29.| interpretasikan emoji

62 7 7
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Air hujan jarang turun di beberapa minggu belakangan. Apalagi matahari sudah merajam habis-habisan penghuni bumi dari singgasananya langit selama berjam-jam. Tempat di mana anak-anak menuntut ilmu formal pun telah diliburkan. Tidak ada yang menyianyiakan kesempatan setahun sekali, saat semua lapisan mendung sirna. Hanya terdapat angin hangat yang membawa serbuk bunga hilir mudik bersama aktivitas mereka di lapangan futsal. Terlihat bola sepak menggelinding ke sana kemari. Terpantul oleh kaki-kaki para bocah awal belasan tahun yang bersimbah keringat. Tawa dan teriakan menggema seiring satu hingga tiga tendangan lolos ke gawang berjaring itu. Bisingnya kendaraan besar yang mengangkut cetakan logam lewat pun, tak membuat gegap gempita mereka kalah riuh.

"Hadang Renza! Jangan sampai dia mencetak gol ketiga kalinya!"

Tim Berkaos Merah langsung membekuk jalur Renza yang siap membawa kemenangan Tim Kaos Biru. Namun, sepak miring Renza membuat arah gelinding bola memental ke cagak gawang. Alih-alih pantulan beloknya masuk tepat ke dalam jaring gawang, bola itu lebih dahulu disundul balik oleh Kiper Tim Merah.

Ketika Renza hendak merebut bola sepak hitam putih itu, sayangnya arah gelindingnya keluar lapangan futsal. Ia pun kehilangan kesempatan.

"Yah, aku saja yang ambil!"

"Oke, jangan lama-lama!"

Melihat bola menuruni jalan underpass, Renza mengambil inisiatif untuk segera mengambilnya.

"Kenapa enggak wasitnya aja yang ambil, sih!?" seru salah satu rekan Renza.

"Emang kita punya wasit?"

"Tahu begini kita punya bola cadangan. Ah, tanggung bentar lagi sore! PR liburanku belum kusentuh sama sekali!"

"Santailah, masih ada dua minggu kita masuk lagi."

Cukup lama mereka menanti sampai berteguk-teguk di botol air mineral bekal masing-masing habis tak bersisa.

Sementara itu, Renza hampir kehilangan arah larinya si bola. Tak sadar langkahnya terus membawa ia memasuki sebuah parbik logam; besi dan baja. Ia pun mengendap-endap sampai matanya menjumpai siluet bulatan yang ia kira bola. Sesegera mugkin, ia menyusuri di mana truk-truk itu berjejeran menunggu cetakan logam yang siap didistribusikan ke luar kota. Namun, ia tak menyadari bahwa tertera palang tanda peringatan jalan warna merah; pejalan kaki dilarang lewat. Mungkin karena pencahayaan yang minim, tak lantas membuat matanya mawas diri. Ditambah tempat bising itu tampak asing bagi Renza meraba-raba bagian ruang mana selaku mencari jalan lebih efisien waktu.

"Itu dia!"

Begitu tangannya merogoh ke celah bawah roda-roda besar itu, suara pintu terbuka bersama dua pria paruh baya memasuki kemudi truk dan menyalakan kontak mesin kendaraan itu. Di sisi lain, Reza semakin merangkak masuk, tak sadar bahwa suara deruman knalpot membuat kepalanya terantuk kaget. Ia cepat-cepat beranjak sembari memeluk bola sepak itu. Namun, laju roda besar truk itu lebih dahulu melindas tubuh Renza sebelum benar-benar keluar dari situ.

Terdengar suara pekik tercekat.

"Hah, suara apa itu?"

"Apanya?"

Mereka pun serentak menoleh ke suara decitan mesin derek saling beradu yang menggantung dan mengangkat cetakan besi-baja.

"Halah, kayak baru kerja di sini aja, Bung!"

Sedangkan, matahari mulai kembali ke peraduan. Anak-anak itu mulai kesal karena Renza tak kunjung menampakkan batang hidungnya.






[]





Berasa gambling, tekan "and then..." tiga kali munculnya empat emoji seperti itu. Dan beginilah ketika kewarasan saya mulai abrasi. Makin absurd ceritanya.


Ke ... ke ... ke ....

 ke

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

A L

(29/8/2018)

IRISAN TINTA: NPC's 30 Days Writing Challenge 2018 ― ⌠selesai⌡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang