LDR (Part 2)

10.3K 454 12
                                    


Tujuh hari masa berkabung telah berlalu. Beberapa hari kemudian satu persatu dari kami kembali ke tempat tugas masing - masing di perantauan. Hanya tinggal aku, mas, Novi, Didik dan Ibu yang ada di dalam rumah besar ini. Dalam kondisi begini, aku dan mas harus benar-benar bisa sabar untuk tidak keluar rumah atau sekedar "nge-date" saja. Quality time ini harus sangat dijaga justru dalam suasana berduka.

Pagi itu di dapur,
"Buk, nanti istriku tersayang aku tinggal disini sampe pengajian malam 40-nya Bapak ya!? Soalnya 2 hari lagi aku balik ke Timika, surat ijin cuma 2 minggu. Tapi, kalo dia kan gak ada surat ijin resminya. Insya Allah dia bisa diandalkan. " Jelasnya panjang lebar pada Ibu yang sedang sibuk menyiapkan sarapan.

"Nah, ya gitu! Sementara biar Mia tinggal disini nemenin Ibu di rumah. Lagian yang biasa naik motor juga gak ada. Diki yow sibuk sendiri, jarang mau disuruh nganter belanja. Kalo ada Mia kan enak, bisa wira wiri naik motor. Lek Novi opo? Sepedaan pancal ae gak iso.." jawab ibu sambil melirik adek bungsu si mas.

"Yow lek memang gak bisa naik motor trus yok opo? Opo kudu dipaksa ben iso? Salahe dulu gak ada yang ngajarin, kok sekarang pada protes." wajah Novi mulai tampak ketus karena merasa dibully.

"Pancen gak bisa og, gimana mau ngajarine?" balas mas dengan meledek.

Kemudian Novi menghampiri mas Aji dan diam-diam mencubit pinggangnya, lalu kabur tanpa jejak. Kami tertawa bersama sedangkan mas Aji meringis kesakitan.

Yaa... Walaupun hanya kami berdua yang bisa menemani di rumah paling tidak candaan sederhana tadi bisa menghibur mereka..

~~~~~~~~~~~~~~~~

Malam menjelang... Adzan maghrib berkumandang, seperti biasanya suamiku selalu tidak lupa untuk berjamaah 5 waktu di masjid. Hal ini bukan hanya karena ia seorang prajurit yang memang selalu dididik untuk taat dalam ibadahnya, tapi sedari kecil ia sudah dibiasakan begitu oleh sang Bapak (alm).

Menurutku, suamiku termasuk tipe pria idaman. Kesabarannya, kelembutannya, dan kasih sayangnya pada keluarga perlu diacungi 4 jempol sekaligus. Yaa itu yang disampaikan ibuku. Mas Aji tidak pernah marah, apalagi membentak. Ia pun juga bukan tipe orang yang suka memdendam walaupun sering disakiti orang lain. Ia lebih sering diam dan beraktifitas diluar rumah untuk kesibukan harinya selain sekolah dulu. Seperti pramuka, paskibra, PMR, dan OSIS.

Dan ini menjadi kali pertamanya kami berjauhan, yang biasa orang sebut LDR (Long Distance Relationship). Aku belum bisa membayangkan seperti apa nanti suamiku tanpa aku di rumah. Yaa memang kami baru saja menikah sebulan yang lalu, ibarat masih membara rasa cinta kami. Tapi yaa inilah ujian pertama yang harus dilalui.

"Sayang, kalo aku rindu nanti gimana?" sebelum tidur aku sedikit merajuk, karena esok hari akan menjadi hari yang sangat kami rindukan.

"Kan nanti bisa telpon dan BBM-an," jawabnya lirih sambil menarikku ke sisi kanan tubuhnya.

"Tapi tetep aja beda, mas. Aku gak tega ninggalin mas sendirian di rumah. Pasti nanti mas jarang sarapan, trus tidurnya juga pasti selalu larut malam. Iya kan? Kalau udah begitu pasti gampang kena malaria."

"Ya nanti setelah pengajian malam 40 adek langsung kembali tow!?"

"Ya tapi itu juga masih lama, mas.."

"Gak apa-apa, niatkan ini ibadah buat mas ya.."

Aku hanya bisa mengangguk atas jawabannya itu, dan balasannya ia mengecup kening dan bibirku. Pelan-pelan memulai kemesraan yang biasa dilakukan oleh pasangan pengantin baru, hingga beberapa menit ke depan. Malam ini terasa begitu lambat nan indah.

~~~~~~~~~~~~

"Mas mau bawa baju yang mana aja? Biar tak siapin ya!"

"Dah mas packing sendiri aja, adek bantuin ibu masak ya!"

Catatan Hati Seorang Istri PrajuritTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang