Pertemuan

13 0 0
                                    

Cuaca Jogja di siang hari cukup membuat kulit makin gosong jika terlalu lama berada di bawah matahari, bahkan sekedar menanti lampu jalan berganti hijau. Syukur syukur kalau lalu lintas tidak padat, paling apes kalau harus terjebak arus kendaraan padat di tengah terik matahari begini. Memang paling aman kalau keluar dengan memakai pengaman lengkap: masker, kaos tangan, dan kaos kaki. Nisa terjebak dua kali lampu merah, pikirannya ke mana-mana, hatinya entah sedang berbunga bunga atau gugup.

"Untung aku udah makan.. Kalau tidak, bisa jadi ikan kering aku..." Batin Nisa hanya pasrah menanti lampu hijau yang ketiga kalinya.

Beberapa jam yang lalu, Nisa baru saja tiba di kampus, dia memarkirkan 'si Rere' kuda besinya di halaman gedung asrama yang berjarak beberapa meter dari kantornya. Sengaja ia mampir ke gedung sebelah untuk mampir ke kantin fakultas kedokteran. Kantinnya bersih dan rapih, dilengkapi dengan AC disetiap sisi ruangan, membuat kantin ini menjadi yang ternyaman seantero kampus.

Ketika berjalan menyusuri koridor fakultas tanpa sengaja Nisa melihat  Aris, ketua himpunan di jurusannya. Aris memang mahasiswa teknik informatika tapi dia sering melakukan riset dengan dosen oleh karena itu dia hampir selalu berada di fakultas kedokteran. Nisa makin bersemangat kuliah karena jurusan IT bisa masuk di semua bidang. Apalagi Aris dulu juga pernah mondok di pesantren yang sama dengan Mehrunnisa. Bagaimanapun Aris membuktikan bahwa stigma anak pesantren hanya bisa mengaji dan membaca kitab kuning itu tidak benar. Santri pun bebas menentukan pilihan mau jadi apakah setelah keluar dari pesantren. Nisa kagum dengan kegigihan Aris hingga menjadi mahasiswa lulusan tercepat dengan predikat cumlaude di angkatannya.

"Ris! Duluan ya!", tegur Nisa sambil melambaikan tangannya kepada Aris.

"Eh, Nis! tunggu dulu donk! Bentar deh, gue mau ngomong sesuatu" Aris bergegas menghampiri Nisa.

Tumben, Aris mengenakan kacamata dengan frame hitam bulat yang agak tebal, kemeja dan celana kain berwarna hitam, sekilas dia betul betul nampak seperti mahasiswa kedokteran yang lumayan strict untuk aturan pakaian mahasiswa.

"Nis, lu ada waktu, nggak? Main ke rumah gue ya pulang kerja?"

"Wih, ada proyek lagi nih, Ris?" Nisa bersemangat, Aris sering berbagi proyek dari fakultas kedokteran dengan Nisa sebagai desainer grafisnya.

"Ada lah, proyek dunia akhirat ini, mah" Aris tersenyum.

"Maksudnya, ris?"

"Ah pokoknya lu ke rumah gue aja deh dulu. Kalau gue belum pulang, ada bini gue koq. Udah gue pesen ke dia, udah lanjut gih" Aris mengisyaratkan Nisa untuk melanjutkan langkahnya ke kantor, gedung rektorat lantai 2. Nisa melirik jam, kurang beberapa menit lagi waktu menunjukkan jam 8 tepat. Sebelum dia lagi-lagi terlambat masuk kantor.

"Ok deh, Ris, Insya Allah"

***

Pukul 16.00 jam pulang kantor, sengaja Nisa tidak berlama-lama. Beberapa menit sebelum jam pulang dia sudah bersiap, merapikan semua pekerjaannya hari ini.

"Nis, ngapain kamu cepat cepat pulang, emang ada yang nungguin? " Mas Rama, rekan kerja Nisa yang selalu saja iseng menggoda Nisa untuk segera menyempurnakan agama. "Kamu loh Nis, lulus udah, kerja udah, apalagi coba? Jangan lama lama lah Nis kalau udah ketemu yang baik. Jangan dipersulit", lanjutnya.

"Iyaaa iyaa mas... Do'ain donk... "

"Oh pasti Nis, tak do'ain. Ya kamu juga usaha toh", kata mas Rama sambil tersenyum.

" Wo iya donk.. Ini mau otw... "

"Lah otw apaan Nis? "

"Yee, ada yang kepo... Aku duluan ya mas. Assalamu'alaikum! "

" Hahahaha, terserah kamu lah. Wa'alaikumussalam!"

Nisa pulang ke kos dan dalam waktu singkat dia sudah siap untuk menuju rumah Aris. Berbekal arahan dari Sarah, istri Aris, Nisa berhasil tiba di rumah Aris sebelum jam 5. Baru saja Nisa mematikan mesin motor, Aris dari dalam rumah sudah mempersilahkan Nisa untuk masuk. Rupanya Aris sedang di ruang tamu.

"Masuk sini, Nis. Sayang, ini lho Nisa sudah datang", Aris memanggil Sarah yang sedang berada di dapur.

" Assalamu'alaikum, Sarah, Ris"

"Wa'alaikumussalam. Ayo mba Nis silahkan duduk dulu ya, Sarah bikinin tehnya dulu sama ada cemilan enak ini baru aku bikin tadi siang"

"Eh, nggak usah repot-repot, Sar"

"Nggak papa, Nis. Dijamin lu nyesel kalau nggak nyobain kudapan dari istri gue", kata Aris.

Nisa hanya tersenyum. Sarah memang pandai memasak.

Aris, Nisa, dan satu orang lagi, seorang pria yang kelihatannya sedikit lebih tua beberapa tahun dengan Nisa, saat ini duduk di ruang tamu.

" Eh, Nis kenalin ini Rahman, teman satu daerah. Alumni pondok kita juga"

"Oh iya? Salam kenal. Saya Nisa, Mehrunnisa. Ehm, Temannya Aris di kampus" Nisa memperkenalkan diri pada Rahman.

"Eh iya, salam kenal juga, Nis. Aku Rahman, Rahman Ardiansyah. Berarti kamu jurusan IT juga? "

"Iya"

"Wah keren donk"

"Kenapa gitu? "

"Iya kan jarang ya, anak pondok lanjut ke jurusan teknik apalagi perempuan"

"Hehehe, sekarang banyak koq yang keluar jalur, dan nggak ada masalah juga sih mau perempuan atau laki-laki, selagi mampu dan sanggup? Kenapa tidak? "

"Iya juga sih Nis, cuman jarang aja gitu lho, teknik kan biasanya 'sangar' Hehehe"

Rahman tersenyum. Dari balik bibirnya tersembunyi sepasang gigi gingsul. Bajunya rapi dengan celana kain berkibar, khas anak pondok putra. Dari caranya berbicara jelas sekali kalau dia laki laki yang kalem, sangat berhati-hati dalam memilih kata.

Dia kaku nggak ya orangnya? Lah ngapain juga ya aku mikir kaya gitu?
Nisa bergumam dalam hati.

"Rahman ini selepas dari pondok lanjut ngajar lagi, Nis. Nggak kaya kita ini yang langsung ngacir. Lumayan lama dia. Sambil kuliah juga di sana. Sekarang mau lanjut S2 di sini"

"Iya. Saya lama di Kendari. 5 tahun lebih"

"Oh? Berarti sudah hafal Kendari lah ya kalau selama itu? "

"Iya lah, Nis. Kalau di suruh ke rumah kamu udah bisa dia pergi sendiri" Aris menimpali.

Nisa mulai menerka maksud Aris memanggil Nisa ke rumahnya, namun Nisa tetap mencoba bersikap santai dan hanya membalas dengan tawa kecil.

"Hahaha... Mungkin saja. Oh iya Ris, sepertinya ane pamit duluan ya. Sudah mau magrib. Orang tua lagi ada di kosan juga."

"Oh sudah mau pamit ya? Padahal Nisa baru saja datang. Hehehe"

"Hehehe" Nisa hanya pasrah saja digodain Aris. Lebih tepatnya dia bingung mau merespon bagaimana.

Entar aku salah respon malah bisa tersinggung atau malah kegeeran. Mending ikutin aja alurnya.
Batin Nisa berkata.

Sosok Rahman dengan motor RX King nya lenyap di tikungan. Nisa seperti sedang melamun. Sarah lalu menyenggol Nisa 

"Gimana Nis?"

"Hah? gimana apanya?"

"Oke nggak?" Nisa nampak salting, pura-pura tidak tahu.

"Ya, dia juga lagi serius nyari jodoh, Nis. Aku pun sangat dekat dengan keluarganya, jadi soal bibit, bebet, bobotnya kamu nggak usah ragu. Aku jamin" kata Aris menimpali.

"Nggak tau juga sih, heheh. Kalau udah jodoh pasti nggak akan kemana." Jawab Nisa " Aku malah ragu dia mau sama aku. Aku istikharah dulu. untuk hal-hal besar seperti ini aku wajib istikharah, Ris. Biar mantap. Hehehe "

Aris dan Sarah saling bertatapan. Menyetujui ucapan Nisa.

"Yasudah, mari kita makan yuk"


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 13, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PULANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang