Berjalan di tengah keramaian jalan raya. Dito lesu menapaki trotoar perlahan-lahan.
Pikiran kosong...
Melihat isi lembaran pritesnya gagal. Tak tahu harus bilang apa kepada orang tuanya, selain mondar-mandir cara terbaik mengatakannya.
Ting... Ting... Ting...
Sepeda pancal membunyikan bel pengingat penanda belok kiri, tepat sebelum dirinya. Menghela nafas panjang maju perlahan tak ada keraguan.
Seseorang menariknya...
"Hei, kau harusnya berhati-hati"
"Ada apa,Pak?"
"Itu barang kau injak nantinya"
"Maaf,Pak. Apa sebaiknya saya ganti?"
"Tak usah, kau boleh pergi"
Ternyata dupa pengusir roh sial. Tak mengherankan banyak diantara pedagang di temuinya memasangkan hal seperti itu. Pemandangan lumrah ini disadarinya, memang pada saat itu tidak konsentrasi saja hanya nilai.
"Cah bagus, nyuwun arthanipun. Tulung kula dereng dhahar,"
Menatap iba, ia langsung memberikan uang sangunya. "Suwun,nak"
Tak menjawab balasannya, terus berjalan menuju ke arah jalan pulangnya rumah.
Ada seseorang lagi menyapanya.
Dan membuat Dito bingung, ia tak mengenalnya sama sekali.
Dia hanya berkata...
"Adik, tadi kasih bantuan sesepuh itu,ya?"
"Sesepuh? Kakek yang tadi?"
"Ini.., abang kasih kamu hadiah"
Sontak menolak "Aduh, nggak deh,Mas. Makasi,"
Ia memaksanya hingga Dito menerimanya walau sedikit bingung dengan maksudnya.
"Ingat, pejamkan matamu dan pegang erat-erat hadiah ini. Kamu akan tahu jawabannya"
"Ia, makasi"
Sesampainya dirumah, lepas sepatu kaos kaki, ia menaruh hadiah pemberian abang misterius itu di meja belajarnya.
"Mas Dito, makannya sudah siap!"
"Bentar,lip. masih cuci kaki"
Keluar dari toilet...
Terdengar suara memanggil-manggil "Dito" sebanyak lima kali.
Kembali kekamar mencari panggilan tersebut. Tak ada sesuatu disana. Teringat ucapan tadi, keisengan terhadap hadiah, ia lakukan.
Tiktok... tiktok... tiktok...
Syahdu...
Lembut suaranya...
Tabuhan gending bermuara sekencang angin...
Tatapan pertama kali dilihatnya...
Bayangan api, makhluk berbentuk menembus dingin...
Aktivitas tak wajar itu...
Membuat Dito berkaca-kaca.
Disisinya, api itu mendekat.
"KAI MÊ EISENEGKÊS HÊMAS EIS PEIRASMON ALLA RHUSAI HÊMAS APO TOU PONÊROU HOTI SOU ESTIN HÊ BASILEIA KAI HÊ DUNAMIS KAI HÊ DOXA EIS TOUS AIÔNAS (*janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tapi lepaskanlah kami daripada yang jahat, karena engkaulah yang empunya kerajaan, kekuasaan dan kemuliaan sampai selama-lamanya)... Enyahlah kau iblis..."
Pergilah para roh lari kalang kabut, membuatnya terpental jatuh dilantai.
"Entah apa yang kusaksikan ini..."
"Aku pingsan,"
"Tapi siapa dia?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BANASPATI
Horror"Dia hanya datang, jika kamu mengganggunya atau sebaiknya kamu tidak perlu tahu saja."