Sejak mengalami kelumpuhan pada kakinya, Davina memiliki kegemaran baru, yakni melukis. Ya, Davina senang melukis. Sebenarnya ia telah menyenangi kegiatan itu sejak SMP, namun harus terhenti saat ia beranjak SMA. Saat di mana waktunya tersita untuk bersekolah sambil bekerja.
Ayah Davina telah meninggal dunia, kala perempuan itu masih berumur tujuh tahun, dikarenakan penyakit pneumonia yang menggerogoti tubuhnya. Sedangkan sang ibu menyusul sepuluh tahun kemudian, tepat saat Davina duduk di bangku kelas 1 SMA. Sejak saat itu, Davina hidup sebatang kara. Ia harus mengusahakan sendiri segala keperluan, termasuk biaya sekolah dan hidupnya.
"Nyonya," panggilan Lucia yang terdengar dari ambang pintu kamarnya, mengagetkan Davina. Sejenak ia mengangkat tangan dari atas kanvas, demi menatap wajah sang asisten rumah tangga.
"Ada tamu yang datang, mereka ingin bertemu dengan Anda," Lucia melanjutkan, membuat Davina mengerutkan dahi.
"Tamu?" tanya perempuan itu dengan bingung. Tidak biasanya ada tamu yang datang untuk menemui dirinya, terlebih sejak ia tinggal di rumah Devon.
"Ya, Nyonya."
"Baiklah, Luce, buatkan minuman untuk mereka. Aku akan segera ke sana," perintah Davina. Lucia pun menurut. Dengan segera ia pergi ke dapur demi melaksanakan perintah sang majikan.
Setelah selesai membereskan peralatan lukisnya, Davina segera menggerakkan kursi roda menuju ruang tamu. Dan wajah perempuan itu berubah ceria seketika, saat melihat tamu yang dimaksudkan oleh Lucia.
"Allen, Joshua!" pekiknya senang, membuat kedua orang tersebut kontan menoleh padanya.
"Davina! Aku merindukanmu!" Allen berseru, tidak kalah senang. Dengan cepat ia mendekati Davina dan menghambur memeluk perempuan itu.
"Ya, aku juga merindukanmu," sahut Davina seraya membalas pelukan Allen dengan gembira. "Bagaimana kalian bisa ada di sini?"
"Sepertinya kau lupa, bukankah kau sendiri yang memberitahu alamat rumah ini saat aku menghubungimu seminggu yang lalu?"
"Ah, ya ...." Davina menepuk dahi. "Maaf, aku lupa."
"Hai, Davina, apa kabar?"
Perhatian Davina segera teralih pada pemilik suara bariton itu. Joshua Gardinno. Lelaki tampan yang telah menjadi sahabatnya sejak duduk di bangku SMA. Lelaki yang selalu ada untuk Davina, yang selalu membantunya kala menghadapi kesulitan pada masa-masa remaja mereka.
"Jo, kapan kau kembali?" tanya Davina dengan nada heran.
Setelah mereka lulus dari bangku SMA, Joshua pergi menempuh pendidikan di Australia. Sejak itu pula Davina dan Joshua harus terpisah. Davina masih mengingat dengan jelas hari di mana Joshua pamit untuk pergi meninggalkannya. Lelaki itu berjanji bahwa setelah ia pulang, Davina adalah orang pertama yang akan ia temui.
"Seminggu yang lalu. Maaf, aku baru bisa menemuimu sekarang. Dan maaf juga, aku tidak dapat hadir pada hari pernikahanmu," kata Joshua. Ia melangkah mendekati Davina, lalu menepuk-nepuk puncak kepala perempuan itu. Hal yang biasa dilakukannya saat mereka masih bersama dulu.
"Tidak apa," sahut Davina seraya tersenyum. Ia selalu merasa senang menerima perlakuan Joshua. Lelaki itu selalu mampu membuatnya merasa disayang. Dan dapat dikatakan, Allen dan Joshua adalah keluarga yang dimiliki oleh Davina sepeninggal kedua orang tuanya.
Tidak lama kemudian, Lucia muncul dengan membawa tiga gelas minuman. Setelah meletakkannya di atas meja, perempuan itu segera pamit dari hadapan mereka.
"Kau tahu, pada hari pertama kepulangannya, Joshua selalu menerorku agar menemaninya menemuimu." Allen berujar setengah menggebu. "Tapi mau bagaimana lagi, aku baru memiliki waktu hari ini," lanjutnya kemudian, sukses membuat Joshua melotot padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Doll
RomanceAkibat sebuah kecelakaan, bukan hanya kehilangan kemampuannya untuk berjalan, Davina juga diminta menikahi Devon, pria yang membencinya dan menganggapnya pembunuh. Meski begitu, Davina ingin menjalankan perannya sebagai istri dengan baik dan berhara...
Wattpad Original
Ada 3 bab gratis lagi