Dua

34 9 9
                                    

~Ada kala dimana kita harus menelan berbagai kekecewaan~
***

Dingin....
Gadis tanpa senyum itu merapatkan kedua tangannya untuk mencari hangat. Disinilah ia sekarang, duduk sendirian disalah satu bangku taman yang ada didekat rumahnya, delin menatap kearah note kecil yang sejak tadi dipegangnya, note itu sudah ditulis dengan berbagai kata oleh pemiliknya. Delin merenung berusaha untuk mencari kata-kata lain yang tepat untuk mendeskripsikan perasaannya, kata yang dapat mewakili rasa sedih sekaligus kecewa yang selalu ia dapatkan setiap harinya. Rasa hancur yang akan menghantuinya ketika ia pulang kerumahnya sendiri, rumah yang biasanya akan menjadi tempat favorite bagi setiap orang, tapi tidak untuk Delin, baginya rumah adalah sarang ketakutan, dimana ia harus selalu melihat kedua orang tuanya bertengkar dan saling menyalahkan tanpa peduli akan dirinya.

Delin melepaskan headset kecoklatan yang selalu dikenakannya, lalu segera menuliskan beberapa kata di note kecilnya
-Bulan, ada dimana? Bisakah kudapat secercah cahaya bahagia malam ini?-
Delin menghela nafas hingga kemudian sebuah suara membuat fokusnya teralihkan
"Cewek itu ga baik keluyuran dimalam hari, apalagi sendirian"
Tidak menjawab, Delin mengabaikan seorang lelaki yang baru saja bicara kepadanya, gadis itu segera beranjak dari tempatnya, tanpa menoleh sedikitpun
"Kalau ditanya itu dijawab, bukannya malah pergi" Antares, lelaki yang baru saja bicara itu berusaha menyamakan langkah kakinya dengan Delin
"Lo siapa? Gue ga kenal, dan gue ga percaya sama orang asing, lo pasti orang jahat" Antares sedikit terkejut mendengar perkataan Delin, dia tidak menyangka gadis cuek yang kini menjadi teman sebangkunya itu ternyata punya pikiran seperti anak kecil
"Makannya kenalan dulu, biar gue ga jadi asing lagi dihidup lo, gue Antares Nugraha, lo bisa panggil gue Anta kalau lo mau, gue temen sebangku lo di kelas, baru pindah tadi pagi, lo Delin kan?"

"Temen? Sorry lo salah orang, gue ga punya temen"

"Yaudah, sekarang kita temenan ya?"

Delin mempercepat langkahnya, berlari dan meninggalkan Antares sendirian tanpa berkata apapun. Antares hanya diam ditempatnya, bingung dengan apa yang baru saja terjadi, dia yakin kalau gadis yang baru saja ditemuinya itu adalah Delin teman sebangkunya mulai hari ini. Tapi kenapa gadis itu langsung pergi? Antares menggelengkan kepalanya, tidak mau ambil pusing dengan kejadian barusan, dia memilih untuk segera pulang kerumah nya.

***

Suara teriakan dan pecahan piring menyambut kedatangan Delin, gadis itu menarik nafasnya perlahan untuk menguatkan dirinya sendiri menghadapi pertengkaran yang terjadi antara kedua orang tuanya. Air mata sudah menggenang dipelupuk matanya, tapi segera dihapus olehnya, Delin tak mau lagi menangis karna hal ini, baginya menangisi hal seperti ini tidak ada gunanya, suara teriakan semakin nyaring terdengar ditelinganya, Delin mengepalkan tangannya dan segera masuk kekamarnya, kamarnya yang tidak kedap suara membuat suara-suara berisik itu selalu terdengar dikamar Delin. Delin segera memasang headset dan menulikan pendengarannya.

Delin menundukkan kepalanya, dalam hati ia selalu menyuarakan sebuah harapan kecil, seandainya saja ia tidak harus mendengar pertengkaran antara ibu dan ayahnya, pasti ia bisa sedikit tenang dan bahagia, tapi hal itu hanyalah angan-angan, kedua orang tuanya itu seolah tidak pernah mempedulikan kehadiran Delin diantara mereka, mereka hanya sibuk dan larut dalam amarah masing-masing untuk saling memenangkan ego mereka.

Delin terbangun dari tidurnya ketika mendengar suara isak tangis seseorang, ia melirik jam dikamarnya yang sudah menunjukkan pukul 04.35 pagi, ia segera keluar dari kamarnya dan menuju kearah suara tangisan itu, Delin terkejut ketika melihat ibunya menangis sesenggukan didapur, kondisi ibunya sudah sangat berantakkan, rambutnya acak-acakan dan wajahnya yang merah serta matanya yang bengkak dan sembab menunjukkan bahwa wanita itu telah menangis sangat lama, Delin mendekati ibunya, ia mengusap wajah ibunya secara perlahan, terdengar suara rintihan dari mulut ibunya itu

"Dia jahat, dia jahat Delin"
Delin tidak sanggup untuk menahan air matanya lebih lama lagi, wanita yang kuat itu sekarang sudah tidak berdaya, Delin berusaha menenangkan ibunya, dipeluknya tubuh yang bergetar itu, berusaha untuk menyalurkan kekuatan lewat pelukkan, tidak lama Delin merasakan perlawanan dari ibunya, pelukannya terlepas karna sang ibu kini meronta dan berteriak

"JAHAT, KAMU ITU BEJAT, DASAR LAKI-LAKI SIALAN"

Ibunya melemparkan barang apa saja yang bisa digapainya, membuat Delin merasa takut dan bingung harus melakukan apa, Delin berusaha menenangkan ibunya, dia membujuk ibunya untuk pindah kekamar dan manungguinya sampai ia tertidur. Setelah dipastikan bahwa ibunya sudah tertidur Delin akhirnya beranjak, sebelum keluar Delin melihat ada sebuah surat yang diletakkan di atas meja dikamar ibunya. Delin membuka surat itu lalu dibacanya, air matanya tak bisa ditahan ketika ia tahu bahwa surat itu adalah surat dari ayahnya.

Delin, Papa sudah tidak tahan lagi harus menjalani kehidupan rumah tangga yang seperti ini dengan Mama kamu, Papa harap kamu bisa menjaga diri dan juga menjaga Mama kamu. Papa pamit, nanti Papa akan rutin mengirim uang untuk biaya hidup kamu dan Mama kamu.

Delin mendekap mulutnya sendiri setelah selesai membaca surat dari ayahnya itu, dia tidak tau harus melakukan apa, hatinya sesak entah cobaan apa lagi yang harus dia hadapi, Delin melirik kearah ibunya yang sekarang sedang tertidur pulas, ia berusaha untuk tidak terlalu larut dalam kesedihan, ia lantas bergegas keluar dari kamar ibunya dan bersiap untuk pergi kesekolah.

***

"Abang!!!!!"

Suara teriakan menggema diseluruh penjuru rumah Antares pagi ini, teriakan itu berasal dari kamar adik perempuannya, Antares segera berlari turun kebawah menghampiri bundanya saat Sisil adiknya berteriak marah.

"Bunda, adek ganas ih, masa pagi-pagi udah teriak" adu Antares pada bundanya yang segera dibalas dengan Sisil

"Eh jangan memutar balikkan fakta ya, abang tu yang ngejahilin Sisil, bun lihat tuh anak Bunda pagi-pagi udah ngerjain aku pake mainan ular, kan aku kaget bun"

"Idih, lo aja tuh yang lebay"

"Diam lo, dasar abang ga tau di untung"

"Udah-udah, masih pagi kok udah ribut si, ga malu apa? Udah pada gede tapi masih aja suka ribut kayak anak kecil, ayo buruan sarapan, terus berangkat ke sekolah"

Antares dan Sisil mengikuti perintah bundanya, Antares masih tersenyum jahil sedangkan Sisil mengeluarkan aura perperangan.

***

Pagi ini sekolah sudah sangat ramai ketika Antares memasukki perkarangan sekolahnya, dia memarkirkan vespa birunya dan segera pergi kekelasnya. Antares tersenyum ketika ada beberapa teman barunya yang menyapa, sesampainya dikelas Ia langsung saja menuju bangkunya dan duduk dengan tenang disana.

Kelas tampak ramai karna didominasi oleh suara siswa-siswi yang sedang asik bergosip, Antares memilih untuk diam di bangkunya karena dia belum terlalu akrab dengan teman-teman dikelas barunya itu, ia melirik ke bangku yang ada disebelahnya, bangku yang dihuni oleh seorang gadis yang diketahui Antares bernama Delin. Bangku tersebut masih kosong, Antares iseng melihat kebawah laci meja gadis tersebut dan Antares tidak terkejut mendapati banyak sekali sampah didalam laci meja gadis itu, Antares pikir itu hal yang wajar karna sebagian siswa memang lebih senang mengoleksi sampah didalam laci ketimbang membuangnya ketempat sampah.

Antares meraba kedalam laci meja sebelahnya, sampah yang ada dilaci meja Delin semuanya adalah sampah kertas, Antares mengambil salah satu kertas yang telah digulung, Antares membuka gulungan kertas tersebut, ia lantas terdiam ketika melihat tulisan tangan yang sangat rapi, dengan cepat antares membaca kata-kata yang tertulis pada kertas itu, Antares tersenyum membacanya, membaca sebuah puisi yang membuat sang pembaca akan salah tingkah dibuatnya.

Hai Lelaki Manis

Cerah dibawah biru
Bersama terik tanpa terhalang putih
Rimbun daun menari dan melambai
Memberi hembusan
Untuk sejuk dibawah terik

Kala suara langkah itu terdengar
Mencipta nada tanpa arah
Sebagai tanda akan datangnya dirimu
Hai lelaki manis

Dandelina, dalam sunyi

MelangkahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang