci wajahnya dapat mengurangi sedikit rasa ngantuk yang melandanya.

Suasana diluar kelas tidak terlalu ramai, karena semua siswa siswinya sedang belajar dikelas masing-masing, hanya ada beberapa siswa yang sedang berolahraga terlihat dilapangan, Antares mengarahkan kakinya menuju toilet, setelah selesai mencuci wajahnya Antares bergegas untuk kembali ke kelas, ia tidak berniat untuk mampir ke kantin ataupun ke tempat lainnya, karena menurutnya itu percuma, karena rasa bosan akan tetap menghampirinya.

Ketika Antares melewati taman sekolahnya, ia melihat rumpun bunga dandelion yang tumbuh liar disekitarnya, rumpun bunga yang tadi diambilnya ketika mau menyusul Delin ke kantin, Antares teringat, setelah ia mengatakan tentang filosofi bunga dandelion  kepada Delin, sikap gadis itu berubah menjadi semakin dingin. Entah apa yang salah dari perkataannya.

Ketika sampai dikelasnya Antares langsung duduk di tempatnya, ia melihat Delin yang langsung saja mengacungkan tangan, meminta izin untuk pergi ke toilet sebentar.

Setelah 10 menit izin barulah Delin kembali kekelasnya, Antares hanya menatap Delin yang langsung duduk seperti biasanya, diam dan tanpa ekspresi. Antares merasa sangat jenuh, entah kenapa waktu berjalan sangat lambat kali ini. Ingin sekali rasanya ia mengajak teman yang ada didepannya untuk bicara, tapi ia tahu konsekuensinya akan seperti apa dan sekarang yang Antares bisa lakukan hanyalah diam dan menguap.

Bel istirahat berbunyi, semua siswa yang ada didalam kelas 12 ips 3 langsung menghela nafas lega, akhirnya mereka terbebas dari penjara pak Hakim.

Delin tidak berniat untuk pergi keluar seperti teman-temannya yang lain. Seketika Delin langsung membenamkan wajahnya diatas tas usangnya. Antares menggoyangkan bahu Delin. Ia juga tidak tertarik untuk keluar kelas, karena gadis bernama Dandelina lebih mampu menarik perhatiannya. Delin yang merasa tergganggu akhirnya mengangkat wajahnya, ia begitu kesal ketika mendapati orang yang mengganggunya ternyata adalah Antares. Sedangkan Antares tersenyum bahagia karena akhirnya berhasil mengganggu Delin.

"Tidur mulu Lin, emang ga cape apa?"

"Ganggu orang terus, emang ga cape apa?" Delin membalas ucapan Antares dengan suara yang sangat ketus. Sungguh ia sudah muak melihat wajah Antares, sejak kemarin lelaki itu selalu saja mengusiknya.

"Pulang bareng gue ya?"

Antares menatap Delin, menunggu jawaban dari gadis tersebut. Setelah cukup lama ia tidak mendapat jawaban, ia hanya bisa menghela nafas, sepertinya ia harus meningkatkan kesabarannya untuk menghadapi Delin.

"Lin, jawab gue dong" pinta Antares kepada Delin, sedangkan Delin, hanya melirik Antares sebentar sebagai respondnya tanpa memberikan jawaban apapun. Delin sangat malas harus terus meladeni Antares yang terus saja mengusiknya.

"Dandelina" Antares memanggil nama Delin dengan suara yang sangat lembut.

Deg.

Delin seperti meraskan serangan pada organ jantungnya. Mendengar suara Antares yang memanggil nama utuhnya membuat ia kembali mengingat sosok yang sudah 2 tahun ini meninggalkannya, sahabat lelaki Delin yang sudah dianggap Delin layaknya pangeran untuknya, dan sudah sejak lama pula Delin memendam perasaannya untuk sahabatnya itu.

'Hal apa lagi yang ingin kau usik dari ku tuhan?, kenapa engkau menghadirkan lelaki ini? Kenapa dia selalu memaksaku untuk mengingat memori lama  itu tuhan?'

"Kalo ga dijawab berarti lo setuju sama perkataan gue Lin"

"Hah?" Delin menatap Antares bingung

"Pulang bareng gue ya?" Antares mengulang pertanyaannya, membuat Delin langsung menggelengkan kepalanya, apa-apaan main ambil kesimpulan aja ucap Delin didalam hatinya.

"Ayo lah Lin, sekali aja, gue ga bakal ngapa-ngapain elo kok Lin, lo aman sama gue"

Delin tetap menolak keinginan Antares

"Bentar aja Lin, sekalian gue mau ngajakin elo ke suatu tempat"

"Enggak" ucap Delin dengan penuh penekanan

Tapi Antares tidak mau menyerah begitu saja. Ia mengeluarkan kertas puisi Delin yang beberapa waktu lalu dicurinya dari laci meja gadis tersebut. Delin yang melihat itu sontak membulatkan matanya, lalu dengan nada ketus ia bertanya

"Mau ngapain lo?"

"Cuma mau memperlihatkan sebuah hasil karya yang bagus, sama orang-orang disini kok" jawab Antares dengan entengnya.

"Apa-apaan lo!!" Delin meninggikan suaranya "itukan karya gue, jadi lo ga berhak nyebarin karya orang gitu aja"

Antares mengabaikan perkataan Delin, ia melanjutkan aksinya, lelaki itu mulai berjalan keluar kelasnya, ia berpamitan sebentar kepada sang empu puisi tersebut.

"Gue mau lakuin misi gue sebentar ya" Antares berucap disertai dengan senyum manisnya itu.

Delin lagi lagi membelalakan matanya, 'sial' umpatnya dalam hati. Gadis itu segera menyusul Antares, ketika didapatinya Antares masih berada dikoridor depan kelasnya, Delin segera menghentikan langkah Antares.

"Lo itu apa-apaan si?" Ucap Delin dengan nada yang kesal

"Gue kenapa si Lin salah terus dimata lo, padahal kan gue cuma mau berbagi karya yang sangat indah dari lo"

"Balikin ga?" Perintah Delin lada Antares

"Ih, enak aja" Antares segera melangkahkan kakinya lagi untuk menuju kemading sekolahnya, Delin yang melihat tingkah Antares itu semakin menggeram kesal, ia tidak menyangka kalau Antares masih menyimpan kertas puisinya itu.

"Lo mau apa? Balikkin kertas gue" ucap Delin setelah berhasil mensejajarkan posisinya dengan Antares.

"Pulang bareng gue"

Delin menghela nafas akhirnya ia menganggukkan kepalanya sebagai tanda persetujuan akan ajakkan Antares

"Balikkin puisi gue"

"Nanti, pas udah didepan rumah lo"

Delin menghentakkan kakinya kesal, ingin sekali dia melenyapkan lelaki yang ada didepannya itu 'semesta, lenyapkan dia semesta, aku mohon' ucapnya dalam hati.

"Gue tunggu lo di parkiran"

Tanpa menjawab, Delin langsung meninggalkan Antares begitu saja.

***

Tbc.

Peluk hangat, ganjen.

MelangkahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang