4. My First Crush!

177 12 2
                                    

Hai, ada sedikit perubahan di awal chapter yang tadinya bulan desember jadi bulan mei ya. Karena, cerita ini sebenernya aku tulis di tahun 2017 akhir jadi hitungan umur kehamilan mbak sahila juga sudah lewat/ lahir, seharusnya. Sedangkan aku masih mau bikin scene pas mbak sahila masih hamil, dan waktunya berkaitan di tahun sekarang makannya aku ganti deh. Bingung ya? Yaudah lanjut baca aja. Berubahnya bulan disini ini gak mempengaruhi isi cerita kok apalagi isi hati aku ke kamu heheheh..

Happy Reading!

Ku lihat mbak sahila sudah duduk di salah satu kursi cafe dengan seorang waiter yang menunggu pesanan mbak sahila.

“maaf mba, zeta lama ya?” sapa ku, lalu duduk dihadapannya.

“enggak kok ta, aku juga baru mau pesen nih. Mau pesen makan sekalian?” katanya.

“boleh mbak, zeta suka Ricebowl of Seblak di kafe ini. jadi inget bandung. Mbak mau apa?” tanya ku sambil melihat minuman yang ada di buku menu.

“aku samain aja kayak kamu.” Katanya yang aku angguki sebagai jawaban.

“emang kamu udah lama gak pulang ke bandung?” sambungnya lagi.

Itulah resiko bekerja di tempat yang jauh dari kota kelahiran, belum lagi jadwal pekerjaan yang selalu padat. Saat hari besar seperti lebaran pun belum tentu aku bisa pulang.

Alih alih berkumpul dengan keluarga, yang ada aku berjaga di puskesmas. Seperti lebaran tahun lalu saat aku masih menjadi pegawai baru, yang seharusnya jadwal ku mendapat libur harus ditukar dengan kak Martha yang ingin pulang ke rumah mertua tapi sudah habis jatah cutinya. Jadilah ia menukar jadwal libur ku.

“iya mba, setaun lebih. Hampir dua tahun malah” jawab ku.

“loh kok bisa?” katanya.

“iya mba tahun lalu masih pegawai baru, jadwal ku dituker sama yang udah punya keluarga” jelas ku.

Dibeberapa perusahaan atau misalnya puskesmas tempat ku bekerja menggunakan sistem manusiawi, entah apa nama pastinya aku hanya asal sebut. Dimana sistem ini berlaku untuk mendahulukan mereka yang sudah berkeluarga atau memiliki anak.

Misalnya, aku sudah bersuami dan anak bayi lalu suami ku mengajak berlebaran di kampung, maka saat aku mengajukan izin pertukaran jadwal, libur atau bahkan cuti ke bagian kepegawaian aku akan didahulukan atas alasan tersebut.

Memang sih gak selalu sistem itu berlaku. Coba kalian bayangkan, seandainya semua pegawai sudah berkeluarga dan mereka meminta izin diwaktu yang sama? Siapa yang akan memberikan pelayanan untuk masyarakat? Tentu saja ada pertimbangan tersendiri juga dari pihak kepegawaian.

“hmm, makanya cepet cepet berkeluarga ta..” ledeknya.

“boro boro berkeluarga mbak, pacar aja gak ada hehehe” kata ku.

Obrolan kami terpotong saat pesanan kami dihidangkan di meja, kami makan dengan tenang dan sedikit membahas hal hal kecil seperti tentang makanan, hobi, dan lainnya.

“eh btw kamu emang bener belom ada pacar?” tanya mbak sahila sembari menghapus noda di sudut bibirnya dengan tisu.

“bener mbak, aku gak ada waktu buat pacaran” balasku sambil mengangguk.

“kenalan sama adek ku ya, mau gak? Dia juga masih single lo” katanya.

“enggak ah mbak, aku malu”

“malu kenapa? Kamu cantik kok ta” katanya, meyakinkan ku.

“mau ya? Ya? Kenalan aja dulu” sambungnya lagi.

If We Were Not MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang