Petaka

81 8 3
                                    

Author POV

Ketika mereka membuka pintu Dar..  Petaka sudah menunggunya, sebab  Bima ayah mereka sudah menunggunya.  "Ayah" ujar mereka.

"Kalian ikut ayah!" ujar Bima.  Lisa dan Leno hanya pasrah dan mengikuti ayahnya.

Sesampainya diruang kantor, mereka duduk dengan tegang.  "Lis!" ujar Bima membuatnya menegang.

"Mulai besok kamu mulai sekolah disekolah umum" ujar Bima tegas.

Lisa menegang, rasanya nyawaku melayang-layang diudara. Selama 3 tahun terakhir ini Lisa memang belajar dirumah (home schooling).
"Tapi Yah-" ujarnya terhenti.

"Tidak ada tapi, tapian selama ini kamu hanya dirumah saja,  kamu juga harus tau dunia sekolah" ujar Bima tegas.

Lisa hanya mengangguk ragu.  " Mulai besok siapkan dirimu!" ujarnya.

Lisa POV

Kenyataan ini sangat membuatku terkejut bukan main. Bisa dibayangkan aku yang selama ini tidak mengenal dunia sekolah,  tiba-tiba disuruh oleh ayah angkatku masuk ke sekolah umum. Oh god,  aku sangat takut untuk bersekolah di sekolah umum,  aku tidak punya pengalaman bersekolah di sekolah umum karena selama ini aku hanya home scooling di rumah. Tapi kenapa ayahku kok bisa memerintahkan aku masuk di sekolah umum?  "Aku tidak mau.  Aku takut ayah.  Aku tidak suka sekolah di sekolah umum," itulah kata hatiku andai aku bisa mengungkapkannya di depan ayahku.  Namun apa daya ayahku adalah seorang gengster, jadi walaupun aku tidak setuju aku tidak akan mampu melawan perintahnya.

"Kak" ujarku pelan, Leno berhenti didepan kamarku.

"Ada apa?" ujar lelaki itu. Aku ragu menatap matanya, dan hatiku selalu berkata "Pekalah, pekalah".

"Masuklah!" ujarnya membukakan pintu kamarku, helaan nafas kasar menemani langkahku.

Aku menyandarkan tubuh mungil ini ditembok "Ada apa?" ujar lelaki itu. Aku menengang melihat lelaki itu didepan mataku.

Leno mengacak-acak rambutku "Kau pikir aku tidak peka" ujarnya menjitak dahiku.

"Sakit" ujarku pelan,  aku seorang gadis yang tidak mudah mengungkapkan sesuatu kepada orang lain,  tetapi hari ini aku sangat nyaman adanya keberadaan Leno didekatku.  Sungguh bahagia diriku memiliki seorang kakak sepertinya.

"Ceritalah!? Aku akan mendengarkanmu!" ujarnya lembut.

Aku tersenyum paksa " Aku tidak suka dipaksa seperti itu,  aku takut sekolah umum, kau tau aku anak angkat, dari keluarga dengan latar belakang gelap," ujarku terhenti,  aku membuat tembok agar air mata ini tidak keluar.  "Aku takut tidak memiliki teman" ujarku yang tidak dapat membendung tagis ini.

Leno memelukku dengan hangat. Satu kata yang kini ku rasakan nyaman.  Aku sangat nyaman dipelukan lelaki itu,  aku benar-benar merasakan kasih sayang seorang kakak.

"Makasih kak,  aku bersyukur memiliki kakak seperti mu" ujarku yang akhirnya tertidur dipelukannya.

Leno POV

Sakit perasaannya melihat adik angkatnya menangis hanya karena kengkangan ayahnya.  "Lis" ujarnya mengusap rambut gadis itu. 

Mulutnya mengembang " Dasar anak labil" ujarnya, menganggat Lisa dan menidurkannya kekasur.

"Good night,  my angle" ujarnya.  Setelah keluar dari kamar Lisa ia langsung menuju suatu ruangan.

"Yah" ujarnya sopan, rasa hatinya bercampur aduk. Aku sangat menghormati orang tuanya apalagi ayah,  aku termasuk anak yang penurut kepada ayah mungkin ini sejarah baru bagiku,  bahwa aku akan menjadi anak pembangkang.

"Masuk" ujar Bima santai. "Ada apa?" ujarnya sukses membuat hatiku meledak,  rasanya seperti ikut lomba dan diumumkan bahwa aku kalah.

"Yah Leno mau bicara" ujarku gugup.

"Hmm .." ujar Bima.

"Yah bisakah,  ayah tidak memaksa Lisa bersekolah di sekolah umum" ujarku.  Wajah ayah berubah, matanya terlihat semakin menakutkan.

"Tidak!" ujarnya tegas.  " Aku melakukan ini untuk kebaikannya,  dan dia harus mau!" ujar Bima.

"kenapa kau membicarakan hal seperti itu?" ujar Bima

Emosiku meledak serasa ingin menghajar lelaki didepanku andai ia bukan ayahku sudahku habisi. "Ayah pikirkan lagi!"

"TIDAK,  Lisa akan bersekolah seperti anak lainnya dan keputusan ayah tidak dapat diganggu gugat. " ujar Bima.

"Tapi yah-" Bima berdiri dari tempat duduknya.

"Tidak ada tapi -tapian, jika kamu masih seperti itu, ayah akan menghukummu" ujarnya.
Emosiku memuncak entah apa akibatnya nanti aku tidak peduli,  sekarang dipikiranku hanya teringat tangisan gadis itu yang tidak ia sukai.

"Ayah tidak tau rasanya menjadi Lisa,  ayah tidak tau beratnya bersekolah disekolah umum dengan latar belakangnya seperti itu. Ayah mengadopsinya dengan niat seperti apa?  Apa ayah ingin menghancurkannya,  ingin mempermalukannya. Yah, kami bukan boneka, kami memiliki cita-cita dan keputusan kami sendiri setidaknya ayah dengarkan terlebih dahulu apa keinginan kami.  Tidak memutuskan seenaknya seperti ini" ujar Leno meninggi.  Bima tersenyum dengan penuh arti.

Ia mendekatiku dan menepuk pundakku "Aku ingin Lisa bergaul dengan yang lain,  ayah tidak ingin ia tidak mengerti dunia luar" ujarnya.

"Dari kecil dia sudah mengerti kejamnya dunia luar, akankah ayah membiarkan dia masuk dalam kegelapan seperti dahulu? " ujarku emosi.

"Semua yang hitam atau gelap,  tidak selalu mengerikan dan menyakitkan,  jika kau belum melaluinya jangan pernah menyimpulkannya, karena hidup tidak bisa dilihat tetapi harus dijalani" ujarnya menepuk pundakku.

"Dunia ini kejam, dan kupikir kau sudah tau itu.  Jika kita mengurungnya ia tidak tau sakitnya duri diluar sana. Biarkan dia berjalan didunia ini,  dan kita akan menuntunnya" Bima menarik nafas " Jangan menilai kegelapan itu dengan negatif tetapi bergikirlah kearah yang positif dengan begitu kau akan mengerti arti sebenarnya dalam kegelapan. " ujar ayah meninggalkanku.

Aku duduk terpaku diruang super rapi itu, tubuhku melemas.  Aku memang bodoh, tidak tau terimakasih, bagaimana bisa aku membentak seseorang yang mengubah hidupku yang kelam hingga seperti ini.

"Bangsat,  mengapa aku bangsat." ujarku bersalah.

Hehhe saya mintak maaf jika banyak typo dan salah kata semoga kalian suka dengan karyaku.
Jangan lupa like ya ;-)

Black is not TerribleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang