Devon melangkah menuju kamarnya dengan gusar, kesal pada Davina. Mengapa perempuan itu tidak bisa diam dengan tenang? Mengapa ia harus memaksa diri melakukan banyak hal? Tidakkah ia menyadari jika melakukan pekerjaan dengan keterbatasan seperti itu dapat membahayakan dirinya?
Devon menggeram. Terlebih saat mengingat gerakan refleksnya menolong Davina. Bagaimana jika Devon terlambat sedikit saja? Pasti perempuan itu akan celaka.
Dan berbagai pertanyaan itu membuat Devon mendadak mematung. Damn, sejak kapan aku memikirkan wanita itu? umpatnya dalam hati.
Kala Devon sibuk merutuki diri, tiba-tiba saja ponsel pada saku celananya bergetar. Dengan segera ia meraih ponsel tersebut, menatap nama pemanggil yang tertera di layar, lalu menekan tombol 'answer'.
"Halo," sapa suara dari seberang.
"Ya, Garry, ada apa?"
"Devon, kau di mana? Kau akan menghadiri pesta ulang tahun Leona, bukan?"
"Aku masih di rumah. Bukankah acaranya baru dimulai satu jam lagi?"
"Ya, benar. Acaranya akan dimulai tepat pukul delapan. Aku hanya ingin memastikan, aku takut kau lupa mengenai undangan itu."
"Tidak, Gar. Aku tidak mungkin melupakan kekasihmu." Devon menyahut dengan nada menggerutu. Seketika, terdengar gelak tawa dari seberang.
"Baiklah kalau begitu. Sampai jumpa nanti," ucap Garry
"Hm."
Lalu sambungan terputus.
ooOoo
Senja telah berlalu, langit kian menggelap seiring datangnya malam. Seperti biasa, Davina tengah menikmati saat-saat santainya. Ia menatap ke luar jendela, memandangi langit yang kini berhiaskan beberapa buah bintang.
Davina menyenangi saat-saat seperti ini. Menikmati kesendirian, memandangi langit sembari merasakan hembusan angin malam yang menerpa kulit. Dengan begini, Davina seolah merasakan kebebasan. Ya, hanya ini yang bisa ia lakukan, mengingat kondisi kakinya tidak memungkinkan Davina untuk pergi ke mana pun, tanpa didampingi oleh siapa pun.
Perhatian Davina terusik ketika didengarnya langkah-langkah berat sepatu pantofel milik Devon. Kontan ia menoleh dan menatap lelaki itu.
"Devon? Kau mau ke mana?" tanya Davina dengan bingung. Bola matanya bergerak, menelusur tubuh Devon yang telah terbalut setelan jas berwarna silver. "Bukankah kau sedang sakit?"
Devon menatap Davina sesaat, menghela napas, lalu membuang pandangan. "Bukan urusanmu," katanya, kemudian bergegas melangkah melewati Davina, tanpa memedulikan tatapan penuh khawatir yang dilayangkan oleh perempuan itu.
Davina mengikuti Devon dengan sepasang mata almond miliknya. Ia menghela napas sedalam mungkin. Selalu begini. Perlakuan Devon selalu membuatnya merasa terluka. Dan entah sampai kapan ia harus terus menahannya.
ooOoo
"Hei, Dev, akhirnya kau datang juga!" Garry berseru senang meyambut kedatangan Devon.
Devon menyunggingkan senyum, terlebih pada perempuan yang berdiri di samping Garry. "Selamat ulang tahun, Leona," ucapnya kemudian seraya mengulurkan tangan.
Leona yang tampak cantik dalam balutan gaun panjang berwarna merah marun tersenyum. Ia membalas uluran tangan Devon dengan wajah bahagia.
"Terima kasih, Devon. Aku senang sebab kau bersedia meluangkan waktumu demi menghadiri pesta ulang tahunku."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Doll
RomanceAkibat sebuah kecelakaan, bukan hanya kehilangan kemampuannya untuk berjalan, Davina juga diminta menikahi Devon, pria yang membencinya dan menganggapnya pembunuh. Meski begitu, Davina ingin menjalankan perannya sebagai istri dengan baik dan berhara...
Wattpad Original
Ini bab cerita gratis terakhir