Sepanjang pelajaran sampai ia pergi ke tempat kursus belajar, Hanna sibuk memikirkan murid baru tersebut. Kelas Blue Diamond memiliki tiga tingkat jenjang pendidikan yaitu kelas sepuluh, sebelas dan dua belas. Masing-masing tingkat dibedakan menjadi enam kelas, yaitu kelas A, B, C, D, E, dan F. Kelas tersebut dibedakan menurut peringkat akademi mereka selama di Blue Diamond. Walaupun terdapat kelas dengan peringkat F, namun jika dibandingkan dengan nilai di sekolah biasa, para murid peringkat F masuk ke dalam kelas unggulan. Blue Diamond memang benar-benar sekolah dengan peringkat nilai yang tinggi.
Setiap kelas berisi 18 sampai 24 murid. Sebagian besar murid di kelas A sampai C adalah perempuan. Sekitar tujuh puluh persen banyaknya. Untuk kelas D sampai F memiliki prosentase jumlah murid yang seimbang. Sedangkan untuk peringkat 10 besar, sebagian besar tingkat disabet oleh murid perempuan.
Setiap tiga bulan sekali, Blue Diamond mengadakan ujian untuk evaluasi belajar baik dalam akademik ataupun non akademik. Dari ujian dan evaluasi tersebut, murid akan menempati kelas sesuai dengan peringkat akademik mereka. Untuk kelas A dan B tidak banyak mengalami perubahan dibanding kelas lainnya.
Menjadi murid kelas A memang tidak mudah. Jika ada murid yang bisa masuk apalagi dengan beasiswa, itu berarti murid tersebut memang jenius.
Hanna berpikir siapa dua kakak kelas baru yang dapat masuk ke kelas A melalui beasiswa. Ia sedikit penasaran dengan murid tersebut, terlebih Hanna menyukai pria yang pintar.
"Hanna! Hanna! " Pengajar les membuyarkan lamunan Hanna.
"Ah iya, apa aku melakukan kesalahan ?"
"Kelas sudah berakhir lima belas menit yang lalu. Aku pikir kau sedang memikirkan sesuatu hingga kau tidak berkutik sampai waktu pulang tiba. Apa kau memiliki masalah, Hanna ?"
"Ah tidak, Nona. Aku hanya sedang memikirkan sesuatu di sekolah, tetapi bukan masalah. Aku akan pulang sekarang. " Ucap Hanna yang gelisah seraya membereskan barangnya dengan panik. Ia kemudian meninggalkan ruangan. Di luar tempat les, sopirnya sudah berdiri menunggu."Apa kau sudah lama? "
"Baru saja, Nona. "
"Aku tahu kau di sini sudah tiga puluh menit lamanya. "
Hanna langsung masuk ke dalam mobil. Selama perjalanan pun Hanna masih saja melamun.Pukul sembilan malam Hanna tiba di rumah.
Hanna mengganti sepatunya dengan sandal Yang sudah disediakan di lobi rumahnya. Rumah Hanna bergaya eropa klasik dengan nuansa warna coklat dan putih. Di rumah megah tersebut terdapat enam kamar tidur besar, ruang keluarga dan ruang makan yang luas serta lengkap dengan berbagai fasilitas. Ibu Hanna merupakan tidak bekerja. Ia lebih fokus untuk menjaga dan merawat anak-anaknya.
"Aku pulang! "
"Hanna, ayo makan bersama ibu. Ibu belum makan malam. " ajak ibu Hanna yang bersemangat karena melihat Hanna sudah pulang. Hanna kemudian menghampiri ibunya yang sedang duduk di ruang keluarga sambil memegang tabloid masakan.
"Aku sedang tidak berselera makan bu. Mungkin karena aku pulang larut seperti ini. " Hanna merebahkan tubuhnya di sofa menghadap sebuah televisi besar berwarna hitam.
"Kau sudah makan di luar? "
"Tidak, bu. Aku hanya sedang malas. Bu, kelas tambahanku akan dimulai besok. Aku belum sempat memberitahu guru les. Aku tadi sangat lupa. "
"Kelas tambahan semua tingkat? Pukul berapa kelasnya dimulai ?"
"Usai pulang sekolah, sekitar pukul enam atau pukul tujuh malam dan berlangsung selama dua atau tiga jam. Jadi aku akan pulang sekitar pukul delapan atau sembilan malam. Ya, anggap saja aku sedang les. Tingkat satu sampai tiga akan digabung menjadi satu per kelas peringkat. Jika melihat tahun lalu, aku akan masuk ke dalam kelas bersama A. Di dalamnya terdapat murid kelas sepuluh, sebelas, dan dua belas A. "
"Ibu tahu tentang konsepnya, hanya saja apa itu terdengar efektif? Dengan kondisi enam puluh siswa menjadi satu kelas? Bagaimana sistem belajarnya? "
"Masing-masing kelas akan mengerjakan soal sesuai dengan tingkat mereka, nantinya akan dibahas satu persatu. Misalnya kelas sepuluh akan diberikan soal, lalu mereka akan mengerjakannya, dan ketika pembahasan, kelas sepuluh akan terlebih dahulu menjelaskan hasil pekerjaan mereka. Kelas sebelas dan dua belas akan mengoreksi jika ada kesalahan. Begitu selanjutnya. "
"Lalu kelas dua belas akan kau nilai? "
"Untuk kelas dua belas yang menilai guru kami. Dengan sistem seperti ini, kelas sepuluh dan sebelas bisa belajar ke tingkat yang lebih sulit. Dan untuk kelas dua belas bisa mengulang materi sebagai persiapan ujian nasional, bu. Kita tahu bukan kalau materi ujian berasal dari materi tingkat sepuluh sampai dua belas. "
"Ya baiklah. Tetapi ingat, jika sistem itu dirasa tidak efektif, kau bisa bicara kepada ayah dan ia akan memperbaikinya. "
"Jika melihat tahun lalu, sepertinya efektif. Tapi tetap saja aku lemah di pelajaran kimia. Aku adalah anak konglomerat perusahaan kimia, tetapi aku lemah di bidang itu. Memalukan."
"Sayang, manusia tidak ada yang sempurna. Kamu sudah melakukan yang terbaik, tidak apa jika kamu tidak menguasai satu hal, karena kamu sudah menguasai banyak hal lainnya. Termasuk kartu kredit. " kata ibu Hanna sambil tersenyum menggoda anaknya yang cemberut.
"Ah ibu. Jangan menggodaku terus. Bu, jus jeruk Jeju masih ada? "
"Masih, sayang. Kakakmu sengaja membeli cukup banyak untukmu. Ada di lemari es. "
"Oh ya?! Bagus kalau begitu. Sora juga menyukainya. Boleh setengahnya untuk Sora? "
"Jika itu membuatnya senang. "
"Terima kasih, bu. " Sebuah kecupan mendarat di kening ibu Hanna. Hanna lalu berlari menuju ke kamarnya.
"Kau tidak makan dulu?!!!"
"Tidaaaaaaaaak! "
KAMU SEDANG MEMBACA
One More Chance..
RandomHanna, gadis cantik nan kaya yang menjatuhkan pilihan hatinya kepada pemuda biasa, Heechul. Cinta memang tidak pernah bisa ditebak bagaimana ia datang. Banyak laki-laki yang ingin bersama Hanna, namun Heechul yang berhasil membuat hatinya luluh. Hee...