Malam ini adalah momen terpenting bagi perjalanan hidup Clara. Meski mengalami suatu kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya, ia tetap berkukuh menjalani hidup meraih impian terbesar dan terdalamnya. Bahkan sejak ia mengenal huruf alfabet dan mengucapkannya.
Sepuluh tahun ia melatih pernapasan, demi mengikuti asa hidupnya. Berlatih setiap hari. Pagi hingga senja. Mengerahkan seluruh keringat dan waktu demi mendapatkan hasil lenggak-lenggok kelenturan sempurna.
Kini, ia berdiri di atas panggung megah. Hal yang ia nantikan dan pertaruhkan telah berada di depan matanya. Ia genggam kuat rosarionya. Matanya terpejam sejenak. Bibirnya mendengungkan ayat-ayat suci, sembari berharap mendiang kedua orang tuanya dapat menyaksikan di atas sana dengan bangga.
Sapuan tirai meniupkan atmosfer yang mampu menegangkan urat syaraf. Nadinya bertalu riang. Tubuhnya bergemuruh riuh. Ia pun menarik napas kuat-kuat, lalu mengembuskan perlahan dan panjang. Ia pun berlutut, selaku kembali mengencangkan tali sepatu pointe-nya. Sesekali ia meremas kuat kakinya selaku menghimpun nyali.
"Kau siap?" Sang Pelatih menepuk kedua bahu Clara.
Gadis itu mangangguk mantap. Namun, sesaat ia meragu. Kepalanya menunduk lesu. Alis pirangnya berkedut. Ia amati cukup lama salah satu kaki kurusnya yang berbalut kaos kaki putih semerawang.
"Jangan takut. Kau pasti berhasil melewatinya! Tidak ada yang bisa menghalangimu untuk tampil terbaik dari yang kaupunya." Pelatih wanita itu tersenyum lembut, tetapi garis matanya menatap tajam pada Clara. Menyalurkan spirit yang membuncah merasuk ke dada perempuan berusia empat belas tahun itu. Sehingga tanpa sadar bibir mungilnya turut mengukir senyum.
Tibalah iringan musik menyambut satu tarikan perlahan pada kedua tirai beledu. Sekejap, lampu-lampu sorot tercurahkan seluruhnya pada titik lantai di mana Clara berpijak. Semua pasang mata tamu dari arah dudukan melingkar tertuju utuh pada satu sosok yang mengenakan leotard biru langi dengan renda rok tutu biru laut yang melingkari garis pinggang hingga pertengahan paha.
Tepukan meriah menggema selaku penantian pertunjukan Clara. Bersama iringan musik selanjutnya, gadis itu mengangkat kedua tangan tinggi-tinggi. Satu tarikan napas perut membawa kedua kakinya berjinjit-jinjit. Tubuhnya mulai meliuk ke sana kemari amat tenang-terarah, berputar, dan sesekali meloncat, bak angsa liar yang tengah bermandikan cahaya senja.
KAMU SEDANG MEMBACA
IRISAN TINTA: NPC's 30 Days Writing Challenge 2018 ― ⌠selesai⌡
Short StoryRASAKAN SENSASINYA! Ketika Jiwamu Dibelah-belah Selama 30 Hari Penuh dan Dikejar-kejar Garis Kematian Tiap 24 Jam per Hari! ======================================= Sejenis Karya Tulis Gado-Gado yang tiap bab beda tema. ==============================...