Empat

15 2 0
                                    

"Udah, udah jangan nangis."

"Udah, Sa."

"Udah."

"Sayang, udah ya nangisnya. Jangan nangis terus."

Akas mengusap punggung Hisa dengan lembut. Melihat kekasihnya menangis adalah kelemahannya. Ia sangat tak tega melihat Hisa meneteskan air mata. Entah mengapa, Akas merasa bersalah.

"Udah ya."

"Maafin gue, Kas."

"Ssstttt! Lo gak usah minta maaf. Ini salah gue yang gak bisa jagain lo."

"Tapi ini salah gue, Kas. Maaf."

"Iya-iya, sekarang udah nangisnya. Nanti lo capek. Kalo lo capek, trus pingsan, siapa yang repot? Gue kan? Sekarang udah ya nangisnya."

"Enggak mau."

"Loh kok gitu?" Akas masih setia mengusap punggung Hisa. Ia memeluk kekasihnya dengan erat. Berusaha mentransfer energinya kepada Hisa.

"Maaf."

"Iya sayang. Jangan ngomong maaf lagi, udah gue maafin. Lagian lo juga gak salah. Sekarang yang penting itu lo gak kenapa-napa."

"Tapi lo maafin gue kan, Kas?"

"Iya sayang."

"Gue ngantuk," ucap Hisa tiba-tiba.

"Eh, jangan tidur dulu."

Dengan cepat Akas menuntun tubuh Hisa, ia membawa Hisa ke dalam mobilnya yang berada di parkiran kampus.

♦♦♦


Akas menatap wajah Hisa yang tengah terlelap. Aura takut dan lelah tampak jelas diwajahnya.

Hisa pasti sangat takut diganggu oleh lelaki bajingan itu, Erick namanya.

Erick sejak dulu memang suka mengganggu Hisa. Menurut pandangan Akas, sepertinya Erick menyukai Hisa, terlihat dari tatapan dan gerak-geriknya. Tapi, untungnya Hisa selalu mengabaikan Erick.

Bagaimanapun Erick menggoda Hisa, Hisa selalu dingin. Ia selalu acuh, seakan Erick tak ada. Hisa tak pernah memberi respon baik pada Erick.

Akas bersyukur. Setidaknya Hisa masih ada di sisinya.

Kini, Akas dan Hisa tengah berada di rumah Akas, lebih tepatnya di kamar Akas. Eitss, jangan berpikir negatif dulu. Mereka tidak berbuat apapun. Hisa sedang tidur dan Akas hanya mengamati dan menatapnya.

Akas sengaja membawa Hisa ke rumahnya. Karena jika Hisa diantar pulang ke rumahnya sendiri. Takutnya, keluarga Hisa akan khawatir.

"Jangan nangis lagi," ucap Akas. Ia membelai lembut rambut Hisa.

"Janji ya? Kalau ingkar janji ntar gue cium.

"Jangan nangis, oke? Apalagi di depan orang lain. Lo cuma boleh nangis di depan gue.

"Dada gue bisa lo jadiin tempat nangis.

"Tangan gue bisa lo pakai untuk berpegangan.

"Kaki gue kuat untuk lo bertumpu.

"Punggung gue juga kuat, kalau sewaktu-waktu lo minta gendong.

"Gue siap jadi tempat lo mencurahkan semuanya.

"Inget! Jangan pernah nangis di depan orang lain.

"Jangan pernah terlihat lemah di depan banyak orang.

"Cuma gue, cuma gue yang boleh tau kelemahan lo.

"Jangan nangis ya!" Akas masih setia mengusap rambut Hisa. Ia bermonolog, mengucapkan kalimat penenang pada Hisa dengan suara pelan yang mendamaikan.

Akas menghela nafas, "lo tidur aja. Gue mau cari makanan dulu," setelah itu Akas mengecup dahi Hisa singkat.

Akas melangkah menjauh, ia meninggalkan Hisa yang masih terlelap tidur.

♦♦♦

Demi Tuhan Hisa malah semakin ingin menangis sekarang.

"Jangan nangis lagi," Hisa merasakan Akas membelai rambutnya.

"Janji ya? Kalau ingkar janji ntar gue cium.

"Jangan nangis, oke? Apalagi di depan orang lain. Lo cuma boleh nangis di depan gue."

"Iya, gue janji," batin Hisa.

"Dada gue bisa lo jadiin tempat nangis.

"Tangan gue bisa lo pakai untuk berpegangan.

"Kaki gue kuat untuk lo bertumpu.

"Punggung gue juga kuat, kalau sewaktu-waktu lo minta gendong.

"Gue siap jadi tempat lo mencurahkan semuanya.

"Inget! Jangan pernah nangis di depan orang lain.

"Jangan pernah terlihat lemah di depan banyak orang.

"Cuma gue, cuma gue yang boleh tau kelemahan lo."

Hisa tau, Akas sangat menyayanginya. Akas peduli padanya, Akas selalu ada untuknya.

Tapi, sempat Hisa bertanya pada dirinya sendiri. Kebaikan apa yang pernah ia lakukan dimasa lalu hingga Tuhan dengan baik hati mengirim Akas untuknya.

Hisa sangat bersyukur.

"Jangan nangis ya!

"Lo tidur aja. Gue mau cari makanan dulu."

Cup...

Hisa merasakan benda kenyal dan hangat menempel di dahinya. Akas mencium Hisa. Ciuman penenang.

Akas pergi, kini tinggal dirinya seorang diri di kamar ini. Hisa masuk ke dalam selimut. Ia menutup seluruh tubuhnya dari kepala hingga kaki. Hisa menangis.

Bukan, bukan menangis karena sedih, takut atau kecewa. Hisa menangis karena bahagia, ia sangat bahagia memiliki Akas. Ia bahagia Akas selalu ada untuknya.

Ingin sekali Hisa teriak, ia ingin memberi tau seluruh dunia bahwa Akas miliknya dan dia adalah milik Akas. Agar tak ada lagi yang mengganggu hubungan mereka.

Hisa ingin bersama Akas. Sampai kapan? Sampai Tuhan yang turun tangan sendiri untuk memisahkan mereka.

Terdengar lebay memang. Tapi, itulah kenyataannya. Hisa sangat bahagia bersama Akas. Ia ingin selamanya bersama Akas. Tak ingin berpisah walau sedetikpun.

"I love you Akas."

♦♦♦

Sengklek CoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang