Pangeran duduk bersandar diatas ranjang kamarnya, sesekali ia berdecak ketika Catya datang ke kamarnya hanya untuk bertanya, baju mana yang paling bagus. Seperti sekarang, Catya datang membawa dua dress yang panjangnya selutut, tanpa lengan.
"Bagus mana Sat, white or black?"Tanya Catya mengangkat dua dress ditangannya. Matanya menatap Pangeran dengan intens.
Pangeran memperhatikan dua dress tersebut, lalu menggeleng kecil. "Nggak dua-duanya."Sahutnya.
Mata Catya langsung memincing, bingung."Kenapa?"Tanyanya berjalan mendekat pada Pangeran.
"Dua-duanya nggak ada lengan. Gue gak mau ya, nanti banyak cowok-cowok yang mupeng sama lo."
Catya spontan tertawa, "Elah, modelan kayak gini mah udah biasa Sat. Dulu, waktu lo belum balik. Gue sering pake baju yang lebih terbuka dari ini."Katanya.
Mata Pangeran langsung melotot, terkejut mendengar ucapan sang kakak. Ia menegakan tubuhnya, menatap Catya dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Wah, udah gila ya lo? mentang-mentang gue gak ada, lo seenak jidat pake baju gitu."Ketus Pangeran sinis.
Catya masih tertawa, ia menaruh dua dress-nya di sandaran sofa. "Bercanda gue, yakali ayah izinin gue keluar pake baju kaya gitu."Kekehnya.
"Oh iya, gue lupa."Kata Pangeran meringis kikuk. "Lo pake hotpants terus jalan-jalan di kompleks aja, Ayah marahnya udah kaya rapper."
Catya mengangguk setuju, Ayah mereka memang tidak menyukai jika Catya keluar dengan pakaian minim. Pernah suatu hari, Catya keluar rumah menuju rumah temannya yang berada di blok sebrang rumahnya.
Saat itu, Catya hanya menggunakan sweater oversize dan hotpants. Ayahnya melihat itu, lalu ia langsung menyemprot Catya dengan ocehannya yang tak henti-henti hingga hampir satu jam.
"Mandi sana, setengah jam lagi kita pergi."Kata Catya menendang kaki Pangeran yang masih duduk santai di atas ranjangnya.
Pangeran mendelik pada Catya, lalu beralih menatap jam dikamarnya. Setengah jam lagi, ia dan keluarganya akan makan malam. Tanpa kata Pangeran beranjak dari kasurnya, menuju kamar mandi. Meninggalkan Catya yang sudah berguling-guling diatas kasurnya.
Ponsel Pangeran bergetar, membuat Catya berhenti dan mengambil ponsel bercase hitam itu. Ia membaca satu notifikasi yang masuk, lalu sedetik kemudian matanya membulat terkejut. Ia jelas tahu, siapa sang pengirim pesan itu. Dia Haydar.
Bang Haydar: berapa kali gue bilang?jangan lukain Gista, tapi lo masih aja lukain dia. Apa bikin dia memar punggung dan masuk rs, gak cukup buat lo? Sekarang, lo nambahin satu luka lagi dibagian wajahnya. Gue hajar juga ya lo. Hah, emosi gue lama-lama.
Catya meneguk ludahnya, ia membaca ulang setiap rentenan kalimat tersebut. "Satya, ngelukain cewek?sampe masuk rs?"Lirihnya pelan.
Ia menghela nafas panjang, lalu tangannya mencari kontak seseorang. Bertepatan dengan pintu kamar mandi yang terbuka sedikit dan teriakan Pangeran yang membuatnya tersentak.
"AMBILIN SABUN DONG TEH! ABIS NIH!"Seru Pangeran, menyembulkan kepalanya dicelah pintu.
Catya menoleh kebelakang, menatap Pangeran sebal. Lalu berjalan menuju lemari kecil, yang berisi peralatan mandi. Setelah menemukan sabun yang Pangeran minta, ia langsung berjalan mendekat pada Pangeran.
"Nih! Digunain yang baik, jangan buat yang nggak-nggak."
Pangeran menaikan sebelah alisnya, ia menerima sabun dari Catya dengan tatapan bingung. "Yang nggak-nggak apaan sih?gue nggak paham."
Catya mengendus sebal, ia memutar bola matanya. Lalu mendorong kepala Pangeran agar masuk kedalam kamar mandi lagi "Nggak usah sok polos, sana mandi!"Serunya.
Pangeran tertawa, kemudian memasukan kepalanya dan kembali mengunci pintu kamar mandi.
Catya kemabli berbalik, menuju ranjang Pangeran. Matanya terus menatap figura foto, yang berada dilantai. Tepatnya di pojok dinding kamar Pangeran dengan posisi terbalik.
Catya tersenyum sendu, ia berjalan mendekat pada figura yang sangat ia kenali. Tangan kanannya terulur mengambil figura tersebut.
Kedua matanya berkaca-kaca, ketika membalikan figura itu dan melihat sebuah foto. Didalam foto tersebut ada lima orang, dan salah satunya adalah dirinya.
Air mata Catya menetes sedikit demi sedikit, ia mengusap foto tersebut. Membersihkan dari debu yang menempel. Hingga tiba-tiba suara Pangeran membuatnya tersentak kembali.
"Ngapain lo mojok gitu?nyari kecoa?"Tanya Pangeran.
Catya spontan menghapus airmatanya, lalu menaruh kembali figura tersebut. Setelah aman, Catya langsung berbalik. Menatap sinis, sang adik yang tengah berdiri menghadap lemari pakaian.
"Kepo banget jadi orang."Kata Catya menjulurkan lidah, lalu berjalan keluar kamar Pangeran.
Pangeran tersenyum miring, ia terus menatap punggung Catya yang mulai hilang dibalik pintu kamarnya. Kemudian ia berbalik, berjalan menuju tempat dimana Catya berjongkok tadi.
"Tolol, kenapa juga sih ini foto masih ada?"Umpat Pangeran mengambil foto tersebut dengan kasar.
Tak hanya itu, Pangeran juga mengambil korek api gas miliknya dari atas meja kecil. Lalu ia berjalan menuju balkon kamarnya.
"Nggak guna."Kata Pangeran, bersamaan dengan menyalanya korek api dan tersulutnya ujung kertas foto tersebut.
Api itu mulai membakar sosok laki-laki yang berada di paling pojok kanan, itu Pangeran. Lalu, tak lama. Api itu membakar dua sosok perempuan yang satu tengah senyum lebar dan yang satu tersenyum anggun, itu Catya dan Farisa--Ibu dari mereka semua.
Setelah itu, api juga mulai membakar dua sosok laki-laki yang tersenyum tipis kearah kamera, itu Haydar dan Bahtera--Ayah dari mereka semua. Kertas itu mulai terlepas dari pegangan Pangeran, ketika apinya semakin membakar habis kertasnya. Pangeran tersenyum miring, kala abu pembakaran kertas itu terbang kesana-kemari terbawa angin.
"Buat apa masih disimpan, kalo nyatanya kita semua udah mati."
TBC!
Oooo uwo oo uwo uwo oo uwo..
Ada yang begadang buat promo 12.12 kaya aku kah?wkkwk
Btw, tolong dong. Vote dan comment nya juga:( Massa readersnya udah 600 votenya 100 aja gak sampe:(
Aku cuma mau apresiasi dari kalian untuk karya aku. Biar aku semangat ngelanjutin, kalo kaya gini. Nanti yang ada aku milih Hiatus kaya Arick:(
Oke, see you. Good night.
Love, Ara.
[11 Desember 2018]